D-DAY 7

112 28 7
                                    

"HALO, Bi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"HALO, Bi. Ini IU," sapanya dengan nada hati-hati. Butuh setengah jam bagi IU untuk menekan nomor telepon Hobi.

"IU nya Unggie?" tanya Hobi di telepon,

Mendengar kata "IU nya Ungie," detak jantung IU seperti dipercepat dua kali. "I... iya," jawabnya agak ragu. Masih pantaskah aku menjawab 'iya?'

"Bi, aku ingin kita ketemu. Ada yang ingin aku bicarakan. Kalau bisa, nanti sore aku mampir ke rumahmu. Tapi, tolong... jangan beri tahu Ungie." Kata-kata terakhir ia ucapkan dengan lebih pelan. Beberapa lama IU tak mendengar jawaban.

"Kalau ini demi kebaikannya... aku tunggu di rumah jam lima sore," kata Hobi.

"Terima kasih, Bi," ucap IU yang diteruskan menutup telepon.

***

IU membelokkan mobil nya memasuki kawasan Seoul Village. Sebenarnya, sudah satu jam ia berada di daerah itu, satu jam lebih cepat dari janji pertemuannya dengan Hobi. Mungkin karena sudah tak sabar. Saat ini, ia sangat berharap sahabat Yoongi itu akan memberikannya sebuah jawaban.

***

"Kamu terlihat kurus, Yu," sambut Hobi saat mereka duduk di ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu terlihat kurus, Yu," sambut Hobi saat mereka duduk di ruang tamu. Hobi menawarkan minum, tapi IU menolaknya halus.

"Yah, mungkin karena aku terlalu sibuk dengan kerjaan kantor," jawab IU berbohong. Berat badannya turun lima kilo seminggu ini, sejak membaca surat itu.

"Sudah lama sekali kita nggak ketemu, Yu. Kira-kira... lima... atau enam bulan."

"Enam bulan lalu, Bi... sewaktu acara Tahun Baru. Aku ke sini bersama Ungie.. ehmm.. Aku datang kemari karena ingin membicarakan sesuatu denganmu.... Tentang Ungie," ujar IU memberanikan diri membuka topik utama. "Bagaimana dia sekarang?" tanyanya.

Hobi tak segera menjawab, malah memalingkan muka. Pandangannya seperti menerawang entah ke mana. Beberapa detik kemudian baru ia berkata, "Sebenarnya, Ungie sudah sebulan menghilang."

"Menghilang?"

"Maksudku, ia pergi begitu saja sebulan yang lalu tanpa memberi tahu hendak ke mana. Aku sudah coba tanya ibunya, tapi beliau pun nggak mau jawab. Yang penting Ungie akan kembali suatu hari, ibunya cuma bilang begitu."

Cukup lama IU terdiam. "Bagaimana dengan kafe nya?" tanyanya kemudian.

"Kafenya tutup sejak dia pergi," jawab Hobi sedih.

IU jadi teringat kejadian lalu, sewaktu hendak mengembalikan paket itu.

"Yu, aku nggak akan menginterogasi alasan kenapa kamu tinggalkan Ungie," ujar Hobi dengan suara sedikit perlahan. "Tapi, aku mohon kamu mau temui dia. Sekali saja. Terhadapmu, mungkin, ibunya akan terbuka. Kalau mungkin, susul Ungie di mana pun dia berada. Aku sangat mengkhawatirkannya."

"Menurutmu, aku harus menemuinya, Bi?" tanya IU ragu.

"Ya, meskipun kamu sudah nggak cinta..."

"Aku masih cinta dia, Bi,"  potong IU. Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya.

Hobi tersenyum. "Aku lega mendengar itu, Yu. Ungie pun pasti masih cinta kamu. Aku yakin itu. Sebenarnya, aku nggak mau membebani kamu, tapi aku tetap harus mengatakannya. Ungie sangat terluka sejak kamu tinggalkan dia. Meskipun dia nggak pernah sedikit pun cerita tentang kesedihannya, aku tahu itu. Dia memang masih bisa tertawa, tapi sorot matanya seperti mati. Semangat hidupnya yang tinggi hilang entah ke mana."

Oh, Tuhan!

D-DAY [Completed] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang