02 | Kidnap

324 29 0
                                    

14 tahun yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

14 tahun yang lalu.

"Ayah!"

Sarah berlari terbirit-birit menaiki tangga dek kapal belakang. Di tangannya terdapat sebuah kalung yang terbuat dari berbagai manik-manik bermacam warna dan bercampur cangkang siput yang dia koleksi di ruangan ayahnya. Seingat Shanks, manik-manik itu dia beli seminggu yang lalu saat mengunjungi salah satu pulau di East Blue. Sarah langsung tertarik saat melihat para pengrajin perhiasan manik-manik di pusat kota, alhasil Shanks membelikan sepaket manik-manik beserta benang nilon agar anak itu bisa diam duduk anteng di kamarnya.

Sebagai satu-satunya perempuan sekaligus anak kecil di kapal, tak jarang membuat Shanks sakit kepala saat anaknya itu menangis minta sesuatu yang bahkan dia sendiri pun tidak tahu. Entah menangis karena memakai pakaian warna ungu—sebab dia ingin memakai gaun tidur berwarna biru. Menangis sebab ayahnya salah menebak apa yang dia katakan—sebab dia belum bisa begitu lancar berbicara, atau hal sepele saat Shanks meninggalkan dirinya sebentar untuk pergi ke dapur mengambilkannya susu.

"Hati-hati naik tangganya—"

Brak!

Shanks menghela napas lelah saat apa yang dia khawatirkan justru terjadi. Anak itu terjatuh sebab tersandung anak tangga terakhir. Hidung, lutut dan sikunya langsung memerah, diiringi dengan tangisan renyah tak lama kemudian.

"Oy, Bos! Kau tidak capek membuat Sarah terus menangis?" ujar Roo, salah satu kru kapal. Kemudian tak lama kru yang lain pun menertawakan kaptennya.

Shanks tidak merespon apa-apa, pria itu justru menghampiri Sarah, dan menggendongnya. Anak itu refleks memeluknya sambil masih menangis.

"Sa—sakit!" ucapnya terisak.

Shanks hanya tersenyum seraya mengusap sikunya. Pria itu membawanya mendekati pagar pembatas kapal membiarkan anak itu berhenti menangis dengan sendirinya.

"Sarah, apa kau senang tinggal bersama Ayah?" tanya Shanks tiba-tiba.

Sarah belum menjawab, sebab masih sibuk terisak.

"Ayah tidak tahu, bagaimana menjadi seorang ayah yang baik. Kau selalu menangis dan Ayah khawatir kau tidak suka berada di sini," lanjut Shanks.

Sarah tiba-tiba terdiam. Dia menatap ayahnya lekat-lekat, membiarkan angin malam mengacak-ngacak rambut merahnya. "Ayah bicara apa?"

Shanks lagi-lagi menghela napas. "Apa kau mau menetap di suatu pulau? Tinggal di sana dan bermain dengan teman-teman seumuran denganmu."

Sarah terdiam, mencoba untuk memahami apa yang dimaksud oleh ayahnya. "Bersama Ayah?"

Kali ini Shanks yang terdiam.

"Kalau tidak bersama Ayah aku tidak mau!"

"..."

"Ayah mau meninggalkan aku?" tebak Sarah, sebab pria itu dari tadi hanya diam saja. Mata anak itu pun tiba-tiba terasa panas, dan berujung meneteskan air mata. "Ayah kenapa diam saja? Aku tidak mau ditinggal Ayah! Huaaa!"

Coming HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang