𑁍𑁍 (P A R T 𑁍𑁍 02) 𑁍𑁍

142 8 2
                                    

✼  ҉  ✼  ҉  ✼ ✼  ҉  ✼  ҉  

MEMORIES

Dari kejauhan seorang pria manis nampak berlari terburu-buru dari arah gerbang masuk sekolah. Setelah sebelumnya, ia sempat berhenti sebentar untuk membetulkan tali sepatunya yang lepas. Larinya begitu lincah dan gesit sembari berusaha menghindari anak-anak lain yang tengah lewat lalu lalang di sekitarnya. Sepanjang jalan ia berusaha untuk menghindari mereka satu persatu agar tidak saling bertabrakan. Dengan semangat, ia terus saja berlari menuju ke arah perpustakaan sekolah yang menjadi tujuannya.

"Maaf, ya! Aku ... haahh ... sedikit terlambat," ucap pria manis itu sembari mengatur kembali napasnya yang terengah-engah. Setelah ia berhasil bertemu dengan seorang temannya yang berdiri tak jauh dari pintu masuk perpustakaan. Seorang pria jangkung tanpa ekspresi yang tengah sibuk mengembalikan buku-buku ke dalam rak semula.

"Jangan berlarian di dalam perpustakaan," tegur pria jangkung yang masih sibuk dengan buku-buku di tangannya itu dengan nada datarnya.

Pria manis itu memutar bola matanya malas. Seakan lebih malas lagi jika harus diceramahi panjang lebar oleh partnernya itu. Partner? Ya, mereka berdua memang partner, yang bertugas sebagai penjaga perpustakaan sekolah. Lebih tepatnya, hanya pria jangkung itu saja yang bertugas. Sementara si pria manis itu lebih suka bermain-main sesuka hatinya.

"Iya, iya. Aku tahu," jawab pria manis itu mengiyakan sembari ikut merapikan buku-buku itu ke dalam rak semula. Namun, ia tak menyadari jika si pria jangkung itu tengah memperhatikannya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya heran.

"Apa yang kau lakukan?" tanya pria jangkung itu tak bisa lagi menahan rasa ingin tahunya. Saat melihat pria manis itu ikut mengambil beberapa buku dari dalam troli yang tadi dibawanya. Mengembalikannya ke dalam rak semula seperti apa yang ia lakukan.

"Apa? Tentu saja mengembalikan buku-buku ini ke tempatnya seperti semula." Pria manis itu hanya melirik sekilas. Sebelum kembali mengambil beberapa buku dan mengembalikannya kembali ke dalam rak yang kosong. Ya, begitulah. Mungkin karena menurutnya, itu adalah pekerjaan yang mudah dan tidaklah rumit. Jadi, kenapa harus dipermasalahkan? Pikirnya.

"Tapi, kau lihat? Yang kau pegang itu buku sejarah. Dan tempatnya ada di sini," tunjuk pria jangkung itu pada sebuah rak susun yang berada di depannya, yang berisikan rentetan panjang buku-buku sejarah yang membosankan bagi sebagian orang.

"Lalu, apa bedanya?" Pria manis itu mengangkat bahunya tidak peduli. Ia lebih memilih untuk tidak menghiraukan ucapannya. Lagipula, ia juga tidak merasa terganggu sama sekali akan ucapan partnernya itu.

Pria jangkung itupun menghela napas lelah, memilih mengalah dan tidak ingin berdebat. Ia pun lantas menarik pergi troli yang masih dipenuhi oleh tumpukan buku yang belum dikembalikan ke tempatnya. Tanpa menghiraukan si pria manis itu yang malah sengaja mengikutinya di belakang.

"Lagipula ... jika kau terus mengingatkanku, aku pasti akan bisa dengan sendirinya," celetuk pria manis itu yang kini berlari kecil mengejarnya. Dan dengan kedua tangannya ia berusaha menahan troli itu dari depan dengan paksa. Membuat pria jangkung itu mau tak mau harus menghentikan langkahnya.

"Itu mudah. Kau tinggal mengingat kode bukunya saja," jawab pria jangkung itu dengan singkat, padat, jelas dan datar. Ya, seperti itulah dirinya.

"Hah! Itu terlalu sulit." Pria manis itu mendengus kesal lalu berjongkok sambil memainkan troli yang ada di depannya. Memainkannya dan menggerakkannya maju mundur sesuka hatinya. Sementara si pria jangkung tadi kembali mengambil beberapa buku dari dalam troli untuk dikembalikan ke tempat semula. Tak menghiraukan pria manis itu, ia berjalan pelan ke arah rak yang berada di samping kanannya.

"Eh! Aku ingat! Kemarin aku melihat sesuatu yang menarik di TV," seru pria manis itu tiba-tiba yang langsung berdiri dan menghampiri pria jangkung itu dengan antusias.

Dan lagi-lagi membuat pria jangkung itu menghela napas lelah karena ulahnya.
"Jangan berteriak. Suaramu terlalu keras," tegur pria jangkung itu dengan kedua alisnya yang bertaut. Menunjukkan jika ia tengah kesal saat itu.

Namun, pria manis itu tentu saja tak menghiraukannya. Ia malah berjalan melewati pria jangkung itu. Tanpa mempedulikan tatapan penuh selidik dari pria jangkung itu yang terus mengikuti setiap langkah kecilnya.

"Dulu, orang akan memakan hati kalau hatinya itu memburuk. Dan juga akan memakan perut, jika perutnya itu memburuk." Pria manis itu memberi jeda sebentar pada kalimatnya. Sembari mengambil salah satu buku secara asal dan membuka-buka halamannya pun dengan asal dan acak.

"Lalu setelah itu mereka yakin, kalau penyakitnya pasti akan sembuh." Pria manis itu mengakhiri kalimatnya bersamaan dengan buku yang ia tutup.

"Tapi ... aku tidak bisa memakan hati milik siapapun," ucap pria manis itu pelan dengan raut wajah yang tak terbaca. Hampir mirip seperti orang yang menggumam.

"Apa? Milik siapapun?" tanya pria jangkung itu seadanya. Setelah melihat pria manis itu hanya menatap lurus ke arah rak yang ada di depannya. Nampak tengah melamunkan sesuatu.

"Apa kau berencana ingin menjadi seorang kanibal?!" sambung pria jangkung itu lagi saat tengah berjalan mendekat ke arah rak yang tak jauh dari tempat dimana pria manis itu berdiri.

"Karena itulah alasannya ... kenapa aku hanya bisa meminta padamu saja." Pria manis itu memainkan telunjuknya di atas buku. Memutar-mutarnya pelan, nampak tengah menimbang-nimbang sesuatu.

"Apa katamu?" tanya pria jangkung itu datar memastikannya sekali lagi. Membuatnya harus mengernyitkan keningnya heran karena mendengar ucapan pria manis itu.

"Itu karena ...." Tiba-tiba saja pria manis itu menatapnya dengan tatapan yang cukup menyeramkan miliknya. Walaupun hanya sekedar iseng. Ah, ia memang pria yang dingin, tanpa ekspresi dan kaku seperti kanebo kering.

Sedetik kemudian pria jangkung itu tersadar akan sesuatu.
"Tunggu! Jangan-jangan kau ...." Pria jangkung itu menoleh ke arah pria manis itu dengan tatapan penuh curiga dan selidiknya.

Sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, pria manis itu malah mendorong dan menyudutkan pria jangkung itu ke ujung lorong dekat jendela. Hingga membuat pria jangkung itu pun terkejut setengah mati. Ia menatap pria manis yang lebih pendek darinya itu dengan mata yang membulat sekaligus menahan malu.

Sementara pria manis itu, nampak menundukkan kepalanya, sembari menumpukan kedua tangannya di dada pria jangkung itu. Dengan sedikit menyembunyikan wajahnya. Dalam beberapa detik mereka hanya terdiam di posisi mereka masing-masing. Masih di posisi yang sama. Dan tentu saja, dengan pemikiran mereka yang entah kemana tujuannya.

Hingga akhirnya pria manis itu kembali menaikkan kepalanya. Dan menunjukkan wajah manisnya yang terlihat kembali secerah mentari pagi dihadapan pria jangkung itu, yang hanya berjarak sejengkal dihadapannya.

"Aku - ingin - memakan - pankreas - milikmu!" seru pria manis itu dengan suara yang dibuat seseram mungkin. Hingga sukses membuat pria jangkung itu terdiam mematung di tempatnya kehilangan kata-kata. Walaupun itu hanya candaan tapi sepertinya benar-benar mengejutkan. Sementara pria manis itu justru malah asik menertawakannya. Terus menertawakannya hingga matanya menyipit bak bulan sabit.

Ya, seperti bulan sabit. Bulan sabit di langit malam yang bisa menghilang dan tak terlihat kapan saja. Jika kau mengabaikan keberadaannya.

✼  ҉  ✼  ҉  ✼ ✼  ҉  ✼  ҉  

- TO BE CONTINUED -

I WANT TO EAT YOUR PANCREASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang