44. TUNTUT AKU

372 39 10
                                    

Setelah pertanyaan aneh Nanami yang tiba-tiba- ia menanyakan apa aku ingin kopi atau tidak? Aku mengangguk dan bilang aku tidak ingin kopi yang pahit.

Menunggu didepan makam Suguru saat ia pergi dengan pertanyaan dadakannya, aku pikir aku dan Suguru sedang berduaan lagi.

Seolah hanya ada kita berdua disini, bersebelahan, dan kita sedang berbicara.

Angin sepoi serta suasana sore hampir malam bangunkan aku dari lamunan. Lalu mengangkat kepala merasakan sebuah kelopak bunga Sukura menegur pipi.

Seakan, itu adalah tanda bahwa Suguru mendengar semua yang aku ucapkan bersama Nanami tadi. Pengakuanku padanya, peluruhanku, semuanya. Aku yakin, ia mendengarkan.

Aku tersenyum pada hampa. Menunduk lurus kearah makamnya. Lirihan kecil pun tertoreh,

"Suguru? Aku sudah membawa dia yang menggantikanmu." Lirihku.

Tak lama setelahnya, angin sepoi kembali menegur. Angin yang membuat siapapun berpikir itu adalah ucapan terimakasih seseorang.

Iya, Suguru. Aku juga berterimakasih seperti kamu.

Nanami sekarang milikku. Berkat kamu, aku mendapatkan Nanami setelah ia kecewa beribu kali.

Satu langkah aku berhasil mengalahkan sifatnya yang tinggi. Walau aku harus mati setiap malam menunggumu yang tidak mungkin bangun dari sana, aku mendapatkan Nanami.

Terimakasih, terimakasih atas masa mudanya, Suguru.

Karna kini, sisa waktuku lah yang akan aku habiskan bersama Nanami.

---

Nanami melangkah pelan ke sosok berambut putih didepan batu nama dan pohon Sakura yang cukup besar didepannya. Ia membawa dua buah cup kopi dengan rasa berbeda.

Satu manis, seperti seseorang yang akan menjadi kekasihnya.

Dan yang satu lagi pahit, seperti ia yang tidak terlalu mencintai diri sendiri- kecuali si albino itu. Manusia yang buat ia jatuh lebih dalam dari samudra.

Suasana mencekam cukup dingin. Keadaan salju yang tengah meleleh buat mereka terselimut biru. Nanami dengan nafasnya yang sedikit memberat, dan jantung yang berdegup lebih kencangpun mendekat.

"Gojo." Ia memanggil.

Sontak, si yang disebut menoleh. Melihat sesosok pirang berdiri disampingnya tapi berhadapan. Tak sengaja senyuman lebar menghias wajah. Si albino tersenyum tanpa salah.

"Kamu bawa kopinya?" Sambut Gojo riang, senyuman tidak memudar.

Torehan garis bibir lengkung tipis jadi balasan Nanami. Ia juga menyimpul pelan dan serahkan salah satu cup yang ia bawa.

"Iya."

Demi semesta, mata biru cantik albino itu lantas terbelalak. Pipinya langsung memerah.

Lukisan hidup paling manis yang pernah Gojo lihat. Senyuman paling bagus dan sempurna. Kerutan mata Nanami sampai lengkung pelan bibirnya buat ia lagi-lagi sadar;

Everything about Nanami is enchanting.

Ia mengambil hal yang ditawarkan padanya, kopi itu. Sambil sesekali melirik lain arah karna berusaha sembunyi dari kenyataan pipi yang merah.

Nanami ikut menghadap ke arah Suguru, ia pun membenarkan syalnya sedikit.

"Salju sudah mulai hilang," ia berujar. "Gojo, kau ingin dengar semuanya?" Ia menawar diri dan langsung disambut anggukan yakin.

Nanami melengkungkan ujung bibirnya, ia tak berpindah posisi.

"Aku mencintaimu." Tanpa intruksi menutur lurus.

Would Never Fall (GOJO X NANAMI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang