GETARAN di kursinya terasa semakin melambat, seakan mengalah pada detak jantungnya yang kian kuat. Di luar jendela langit masih gelap. Ibu tua yang duduk di depannya tetap saja tertidur pulas, sementara matanya sendiri terus terbuka dalam lima jam terakhir.
Tiba-tiba tubuhnya terhentak ke depan. Untung saja IU berpegangan pada lengan kursi sehingga tidak sampai terjatuh. Dilihatnya orang-orang mulai berdiri dengan barang bawaan masing- masing, termasuk ibu tua itu.
Dengan travel bag di tangan, ia turun dari gerbong kereta. Pandangannya menerawang ke seluruh stasiun. Tak ada Yoongi. Tapi, justru ia akan heran bila lelaki itu menjemputnya. Bunda Tara sudah ia wanti-wanti agar tak memberi tahu anaknya mengenai rencana kepergiannya ke Busan.
Biarlah ini menjadi kejutan yang menyenangkan... atau menyedihkan, Gi?
Sesampai di pintu keluar, IU langsung naik taksi yang pertama kali ditemuinya. "Ahjushi, tolong antar ke [alamat]."
"Ya, Nona," sahut sopir itu di balik setir. Tak lama, mobil yang membawa keduanya semakin menjauhi stasiun.
Apa yang dilihatnya dari balik jendela taksi yang sedang melaju berbeda dengan apa yang dilihatnya saat kemari sewaktu masih kecil dulu. Kota Busan semakin indah dan ramai.
Matahari pagi mulai menerangi kota saat mereka tiba di jalan yang dimaksud. IU meminta sopir untuk memperlambat laju taksi. Lalu dicarinya nomor empat puluh tujuh.
Kamar hotel nomor lima belas tempatnya kini berada berhadapan langsung dengan Busan Expo, kantor Yoongi bekerja. Dari balik jendela, IU terus pandangi pintu depan kantor itu, berharap dapat melihat Yoongi saat lelaki itu masuk kerja.
Setelah dua puluh menit menunggu, IU melihat seorang lelaki berdasi mengendarai sepeda dari arah kiri jalan. Pengendara sepeda itu beberapa kali membunyikan bel padahal tak ada yang menghalangi jalannya. Jarak pun semakin dekat dan wajahnya semakin jelas terlihat. Ya... IU sangat mengenalnya. Yoongi terlihat sehat, bahkan bersemangat.
Tiba-tiba IU merasakan lututnya lemas. Seluruh persendiannya seperti tidak berfungsi. Cepat-cepat tangan IU mencengkeram kuat tirai jendela, menahan tubuhnya agar tidak jatuh.
Ingin segera ia keluar kamar, menuruni tangga hotel, menyeberang jalan dan memeluk lelaki itu, meminta maaf serta menangis sejadi-jadinya. Ingin segera ia cegah lelaki itu masuk kantor dan mengajaknya pulang. Ingin segera ia panggil namanya dari jendela.
Kerinduan tebal yang ia bendung berbulan-bulan bisa saja ia lepaskan saat itu juga. Tapi, tidak, pikirnya. Ia harus bersabar, menunggu waktu yang tepat.
Tapi, adakah yang lebih tepat dari saat ini?
Kemudian IU berdiri di depan cermin persegi yang terpasang di dinding kamar. Rambutnya tampak berantakan dan pakaiannya terlihat kusut. Matanya merah. Ia tahu, ia harus mandi dan berganti pakaian.
***
Beberapa tamu memandang ke arahnya, termasuk bell boy itu. Mereka jelas-jelas tampak terpesona dengan kehadiran IU di lobi hotel.
Sambil duduk di kursi rotan cantik, ia hirup sisa susu cokelat di gelasnya. Ia telah mandi dan berganti pakaian yang menurutnya terbaik untuk keadaan saat ini rok. berempel selutut dan blus lengan pendek berwarna putih. Jam kado ulang tahun yang kedua puluh lima pemberian Yoongi melingkari pergelangan tangan kanannya. Tenaganya telah pulih, mungkin karena sarapan roti lapis keju tadi.
Pukul sembilan lebih tiga puluh menit. Hatinya kini mantap untuk menemui Yoongi. Lalu, ia bangkit dari kursi, berjalan keluar dari pintu hotel dan diseberanginya jalan. IU melihat sepeda itu masih terparkir di tempat yang sama. Seorang resepsionis perempuan menyambutnya ramah saat IU memasuki kantor itu.
"Saya ingin bertemu Tuan Min Yoongi," jawab IU saat ditanyai maksud kedatangannya.
"Tuan Min berangkat dengan rombongan ke Proyek sejak satu jam lalu, sedang meninjau pembangunan di sana. Biasanya jam tiga sudah kembali. Mbak mau titip pesan?"
IU menimbang-nimbang. Kemudian ia putuskan untuk kembali lagi nanti sore. "Kalau Tuan Min kembali, tolong jangan beri tahu dahulu beliau tentang kedatangan saya," ujarnya pada resepsionis itu. Walau kecewa tak berhasil menemuinya, IU merasa lucu juga dengan panggilan "Tuan" untuk Yoongi. Sewaktu hendak berjalan keluar, resepsionis itu memanggilnya lagi.
"Nama Nona... IU, bukan?" tanya resepsionis itu agak ragu.
"Benar," jawab IU dengan pandangan heran.
"Pantas saya merasa familier dengan wajah Nona. Tapi, ternyata, Nona IU lebih cantik dari lukisannya."
Lukisan?
KAMU SEDANG MEMBACA
D-DAY [Completed] ✓
RomanceUntuk Dhika Achmad Baharsyah yang pernah cemburu terhadap Min Yoongi.. Mengingat Lagi Masa Lalu Sebuah Pengantar "Aku Mencintaimu"