12. EVAKUASI

578 61 3
                                    

Menyelamatkan diri dari semua pikiran jahat, pandangan mata, juga semua perkiraan jelek itu. Bahkan bisikan-bisikan yang merajalela.

Masing-masing dari mereka sudah cukup merasakannya, mungkin bisa saja terjun dari lantai atas karna merasa ingin gila mendengarkan celotehan manusia-manusia.

Butuh penyelamat diri, agar tidak gila sebenarnya.
.
.
.
.
.

'Tidak ada yang mereka katakan kecuali tentang seberapa baiknya diri mereka. Kemudian mencaci satu sama lain.' 

.
.
.
.
.

Jika bisa, Nanami akan bertaruh pada semua hal yang ia tau, bahwa pikirannya adalah hal paling negative dari segala sesuatu yang dapat dipikirkan.

"Kau hanya perlu percaya pada seseorang, sampai kapan kau begini terus.." anak itu duduk disebelahnya, surai pink dengan pakaian tebal, dia adalah tempat Nanami bercerita.

Kalimat yang diutarakan membuat Nanami memutar semua kilas balik hidupnya. Saat-saat yang indah, entah kenapa langsung berganti suram.

Setiap dia lewat di suatu tempat, maka tatapan itu akan merasuki seolah-olah ia tak dibenarkan berada di sana. Bisikan yang mungkin saja memang benar-benar nyata, apalagi dari tingkah mereka yang terpampang jelas.

Mempercayai seseorang? Haha.  Bercandaan macam apa memangnya kalimat itu?

"Itu bukan hal yang mudah," dia memotong perkataannya, kemudian diam beberapa saat. Enggan untuk melanjutkan tuturan kalimat yang ia cipta.

Matanya menatap ke bawah dengan tatapan lurus. Tangan yang sedikit gemetaran mendukung kejadian yang sedang ia alami.

Anak yang duduk disebelahnya mengerutkan alis, ia simpati melihat sosok blonde yang selalu memperhatikannya tengah terpuruk seperti ini.

Apalagi, orang itu terlihat sangat gemetaran sampai nafas pun terdengar terengah-engah.

"Segala hal, tidak pernah mudah kau tau." Ucapnya, ia memegang tangan Nanami mencoba untuk menenangkan.

Nanami tersentak sedikit, namun tidak menoleh. Perasaan ini lagi, kekhawatiran ini lagi, cemas ini lagi. Muak, muak sekali pada penderitaan yang sedemikian rupa.

Semua perkataan mereka terputar di memori, semua perlakuan, semua hal. Hingga mereka membuatnya sadar jika saja menyalahkan diri sendiri adalah hal benar.

Itadori menggosok-gosok tangannya di tangan besar Nanami, raut wajahnya makin mengerut tanda ia juga ikut merasa sedih. Lagi-lagi Nanami jika sudah meminta nya datang pasti karena penyakitnya ini.

.
.
.
.
.

Semenjak dia didiagnosa tentang perkara ini, tak ada seorangpun yang nampak peduli, bahkan memberikan tangan.

Disana hanya ada dia, berdiri sendirian menangani semuanya seorang diri.

Anxiety, penyakit mengerikan saat kau tidak bisa sedikitnya berada di sekitar orang asing, atau kata lainnya keramaian.

Merasa diabaikan di dunia nyata, merasa di acuhkan di kehidupan. Dan akhirnya kesepian adalah kata sesuai untuk menggambarkan betapa menyedihkannya si surai blonde.

Ketika mereka berkata bahwa dia bisa mengatakan seluruh cerita hidupnya pada mereka, sebenarnya itu hanyalah bualan belaka.

Dan kalimat-kalimat itupun akhirnya menjadi suatu trauma.

Takut, takut karna jika dikatakan padahal mereka tampaknya tak peduli sama sekali. Hingga ujung-ujungnya penderitaan pun jadi omong kosong saat disampaikan.

Would Never Fall (GOJO X NANAMI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang