🍃🍃🍃
Beberapa bulan berlalu Gavyn lalui kekosongan dengan Vean yang selalu merecoki kesehariannya, demi apapun ia sudah tak berselera untuk melakukan kontak apapun selain dalam pikirannya hanya ada nama Elior, tapi Gavyn bisa apa.
Segala bentuk kepasrahan untuk Vean ia lakukan hanya untuk menghibur diri, ah apa ini satu cara yang benar untuk menghibur diri? Bersama orang lama yang sudah membuat hati Gavyn sendiri dibuat hancur, entahlah rasanya ia sudah mengawang semenjak perasaanya terguncang beberapa bulan yang lalu, Gavyn juga lebih banyak merenung dan tak bersemangat melakukan apapun.
"Vyn. Kamu udah laper?" Vean bersuara disela perjalanan keduanya menyusuri pantai. Hanya gelengan respon dari Pria itu.
"Hm." Maksud Vean justru ia sendiri yang lapar, mengapa sulit sekali membuat laki-laki itu untuk peka.
"Aku udah lapar," sambung Vean lagi.
"Ya udah makan aja."
Astaga. Gavyn! Untung saja Vean bisa sedikit lebih bersabar, ini adalah karmanya. Dahulu selalu ia yang diratukan dan dilayani seperti gadis kesayangan, tapi saat ini? Ah apakah dulu Gavyn juga sama kesalnya dengan sikap dirinya. Entahlah.
"Masih bingung mau makan apa, mau cari minum dulu yah."
Gavyn mengangguk lagi dengan tatapan kosong, "cari aja." Sebetulnya Gavyn masih mengingat potret yang Aji kirimkan, ia dan Elior satu tempat yang sama, mungkinkah ia akan bertemu? Apa sebaiknya ia menghindar dan pergi?
Vean menghela nafas panjang, melihat Gavyn acuh. Inginnya ia mencari bersama tapi sepertinya Gavyn ingin sendiri terlebih dahulu. Baiknya ia tinggalan sebentar saja, ia juga bisa mati kehausan jika tetap menunggu Pria itu untuk Peka.
🍃🍃🍃
Sejak gagalnya pertemuan sore tadi, Elior ditinggalkan begitu saja oleh Bein. Alhasil ia berjalan-jalan sendirian tak tahu arah, dalam kondisi seperti ini peluang untuk melarikan diri sebetulnya sangat besar. Tapi percuma saja ia lari. Melarikan diri atau tidak Elior sepertinya tetap akan berakhir menyedihkan.
Elior memandangi dreamcatcher yang Gavyn belikan untuknya dengan mata nanar. Elior selalu membawa itu dalam tasnya. Gavyn bohong katanya benda ini penangkap mimpi buruk sekaligus pembawa nasib baik, kenyataan tidak seperti itu. Seluruh mimpi buruk justru datang setelah benda ini ada, Elior menyesal pernah menginginkan benda itu. Walapun begitu Elior tetap membawa benda tersebut dalam tasnya kemanapun ia pergi, berharap kabar baik segera datang merajut benang-benang berserakan dari perasaan Elior menjadi rajutan teratur seperti dalam dreamcatcher.
1 jam berlalu, entah sudah pijakan keberapa Elior berjalan-jalan di tepi pantai sendirian. Orang-orang tak akan mengenalinya. Semilir angin menyapu, membawa perasaan sendu semakin mengalun merdu seperti sebuah senandung kesedihan. Apapun yang Elior lalui setelah Gavyn tak ada, semua jadi berubah. Ia hanya ingin kepastian saja, apa yang sebenarnya terjadi, jikapun kabar buruk yang datang, Elior bersedia menerimanya dengan lapang dada asalkan semua jelas dihadapannya bukan menggantung seperti saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Sides [Hyuckren]
FanfictionTentang Reyna, yang bercita-cita menjadi model terkenal. Namun nasibnya selalu kurang beruntung. Menghabiskan banyak waktu, uang dan tenaga tanpa hasil membuat Reyna nekat menerima tawaran seseorang untuk menjadi model bintang pria. Tapi siapa sangk...