"Lho, kok nggak sama Brian?" Jessica langsung berdiri ketika menyadari kedatangan Alit ke mejanya di sudut kafe. Mereka berpelukan singkat, sebelum Alit menempati kursi berhadapan dengan Jessica.
Alit menggeleng. "Dia lagi sakit."
Tentu saja jawaban Alit yang terdengar agak santai, membuat kening Jessica mengerut-ngerut. "Sakit apa? Kok lo malah santai-santai gini? Gue pikir, kebucinan lo bakal bikin lo sibuk ngurusin dia pas sakit."
"Masuk angin aja sih. Nyebelin banget dia tuh! Aku lagi ngambek sama dia, Mbak." Kemudian cerita bagaimana kejengkelan Alit beberapa hari lalu mengalir begitu saja.
"Jelas sebenernya aku khawatir banget, liat dia kayak gitu. Cuman ya gimana. Dia tuh udah aku bilangin berkali-kali susah banget, Mbak. Kayaknya emang harus digertak dikit, biar tahu rasa! Biar ngerti, kalau sakit sendirian itu enggak enak. Dan aku juga takutnya dia mikir, 'Ah, Alit mah udah bucin mampus sama aku. Mau semarah apa pun, dia pasti bakal luluh juga kalau aku sakit.'"
Jessica mengangguk-angguk paham. "Bener juga sih, emang sesekali harus dikasih pelajaran. Dari dulu Brian tuh emang gituu. Suka banget naik motor. Sama kayak Papanya. Dulu ya pas kuliah, Brian pernah bolos seminggu penuh buat touring ke Bromo sama Papanya. Terus dia cerita kalau Mamanya marah besar. Tapi waktu cerita tentang touring-nya itu, dia kelihatan seneng banget. Jadinya gue ya enggak bisa komen yang gimana-gimana. Kesenangan orang kan, beda-beda ya?"
"Sebenarnya kalau cuma motor mah, aku nggak masalah, Mbak. Dari dulu juga aku suka naik motor ke mana-mana. Cuman masalahnya, dia tuh kalau naik motor suka kebut-kebutan. Terus hujan. Nah, itu kan bahaya banget ya? Kalau pas cuaca cerah mah, terserah dia mau ngapain."
"Terus sekarang keadaannya gimana?" tanya Jessica.
Alit mengendikkan bahunya. "Nggak tau. Sejak dua hari yang lalu, setelah aku pulang dari apartemennya habis bikinin bubur itu, dia nggak ngehubungin aku sama sekali."
Dan sebenarnya ini yang membuat Alit uring-uringan sejak kemarin. Dia khawatir sekali dengan kondisi Brian. Rasanya seluruh sel di dalam tubuhnya meneriakkan agar dia menjenguk Brian sekali lagi supaya tahu kondisinya, sekalian minta maaf—karena setelah dipikir lagi, amarahnya saat itu terlalu meledak sehingga kata-kata yang keluar dari mulutnya sangat jahat.
Namun, setiap kali langkahnya sudah sampai di depan unit Brian, seperti ada bisikan yang memintanya untuk berpikir ulang.
Di sini kan posisinya Brian yang salah. Jadi, Brian yang harus mendatanginya lebih dulu. Kalau Alit ngambeknya cuma sebentar dan langsung luluh duluan cuma dalam waktu dua hari, ia khawatir kedepannya Brian bakal menyepelekan perasannya, dan menganggapnya mudah diluluhkan.
Jadi, untuk yang ketiga kalinya, Alit balik badan. Kembali ke unitnya sambil berharap-harap cemas, menantikan kemunculan Brian di apartemennya. Yang ternyata, sampai dua hari setelahnya, belum juga terlihat.
"Coba ya, gue chat?" tanya Jessica yang langsung dibalas oleh anggukan Alit.
Tentu saja Alit juga penasaran, bagaimana Brian akan membalas pesan Jessica. Tadinya rencana hangout mereka malam ini tuh bersama Brian juga. Jessica yang mengajak. Namun, karena Alit masih ngambek pada Brian, ia pikir Jessica bakal menghubungi Brian sendiri. Ternyata Jessica hanya menghubungi Alit, dan sama sekali tidak mengabari Brian.
Sekitar lima menit mereka menunggu, karena pesannya langsung terkirim, tapi belum berubah tanda menjadi terbaca. Namun, melihat status terakhir online di bawah nama Brian yang tiga jam lalu, membuat mereka akhirnya menyerah.
"Apa masih sakit ya?" gumam Alit cemas.
Pada dasarnya dia sedikit lega Brian enggak membalas chat Jessica. Karena kalau Brian bisa membalas chat Jessica, tapi enggak mengirim pesan padanya sama sekali, Alit bakal sakit hati banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Shitty
RomanceDi antara banyaknya teman setongkrongan Kakaknya, kenapa harus Brian yang naksir Alit? Masalahnya, selain wajahnya yang ganteng dan terlahir dari keluarga tajir melintir, Brian enggak punya kelebihan lain yang sesuai dengan kriteria Alit. Bahkan sep...