Mungkin benar apa kata Toji, jika saran yang ia berikan pasti akan bekerja lebih baik. Namun, saran itu, tak terasa tepat untuk dilakukan.
---
Suguru terus-terusan menarik tangannya, seolah mengajak pergi ke tempat yang jauh, dimana hanya mereka lah yang nyata.
Ketika mata sama-sama terpejam, mereka tak akan bohong jika memang ingin mengintip, memeriksa apakah salah satu dari mereka ada yang tidak memejamkan matanya?
"Aku mencintaimu." Katanya, dengan senyum tipis. "Dan jika aku melenceng, tolonglah berpikir jika aku memang tidak cinta lagi." Ia menyambung kalimatnya tetap pada raut yang sama.
Si melankolis dihadapannya hanya diam termangu. Matanya bulat menatap karna tak paham apa maksud si surai panjang.
Tatapan mata yang indah berisi cahaya itu, perlahan menggelap dan mengecil ketika menangkap apa arti dari kata per kata yang Geto berikan padanya.
"Apa maksudmu?" Ia bertanya.
"Kau tau maksudku, Satoru." Tak sampai sepersekian detik untuk pernyataan nya dijawab.
"...." Wajahnya cemberut. "Tidak, kau satu-satunya untukku." Ia mengambil telapak tangan Geto yang menyedihkan. Dan menempelkannya di pipi putih tak ada warna.
.
.
.
.
.Apakah ini suatu yang nyata? Untuk tinggal di setiap tempat yang menciptakan rasa putus asa tiada batas?
Aku pernah bilang, jika untuk mengenalimu dari cara kau lewat saja, aku pasti tak akan pernah salah. Jika saja kau tau, betapa aku masih memikirkan semuanya.
Masih jadi memori terindah, disaat kita selalu melakukan segala hal yang kita sebut 'pertama kali' nya. Tapi siapa yang bisa marah jika memori memanglah sebatas kenangan saja. Bukan berarti dengan memutar mereka, kita benar-benar pulang ke masa lalu.
Aku mengenalimu, Suguru. Kamu yang akan jadi satu-satunya, bahkan setelah penyakit sempurna yang kau kutukkan.
---
Tidak pernah ada kata 'cukup' di kamus pria itu, dia yang tak pernah puas pada segala hal yang dia dapat. Mempertimbangkan segalanya, selalu berhati-hati dalam menentukan keputusan.
Siapa lagi kalau bukan si 'tidak berkecukupan' Nanami?
Dia yakin, setiap keputusan pasti sudah dipikirkan sematang-matangnya. Selama ia bisa mengejar kecukupan yang ia inginkan, maka segala hal akan dihalalkan selama hal itu masih bisa membuatnya hidup.
Bertahan di dunia ini seorang diri, bukan lah cerita yang menyenangkan.
Ketika mereka mengatakan padanya, "Nanami, kamulah harapan terakhir dan pertama kami." Maka ia pun tak berkutik lagi pada kutukan mereka yang begitu kejam.
Bahkan karna penekanan yang begitu kuat, ia tau betul dia bahkan tak dapat mengenali dirinya sendiri. Hingga enggan menatap ke cermin, karna yang akan ia lihat hanyalah seseorang yang begitu ia benci.
Sudah cukup orang lain selalu memandang seolah ia adalah kesalahan terburuk dari kesalahan yang pernah ada. Dan selama tahun kehidupannya pula, tak pernah lepas dari perasaan membenci diri sendiri.
Untuk tak pernah merasa puas, tak pernah berkecukupan, tak pernah merasa... Benar-benar ada.
Apa ia sebodoh itu sampai-sampai jatuh cinta dan membiarkan segala impiannya pergi begitu saja? Apalagi orang itu berstatus terbalik dengannya.
Dia masih terlalu muda untuk menyerah, namun juga masih terlalu muda untuk merasakan semua kesengsaraan ini. Dan jika ia diminta mengakhiri semuanya dibalas nyawa, ia tak akan ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Would Never Fall (GOJO X NANAMI)
NonfiksiMereka tak pernah mencintai satu sama lain. Bagaimana bisa cinta jika hati mereka saja masih terjebak di masa lalu? 🔞🔞 ---- !END! Seorang pria sekitar 25 tahun tengah duduk di kafe tempat ia bersantai biasanya. Entah apa yang dilakukan pria itu...