𑁍𑁍 (P A R T 𑁍𑁍 01) 𑁍𑁍

169 7 0
                                    

✼  ҉  ✼  ҉  ✼ ✼  ҉  ✼  ҉  

ON RAINY DAYS

Hari itu pemakaman teman sekelasku, Sean. Si pria manis dengan senyuman yang tak pernah hilang dari wajahnya. Dia, si penuh senyum. Ya, julukan itu memang pantas untuknya. Memang hanya untuknya saja. Namun, semua itu tak berlaku di saat hari pemakamannya. Di saat semua orang ingin mengantarkan kepergiannya. Dia, sosok yang selalu membuat siapapun yang berada di sekitarnya merasa bahagia. Dia, sosok yang selalu membawa keceriaan dimanapun ia berada.

Saat itu pemakamannya dilakukan tepat di hari yang sama sekali tidak sesuai dengan kepribadiannya semasa hidup. Di hari dimana hujan turun dengan begitu lebat mengiringi kepergiannya. Dimana sang mentari pun lebih memilih untuk menyembunyikan dirinya. Sungguh berlawanan dengan keberadaannya yang selalu membawa kehangatan dan keceriaan bagi siapapun yang berada di sekelilingnya. Seolah-olah alam pun turut kehilangan cahayanya.

Begitu pula dengan semua orang yang hadir di dalam ruangan itu. Pastilah mereka juga ikut merasakan kesedihan yang sama. Kesedihan dan kehilangan yang bercampur menjadi satu. Di dalam sana ada begitu banyak orang yang menangisi kepergiannya. Baik saat di upacara penghormatan terakhir hingga ke pemakamannya. Mereka semua berdiri dan berkumpul sembari menundukkan kepala mereka. Memanjatkan doa terdalam. Sembari mengingat kembali kenangan yang pernah mereka lalui bersama dengan tubuh yang sudah terbaring dengan tenang ditempatnya itu.

Mungkin sebagian orang bisa menahan dirinya untuk tidak menangis. Ketika melihat fotonya yang terpajang di atas meja altar dengan senyuman manisnya yang terkembang sempurna. Tapi, mereka yang pernah merasa sangat dekat dengan pria manis itu, tentu tak bisa menghentikan air mata kesedihan yang terus mengalir mengiringi kepergiannya. Ya, kepergiannya yang begitu tiba-tiba. Betapa hancurnya perasaan orang-orang yang telah ditinggalkannya. Selain ibunya, Zhao Lusi yang menjadi sahabat baiknya, juga ... Diriku sendiri.

Namun, saat itu aku tidak datang. Aku memilih untuk tidak menghadiri pemakamannya. Ataupun untuk sekedar mengucapkan salam perpisahan terakhir kali untuknya. Jika ia tahu, pastilah ia akan menganggapku sebagai seorang pecundang besar. Terserahlah. Tak masalah bagiku.

Aku lebih memilih berdiam diri di rumah. Lebih tepatnya, hanya mengurung diri di dalam kamar. Siapapun bisa melihatnya dengan jelas. Bagaimana keadaan kamarku yang sangat tak terkondisikan. Berantakan. Banyak barang-barang yang tergeletak tak sesuai tempatnya. Terasa begitu gelap dan hampa di dalamnya. Aku tidak ingin menyalakan lampu. Ataupun membiarkan cahaya masuk ke dalam kamarku. Aku tidak ingin berbicara dengan siapapun atau melakukan apapun. Banyak buku yang berserakan dimana-mana. Dan entah sudah berapa kali aku bolak-balik membaca kembali semua buku-buku itu sampai selesai.

Sangat kacau. Seperti itulah, gambaran tentang keadaanku dan juga hatiku yang mulai merindu. Rasanya sangat sakit dan mencekik. Ragaku tidak kurang suatu apapun. Tapi, tidak dengan jiwaku. Aku tidak bisa berpikir jernih. Terkadang aku lebih memilih berbaring di tempat tidurku. Hanya untuk memejamkan mata saja. Untuk sejenak menjadi seperti orang buta, yang tidak ingin melihat kenyataan yang sebenarnya. Apapun itu. Bahkan hingga membiarkan beberapa kali ponselku terus berbunyi karena banyak panggilan telepon ataupun pesan yang masuk. Pesan?

Mendadak aku teringat akan balasan pesan terakhirku untuknya. Aku langsung meraih ponsel yang kuletakkan di dekat bantal. Tanpa membuang waktu, aku pun langsung membuka aplikasi chatku. Dan tak ingin mempedulikan berapa banyak pesan menumpuk yang belum kubaca di sana. Memang tak berniat untuk membacanya apalagi membalasnya. Tujuanku, hanya pesan terakhir dari namanya saja yang ingin kubuka dan kubaca ulang. Sekali lagi.

Begitulah jawaban pesan terakhir yang sempat aku kirimkan padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Begitulah jawaban pesan terakhir yang sempat aku kirimkan padanya. Juga sekaligus menjadi percakapan terakhirku dengannya di hari itu. Ya, hanya satu pesan. Dan hanya sepotong kalimat saja. Entah ia sempat melihatnya atau tidak. Membacanya atau tidak. Aku tidak tahu.

Aku hanya berharap ....

Bisakah kau kembali sekali lagi, Sean?

✼  ҉  ✼  ҉  ✼ ✼  ҉  ✼  ҉  

- TO BE CONTINUED -

I WANT TO EAT YOUR PANCREASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang