Karya : Nanda Fatimah Gita Ramadhani
"Tepat pada pukul sembilan dini hari, terjadi ledakan dalam ujicoba penerbangan pesawat luar angkasa SpaceX-12 oleh International Space Association, akibat adanya kebocoran pada bahan bakar. Menyebabkan polusi udara yang diperkirakan berlangsung selama satu bulan kedepan, untuk saat ini ISA belum dapat memastikan efek jangka panjang yang akan terjadi kedepannya. Maka dari itu, organisasi ini meminta kepada masyarakat agar tidak meninggalkan rumah untuk sementara waktu.”
Suara seorang penyiar berita memasuki indera pendengaranku. Kondisi di luar benar-benar terlihat kacau, suara sirine tak henti untuk berkelintaran. Berkebalikan dengan kondisi rumah ini, tak ada lagi yang mengeluarkan suara tepat setelah televisi dimatikan. Begitu hening.
Aku memejamkan mata, hampir terlelap jika saja tidak ada seseorang yang mengetuk pintu rumah. Pintu yang terbuka, menampilkan seorang anak dengan senyum lebarnya.“Hai.” Sapa anak itu, Beth namanya.
Memilih tak mengindahkan sapaanya. Aku mengedarkan pandang kearah luar, sepi dan berasap. Tak ada lagi awan dan langit biru yang menghiasi langit.
“Kau tidak mengizinkanku masuk Anna?”
Aku lalu bergeser sedikit dari posisiku, agar tidak menghalangi pintu.
“Mereka berulah lagi Ann, kali ini mereka merusak bumi kita.”
“Kau melihatnya bukan? Langit itu?” Lanjutnya.Tidak ada yang berubah dari anak itu setiap harinya, selalu membombardir diriku dengan berbagai pertanyaan dan ocehannya. Sangat berisik.
“Ya”
Aku tau, Beth begitu membenci organisasi itu. Penemuan-penemuan yang mereka lakukan selalu merenggut banyak hal. Termasuk orang tuaku dan orang tuanya.
Kecelakaan yang menimpa lima tahun silam, tidak akan pernah luput dari benakku. Entah apa yang terjadi sebenarnya, tak pernah terungkap.
***Rintik hujan berjatuhan. Ini adalah hari ketiga sejak perbincangan ku dengan Beth dan selama itu pula, hujan turun begitu deras. Seharusnya polusi bisa sedikit menghilang sekarang, lalu dunia kembali seperti sediakala.
Perlahan hujan mereda, aku mengamati keadaan di luar melalui jendela.
Tunggu, ada yang aneh.
Tidak seperti yang kubayangkan, di luar sana terlihat lebih kacau. Pohon-pohon itu mengering, juga tak ada lagi rumput yang tumbuh liar di pekarangan rumah. Apa yang sebenarnya terjadi? Pikirku bertanya.
Aku membuka pintu, mengecek keadaan di luar. Tidak peduli jika mendapat teguran oleh orang yang mungkin saja sedang berpatroli.
Memilih untuk mengunjungi tetanggaku, seperti yang biasa kulakukan sebelum kekacauan ini terjadi.
Seorang pria tua, mantan antariksawan yang cukup dikenal pada masanya. Memilih hidup sendirian setelah selesai menjalankan misi terakhirnya bersama ISA.
“Tuan Elliot?”
Tidak mengharapkan jawaban, hanya memberikan sinyal bahwa aku datang.
Memasuki rumah itu, aroma dari buku-buku tua dengan sedikit campuran aroma kayu begitu menyeruak. Aku mengedarkan pandang, ku lihat dirinya terduduk di atas kursi roda, tepat disudut ruangan.
“Apa yang kau lakukan di sini nak?” sambutnya.
“Hujan asam baru saja mereda, tetesan air itu tak baik untuk tubuhmu.” Begitu jelasnya.Hujan itu, pasti efek jangka panjang yang disebabkan oleh ledakan kemarin.
Aku baru saja akan menghampirinya. Namun, suatu hal menarik atensiku. Buku tua itu, entah sejak kapan berada di sana, aku tidak pernah menyadarinya. Sampul yang telah menguning seperti sudah lama sekali tak terjamah. Aku mengamatinya, tulisan dibagian depan itu seperti tak asing bagiku. Elliot G 1340.
***Laci itu terbuka, menampakkan sebilah surat. Terlihat alamat sang penerima. For Mr. Sharpen. Yang merupakan Ayahku.
Aku membacanya, tak luput satu kata pun. Namun, ada satu hal yang membuatku tercengang.
Elliot G 1340 merupakan pesawat luar angkasa yang menewaskan sekitar 30 orang saat ujicoba berlangsung, akibat besarnya radiasi nuklir, termasuk orang tuaku.
Elliot Gliss, pria tua itu adalah orang pertama yang mencetuskan ide ini. Begitu jeniusnya dia, hingga menjadi awal dari kehancuran dunia.
Tidak ada yang dapat dipercaya dari orang-orang yang berada dalam organisasi itu. Mereka yang mendapat julukan sebagai jajaran orang-orang jenius, nyatanya tak lebih dari seorang perusak.
Kini, tak ada lagi yang dapat diperbaiki.
Langit itu sudah tak lagi menampilkan warna kebiruan, melainkan sorot merah yang terus menghiasinya.Sudah tak ada lagi oksigen untuk dihirup, melainkan hanya kepulan asap yang terus memasoki udara.
Hewan-hewan dan tumbuhan tidak dapat bertahan hidup lagi, karena terkena reaksi hujan asam yang tidak dapat dikendalikan.
***Mataku mengerjap, pasokan cahaya memasuki retinaku. Ini seperti mimpi buruk, sangat buruk.
Begitulah kejadian yang kuingat sepuluh tahun lalu.
Kini, disinilah aku berada. Dalam ruang sempit yang jauh sekali dari rumah. Tubuhku terduduk dengan pengaman disekeliling. Menjadi bahan percobaan dari ISA, yang berpikir bagaimana jika manusia awam tinggal diluar angkasa. Karena kini, bumi benar-benar tidak bisa lagi ditinggali.
Entah apa yang menjadi isi kepala orang-orang itu, begitu rumit dan tak terduga.
Namun, aku tidak sendirian. Beth, orang yang paling membenci organisasi itu kini bergabung dengan mereka. Memakai pakaian berjas putih selayaknya penyelamat.
Ketika aku mengamuk saat beberapa cairan disuntikkan, mereka terus berbisik.
“Kita akan menyelesaikannya, kita akan bekerja sama. Tenang, semua akan selesai.”