14. Late Night Talking

9.7K 1.3K 302
                                    


Sumpil ini ada 4k words. Jadi anggap aja ini aku double update langsung 2 bab. Ayooo bagi komen yang banyakkk😭😭😭😭






"Hah? Kok bisa udah proses sampling sih, Mbak?" Alit menganga ketika Zulfa dengan santai mengatakan kalau desain kemasan yang dia kirimkan tidak akan dipakai.

"Kemarin waktu kamu izin sakit, Pak Setyo ngomel, kenapa kamu enggak bisa dihubungi. Dia enggak bisa sabar sama sekali. Katanya produknya harus launching akhir bulan ini sesuai jadwal. Akhirnya Mbak Janeta ngusulin Marlo buat takeover kerjaan kamu. Ternyata Pak Setyo langsung suka sama desain Marlo. Kemarin udah mulai produksi sampel. Kalau sampel yang kita kirim di-approve, bakal langsung diproduksi masal."

Alit cuma menghela napas panjang, lalu kembali menuju kubikelnya. Dia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi. Dadanya begitu sesak. Kalau dia bicara lebih banyak dengan Zulfa, bisa-bisa dia akan menangis di sini, dan itu bakal sangat memalukkan.

Setelah pulang dari UGD, Brian memintakan surat izin dokter agar Alit istirahat di hari Senin. Pria itu sudah tahu kalau Alit bakal langsung menolak kalau diminta cuti. Terlebih, dia memang belum bisa cuti karena baru dua minggu bekerja. Kalau Alit tetap nekat berangkat ke kantor, Brian mengancam bakal memberitahu Bunda. Pria itu bahkan sudah merekam video singkat yang menampakkan wajah pucat Alit di ranjang UGD.

Namun, bukannya istirahat sesuai anjuran Brian, Alit tetap menyelesaikan pekerjaannya yang diminta oleh beberapa klien-nya di apartemen, karena tidak enak sudah membuat kliennya menunggu cukup lama.

Pak Setyo adalah klien yang tiba-tiba minta merombak desain secara besar-besaran, tidak sesuai dengan briefing awal. Seharusnya Alit bisa saja menolak dengan menunjukkan perjanjian kerja mereka bahwa revisi desain besar-besaran akan dikenai biaya tambahan dua kali lipat. Namun, karena dia masih karyawan baru dan enggak tahu bagaimana kalimat yang tepat untuk menolak, pada akhirnya dia tetap mengerjakan ulang desain kemasannya, sesuai dengan arahan baru yang diberikan.

Hari Selasa pagi, Alit langsung mengirimkan desain baru pada e-mail Pak Setyo. Tetapi hampir satu minggu Pak Setyo tidak membalas e-mail dan pesannya.  Awalnya Alit tidak terlalu mempermasalahkan itu, dan lanjut menyelesaikan pekerjaan untuk klien lainnya.

Kemudian hari ini, Alit tidak sengaja dengar Zulfa yang berada di divisi quality control tengah menyebut-nyebut produk Pak Setyo yang sedang dalam proses pembuatan sample.

"Kenapa enggak ada yang ngasih tau aku ya, Mbak?" tanya Alit pelan, ketika tahu kalau Zulfa masih berdiri tidak jauh dari kubikelnya.

Rasanya Alit seperti sedang dikhianati. Dia susah payah mengerjakan semuanya sampai begadang, mengabaikan daya tahan tubuhnya yang belakangan ini memburuk. Namun, kerja kerasnya tidak dihargai sama sekali. Bahkan seenaknya memindahkan pekerjaan Alit pada orang lain tanpa konfirmasi padanya. Kalau dia tahu, setidaknya dia enggak perlu pusing-pusing begadang, karena pekerjaannya jadi lebih sedikit.

Sekarang desain yang dia kerjakan selama berhari-hari, tidak terpakai. Pak Setyo sama sekali tidak mau repot-repot meminta maaf padanya. Ah, jangankan minta maaf. Untuk membalas pesannya saja tidak mau.

"Coba kamu tanya sendiri ke Mbak Janeta, atasanmu langsung." Zulfa hanya mengatakan itu sebelum beranjak pergi.

Seharusnya Alit enggak perlu menghabiskan waktunya untuk bertanya. Sudah jelas dari cara Janeta yang enggak mengatakan apa pun padanya, itu artinya dia enggak menghargainya. Padahal Janeta merupakan leader yang anggotanya cuma empat orang. Mereka pun punya grup Whatsapp yang memudahkan satu sama lain berkomunikasi. Namun, enggak ada informasi apa pun yang diberikan. Enggak mungkin Janeta lupa. Wanita itu pasti memang sengaja melupakannya. Atau menganggap dirinya sepele.

Hello ShittyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang