Kapan selesainya ini? Lagipula si silver itu akui bahwa dia sebenarnya sudah ingin menyerah. Menahan semua kemunafikan mereka, ia merasa sudah sampai di ambang.
Tapi semenjak dia mengenal surai panjang hitam, seseorang yang selalu memanggil nama belakangnya. Dia tak akan terlalu peduli atau bahkan merasa terganggu dengan kehadiran mereka.
Selama ada dia, segala hal pasti baik-baik saja.
---
.
.
.
.
.Nanami tidak pernah menyangka hal ini benar-benar ia lakukan. Melihat orang itu tersenyum selebar mungkin ketika mereka sedang melupakan penat bersama, entah mengapa menjadi nilai indah tersendiri.
Tak jarang, si albino yang diakuinya selalu membuat ia naik darah, menguras energi dan juga sungguh menyebalkan ternyata memang mempunyai senyuman terbaik.
Setiap kali mereka disungginkan, maka jantungnya seolah berhenti beroperasi. Dan sontak, dia merasa akan meremas kuat pakaian yang ia kenakan.
Mata terpama disaat mereka memaku pada belahan merah muda tipis yang melengkung sempurna. Menampakkan deretan putih rapi bagaikan lukisan.
Dia memang selalu berusaha (bersusah payah) mengalihkan pandangan ketika Gojo lagi-lagi membuat penampakan itu.
Pandangan yang memburam akibat garis melengkung yang diciptakannya, selalu berhasil membuat mata perlahan hilang ditelan kelopak berbaris.
Tapi yang menjadi tanda tanya adalah, sudah berapa lama dia tidak merasakan hal ini? Lagipula, akankah dia berhak merasakannya lagi?
Pertanyaan disela-sela kekaguman merupakan hal yang mampu membuat dadanya sesak sekaligus terpama. Kehangatan yang ia pikir pernah ia dapatkan, namun sudah tidak pantas diperoleh lagi.
Karna ketidakpahantasan itulah, apalagi sampai takut bahwa dia memang benar-benar telah jatuh, dia memutuskan untuk memberi jarak.
Kenapa bisa-bisanya dia lengah dan membiarkan dirinya ditelan habis oleh perawakan si silver?
---
"Nanami-kun?" Singgung albino ketika lagi-lagi orang yang disebutnya menatap kosong pada cairan hitam.
Mata yang memaku pada sebuah kopi, dicampur udara dingin Kyoto tampak bukan pemandangan biasa di mata Gojo.
Dengan tubuh yang mungkin sedikit tersentak, ia tak terlalu ingin menghiraukannya. Perlahan, kedua manik-manik mengarah kesamping, melihat dengan cara berbeda.
"Kenapa?" Tanya Gojo langsung ketika kedua mata mereka bertaut.
Seketika, perasaan itu tiba lagi. Wajah mereka yang dekat saat berpapasan, Nanami dapat merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Dan, dia tau perasaan apa ini. Dia paham betul dia sedang merasakan perkara apa.
Ini lagi, ini lagi. Sudah berapa kali dia bilang ke dirinya sendiri jika dia tidak akan jatuh lagi, tidak pernah akan jatuh lagi.
Alih-alih mencoba menerima rasa yang ia peroleh, dia malah mengutuk dirinya sendiri agar merasa ini semua kesalahpahaman.
"Kau terlalu dekat," ujarnya kemudian, alisnya mengkerut. Tak seberapa lama dia lantas menjauhkan keberadaannya menarik satu langkah kaki ke kanan.
Mata Gojo membulat, ia tidak paham atau lebih tepatnya tidak berekspektasi mendapat reaksi yang seperti ini awalnya.
"O-h, oke." Tidak bertanya lebih lanjut, dia menurut. Mengikuti Nanami memundurkan jarak mereka sedikit.
Dari raut wajah yang diciptakan si surai blonde itu, selalu mempersiratkan keanehan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Would Never Fall (GOJO X NANAMI)
Non-FictionMereka tak pernah mencintai satu sama lain. Bagaimana bisa cinta jika hati mereka saja masih terjebak di masa lalu? 🔞🔞 ---- !END! Seorang pria sekitar 25 tahun tengah duduk di kafe tempat ia bersantai biasanya. Entah apa yang dilakukan pria itu...