6. Sebuah Janji

10.5K 1.2K 258
                                    

Guys, btw ini tuh dari sudut pandang Rafly, jadi nama Alit ditulisnya Saras gitu ya. Semoga enggak bingung hihi.

Ini ada 3500 words lohhhh. Bagi vote dan komen yang banyak dong, biar aku sedikit lebih semangat buat nulis cerita ini😭😭😭😭😭

Happy readinggg❤️❤️❤️❤️



***



Rafly bisa mendengar dengusan keras Saras ketika mobilnya mulai memasuki gang rumah perempuan itu. Tanpa perlu bertanya, ia bisa langsung tahu penyebab perubahan mood Saras yang terlihat sangat drastis. Tepat di depan pagar rumah Saras, terparkir mobil Mercy hitam, yang sudah bisa ia tebak siapa pemiliknya. Ia pun menghentikan mobilnya di belakang Mercy tersebut, yang rasanya sangat mengintimidasi mobil Yaris yang ia bawa.

Dari pagar yang enggak ditutup rapat, Rafly bisa melihat si pemilik mobil sedang berbincang santai dengan Ayahnya Saras di depan rumah.

"Emang dasarnya anjing! Enggak bisa diajak ngomong pake bahasa manusia!"

Bola mata Rafly terbelalak mendengar gerutuan tajam Saras. Ia bisa melihat kobaran kebencian yang begitu besar di sana, sebelum kemudian Saras melepas seatbelt-nya.

"Ras, ngomongnya," tegur Rafly pelan, sambil mengulurkan tangan untuk mengusap puncak kepala sang pacar, berusaha menenangkan.

"Aku bener-bener enggak tahu harus ngusir dia dengan cara apa lagi, Raf. Aku benci banget!" Suara Saras terdengar bergetar, seperti ingin menangis lagi.

Rafly otomatis mengusap bahunya lembut. "Biarin aja, Ras. Kalau semua penolakan keras udah kamu coba, mungkin kamu bisa pakai cara lain; dengan menganggap dia enggak ada. Cuekin aja. Enggak usah diajak omong, daripada kamu makin emosi. Karena kalau kamu kesal dan marah-marah terus ke dia, bisa jadi dia malah makin senang lihat reaksimu."

Kedua tangan Rafly gregetan ingin memeluk, tapi susah payah menahan diri karena begitu mobilnya berhenti di belakang Mercy hitam itu, pandangan Ayahnya Saras sudah tertuju padanya. Rasanya enggak sopan saja, bermesraan di depan Ayahnya Saras secara langsung, di saat hubungan mereka baru berjalan beberapa jam.

Jadi, Rafly hanya mengusap lembut kepala Saras, sambil terus menghibur Saras, agar emosinya mereda. "Yuk, jangan kelamaan di mobil. Nanti Ayahmu ngira kamu kenapa-napa!"

Rafly turun lebih dulu, berjalan ke sisi Saras untuk membukakan pintu. Ini pertama kalinya Rafly membukakan pintu untuk perempuan. Jantungnya berdegub kencang, ketika melihat senyum Saras menyapanya, sambil menggandeng tangannya.

"Ras ...," desis Rafly yang ingin melepaskan genggaman tangan Saras. Meski sudah beberapa kali bertemu dengan Ayahnya Saras, dan pria itu sangat welcome terhadapnya, tetap saja Rafly merasa harus menjaga sopan santun.

"Enggak papa. Ayahku santai kok. Tenang aja!" Saras mengumbar senyum lebar, yang berhasil menenangkan kegugupan Rafly.

"Ayah ngapain deh, malem-malem main catur sendirian?" sapa Saras ketika langkah mereka sudah semakin dekat.

"Sendirian?" Kening Ayahnya mengerut.

"Iya, lho. Sendirian gini, malem-malem di luar! Emang Ayah enggak takut digigit nyamuk?"

Ayahnya Saras terkekeh, menatap Brian yang duduk di hadapannya. "Ngapain takut sama nyamuk? Yang ada nyamuknya yang takut sama Ayah. Ayah sengaja nungguin anak Ayah pulang nge-date dong!"

Rafly pun melepaskan tautan tangan Saras, kemudian mengulurkan tangan untuk menyalami Ayahnya Saras. "Maaf ya, Om, nganter Sarasnya kemalaman. Lain kali, enggak akan—"

Hello ShittyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang