3~ Dua Pilar

470 55 9
                                    

Ini adalah minggu ke 2, Elior terus disibukan oleh schedulenya. Ternyata seperti ini rasanya sibuk. Ia bekerja nonstop 12 hari penuh tanpa istirahat panjang. Elior, merindukan masa-masa menganggurnya sebagai Reyna. Ternyata betul ya jadi manusia itu serba salah, diberi pekerjaan mengeluh lelahnya. Dibuat pengangguran butuh uangnya.

Semenjak project pertamanya di Five Star, banyak Agensi lain mulai melirik Elior. Seperti hari ini. Jadwalnya kali ini, ia akan melakukan pemotretan sebuah Brand Fashion. Seperti yang Bein ucapkan beberapa hari yang lalu, ia akan melakukan kolaborasi dengan 2 Model lainnya. Elior, tak penasaran siapa 2 partnernya tersebut, ia hanya berjalan sesuai jadwal dan ingin segera mengakhiri hari untuk kembali beristirahat. Tubuhnya betul-betul diterpa kelelahan. Sepertinya ia belum terbiasa dengan jadwal sepadat ini.

"El. Mereka udah datang. Lo siap-siap juga yah. Sebelum mulai kita semua briefing dulu," ucap Bein ditengah lamunan Elior.

Elior mengiyakan. Iya sebenarnya lelah dan ingin tidur sebentar saja. Tapi semua berjalan cepat, Elior juga harus mengimbangi pergerakan itu meskipun tubuhnya kelelahan. Elior segera berganti pakaian, dalam ruangan sempit tanpa cermin Elior kesusahan membetulkan posisi breast bindernya. Ia merasa sesak seharian, ia ingin bernafas sebentar saja.

Elior mengipasi tubuh polosnya dengan tangan, ia sangat kegerahan. Elior memejamkan matanya sebentar, ia menghitung mundur dalam hati. 1 menit aja. Ia ingin mengistirahatkan matanya yang sudah berat.

Satu menit berlalu terasa seperti 3 detik hitungan, Elior segera bergegas untuk merapihkan kembali penampilannya. Tangannya sibuk memasukan barang-barang kecil yang ia butuhkan kedalam tas pribadinya. Elior menarik resleting kasar, selembaran kain jatuh membuat pandangannya terganggu. Itu sapu tangan. Kepalanya kembali mengingat. Ah. Seseorang memberi ini saat ia menangis dalam kegagalan tempo hari. Ia membuka selembar kain segi empat tersebut, masih wangi ternyata. Elior belum menyentuhnya sama sekali. Matanya menyipit tajam, ada rajutan nama di ujung kain tersebut. Alvaro Gavyn.

Belum sempat Elior mengingat, suara bising dibalik pakaian tergantung membuyarkan perhatiannya. Ah mungkin staff sudah mulai bersiap-siap segera, Elior tak menghiraukan. Ia bergegas untuk bergerak lebih cepat.

🍃🍃🍃

"El. Cepet sini," ucap Bein sedikit meninggikan suaranya.

Elior. Anak itu berlari kecil menghampiri Bein yang tak sabaran.

"Itu Felix dan Gavyn. Lo adaptasi ya sama mereka, inget jangan gugup. Kemarin-kemarin lo masih nyaman sendiri. Tapi sekarang dan seterusnya, akan banyak model yang berpartner bareng. Jadi lo harus bisa menyesuaikan diri.

Elior mengangguk malas. Yang penting tanggepin dulu, urusan ia bisa atau tidak terserah nanti. Bein ini selalu banyak omong membuat Elior pusing sendiri.

"Mereka itu dua terbaik. Belum ada yang ngalahin sejauh ini. Tapi sekarang ada lo, gue yakin lo bakal sejajar nanti sama posisi mereka, atau bisa aja diatasnya," jelas Bein.

Elior bingung Bein ini sangat terobsesi sekali untuk membuatnya terkenal. Padahal dipikirannya, ia hanya berubah sedikit untuk project yang tak seberapa yang penting Elior bisa hidup dari penghasilan itu. Diluar dugaan ternyata ia di bawa kedalam dunia yang menurutnya mengerikan. Ia tak mau bersaing dengan laki-laki. Ambisinya dulukan menjadi model wanita terkenal, bukan kenyataan yang seperti ini.

Elior menarik nafas perlahan, "Mereka udah sepopuler itu ya? Gak yakin aku bisa sejajar sama mereka," balas Elior. Sebetulnya ia menahan Bein untuk tak terlalu mendorongnya kuat. Ia ingin berjalan perlahan, hari-harinya cukup melelahkan.

Two Sides [Hyuckren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang