D-DAY THE FINAL

256 26 7
                                    

BULAN Juli seperti mengingkari janji

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BULAN Juli seperti mengingkari janji. Siang ini adalah hari ketiga hujan gerimis turun di Kota Seoul.

IU berdiri di depan gapura dengan pandangan beredar ke segala penjuru. Mungkin karena hujan gerimis yang tidak juga reda, pemakaman Seoul begitu sepi dari peziarah.

Kemudian IU berjalan menyusuri jalan setapak sambil berlindung di bawah payung hitamnya. Kakinya ia langkahkan dengan hati-hati agar tidak menginjak makam-makam di sana yang tersusun padat. Bahkan beberapa di antaranya hampir tak berjarak.

Berdasarkan peta yang diberikan ibunya, IU dapat segera menemukan makam itu. Beberapa rangkaian bunga beraneka warna berada di atasnya. Batu nisannya tampak masih baru. Walaupun sudah siap untuk menghadapi hal ini, tetap saja dadanya terasa sesak sewaktu matanya membaca tulisan yang terukir di sana.


LAHIR: 21-03-1994
WAFAT: 29-06-2023

Setelah membaca doa, IU pandangi makam itu sambil berdiri di sampingnya. Di dalam hati ada sejuta hal yang ingin ia sampaikan kepada Yoongi. Kini, jarak mereka sudah begitu dekat, tapi alam mereka sudah berbeda. Kemudian IU berbicara seakan-akan lelaki itu masih hidup. dan hanya berbaring di depannya.

"Ungie Sayang, apa kabar? Kuharap kamu baik-baik saja di bawah sana. Maafkan aku yang baru hari ini datang berkunjung kemari. Selama sebulan terakhir aku terus bertanya-tanya, mencari jawaban mengapa hal- hal buruk harus terjadi pada kita. Dan, aku belum juga menemukannya.

Gi, maafkan aku yang telah membuatmu terluka meski aku tahu kamu telah memaafkan aku sejak lama. Kamu selalu saja baik seperti itu, membuatku merasa malu atas sikapku.

Kamu tahu, sejak aku memutuskan hubungan kita, aku pun selalu merindukanmu. Tapi, aku selalu menipu diriku sendiri dan menyangka semua akan baik-baik saja. Dan ternyata itu salah. Aku sesungguhnya tersiksa sejak kita berpisah.

Surat mu lah yang telah sadarkan aku. Aku menangis sejadi-jadinya setelah membacanya. Kamu pasti merasa menyesal bila tahu itu, karena kamu nggak pernah mau membuatku menangis. Lagi-lagi aku merasa malu atas sikapku.

Gi, kamu pasti nggak tahu kalau aku menemui temanmu dan bunda mu beberapa waktu lalu. Ya..., aku memang mencari mu dan ingin kita kembali. Mereka begitu mengkhawatirkan mu saat itu. Dan, kamu pasti terkejut sewaktu aku katakan ini: aku menyusul mu ke Busan

Ratusan kilometer aku tempuh untuk kita berjumpa. Aku sengaja nggak memberitahumu terlebih dahulu, agar pertemuan kita menjadi sebuah kejutan yang menyenangkan. Kamu sendiri sering membuat kejutan untukku.

Aku pun sempat melihatmu dari jendela hotel di depan kantormu. Saat itu jarak kita hanya beberapa meter saja, persis waktu pertama kali kamu memperhatikan aku. Kamu tampak memesona dengan sepeda tua mu yang antik. Kamu biarkan angin pagi mempermainkan dasi dan rambutmu yang lurus sedahi. Dan kamu... terlihat bersemangat. Aku sempat berpikir bahwa jangan-jangan kamu telah melupakan aku dan sudah bersama perempuan lain. Tapi, prasangka buruk itu segera terusir saat aku melihat lukisan itu terpampang di dinding ruang kerjamu, maaf, aku berprasangka buruk lagi.

Ungie Sayang.

Kamu begitu baik, bahkan kepada orang-orang yang nggak kamu kenal. Aku masih ingat bagaimana kamu bujuk agar aku nggak memarahi pelayan kantin itu. Mungkin itu memang hanya cara kamu merayu, tapi sungguh... aku sangat menyukainya.

Aku pun masih ingat, seakan itu baru terjadi kemarin lusa. Kamu menyusul ku ke Jepang, sampai-sampai Ayah Min memotong uang sakumu satu semester. Hanya untuk menemui ku, kamu mengorbankan diri seperti itu. Kamu memang lelaki yang baik.

Begitu juga kata mereka, teman-teman kerjamu. Kamu sangat baik, menolong pekerja bangunan itu dari kecelakaan, padahal kamu sendiri nggak tahu siapa namanya. Gedung tua yang sedang kamu pugar itu, lantai duanya roboh sebelum waktunya. Sebuah batu pecahan lantai jatuh tepat di atas pekerja itu. Kamu segera melompat dan mendorongnya hingga dia selamat. Sedangkan tubuhmu sendiri tertimpa batu itu.

Sayang sekali, helm proyek yang kamu kenakan kurang kuat melindungi mu dari hantaman batu yang sangat keras. Kamu terluka parah di bagian kepala dan meninggal di dalam mobil yang sedang membawamu ke rumah sakit.

Saat mendengarnya, aku sungguh-sungguh nggak percaya. Kamu baru berusia dua puluh lima. Kamu masih begitu muda, seharusnya perjalanan hidup kamu masih panjang. Siapa yang nggak merasa kehilangan anak lelaki sebaik kamu?

Gi,

Mereka bilang, kamu terlihat bersemangat dalam dua minggu terakhir, sejak kamu memiliki sepeda itu- justru kamu yang terkadang seperti anak kecil. Kamu selalu tersenyum dan ramah pada teman-teman kerjamu. Kamu pun mulai terbuka terhadap mereka. Bahkan, kamu mengenalkan aku pada mereka lewat lukisan itu. Kamu selalu puji-puji aku. Kamu katakan aku cantik, baik, dan menyenangkan. Nggak sekali pun kamu beberkan kekuranganku. Sungguh... aku malu padamu, Pram.

Ungie Sayang,

Kamu tahu, aku nggak segera pulang setelah ayah- bundamu membawamu kemari. Aku menetap seminggu di sana. Aku mampir ke rumah kontrakan mu, bahkan aku sempat mencoba sepeda kumbangmu. Dengan sepeda itu, aku susuri jalan-jalan antara kantor dan rumah kontrakan mu, mencari-cari tahu, kira-kira apa yang selalu kamu lihat.

Di atas sepeda yang sedang ku kayuh, aku sering berpikir seandainya... seandainya aku nggak pernah meminta kita berpisah, seandainya aku menjelaskan semuanya waktu itu, seandainya aku sapa kamu pagi itu, mungkinkah semua ini menjadi lebih baik?

Pertanyaan itu terus saja berputar-putar di kepala, menusuk jantung dan menghimpit tubuhku. Hampir- hampir aku menjadi gila oleh rasa bersalah. Tapi aku segera tersadar saat ku temukan sesuatu di meja kamar kontrakan mu, secarik kertas bertuliskan puisi. Sebelumnya aku nggak melihat itu karena terselip di bawah buku-buku arsitek mu.

Aku bacakan, ya...

Gemuruh dihati ku mereda sendirinya, langit menjadi lebih cerah dan udara tak lagi menyesakkan dada. Mungkin karena telah kutemukan definisi lain dari cinta. Makna tak lagi berasal dari pertemuan dan rasa rindu membuatku bahagia.

Yoongi.

Aku bersyukur, di hari-hari terakhir, kamu telah ber- damai dengan hatimu. Aku pun merenungkan puisi itu selama beberapa minggu, dan sekarang aku berdiri di sini.

Meski aku masih nggak percaya dan bertanya-tanya mengapa hal-hal buruk harus terjadi pada kita, tapi puisimu telah memberikan aku secercah harapan. Harapan bahwa suatu hari, gerimis di hatiku pun akan mereda.

Kamu masih ingat dengan kata-kataku ini beberapa tahun dulu? Gi, terima kasih untuk puisimu."

Kemudian IU meletakkan setangkai anggrek putih di atas batu nisan Yoongi dan melangkahkan kakinya pulang.

_The End_

*cerita ini aku persembahkan untuk Alm. Pria ku yang hebat, yang sekarang sudah menjadi bintang di langit.. Aku Mencintaimu dengan segenap kata kata, dengan keindahan puisi, dengan hati yang rapuh.. Sampai jumpa lagi di keabadian - Nya.

*Thanks guys ..  di tunggu story selanjutnya ya ;)

D-DAY [Completed] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang