Empire State

275 34 5
                                    

Bae Suzy masih memandang rindu sosok pria yang tampak frustasi berusaha menelfon seseorang. Wajah tampannya terlihat pucat dan deru nafasnya berhembus dengan cepat. Lee Min Ho terlihat begitu panik. Apa yang dipikirkan Suzy sudah tidak terelakkan lagi hingga wanita itu memberanikan diri untuk melangkah mendekati Min Ho.
"Kurasa dia melihat kita" Ucap Min Ho langsung ketika Suzy sudah berada di hadapannya. Dia bahkan tidak perlu menunggu Suzy bersuara, ekspresi cemas dan penasaran dari wanita itu akhirnya sirna digantikan rasa sesak yang mau tidak mau harus di terimanya. Mungkin dugaannya benar, bahwa pria di depannya kali ini bukan lagi pria yang sama.
"Siapa yang kau maksud dengan dia?" Suzy masih berusaha bertanya tidak peduli apakah jawaban Min Ho nanti akan lebih menyakitinya.
"Kau tau betul siapa yang ku maksud" Min Ho berguman lembut meskipun kalimatnya terasa begitu menohok. Mendengar itu Suzy tersenyum pahit. ,
"Rupanya kau berhasil mendapatkannya" Suzy berujar lemah, wanita itu mencoba tersenyum dengan sekuat tenaga meski tidak bisa dibohongi bahwa kedua matanya menggambarkan hal yang berbeda. Harapannya untuk kembali bersama dengan Min Ho kini telah menguap tanpa sisa karena dia sadar betul siapa sosok "dia" yang dimaksud Min Ho. Wanita cantik itu berusaha menegarkan hatinya kembali membuat tatapan Min Ho jadi melemah. Min Ho mulai menyesali tindakannya yang terlanjur menyalahkan Suzy atas aksi impulsif wanita itu yang memeluknya secara tiba-tiba.
"Suzy-ya" Min Ho menyentuh pundak Suzy dan menatap wanita itu tepat ke matanya. Seketika itu pertahanan Suzy runtuh. Bulir bening tampak mengalir begitu saja dari sudut matanya.
"Uljima" Min Ho mengusap air mata Suzy dengan ibu jarinya. Tapi hal itu justru membuat air mata Suzy mengalir lebih deras.
"Yang pernah terjadi diantara kita hanya masa lalu. Jadi aku minta padamu berhentilah menanggungnya. Kau pantas untuk bahagia" Papar Min Ho membuat Suzy tersenyum getir. Suzy kemudian mendongakan wajahnya untuk menatap kedua manik mata Min Ho setidaknya untuk yang terakhir kali karena hatinya sudah dirasa tak sanggup menampung rasa sesak nya lagi.
"Mungkin rasa sakit ku akan lebih dari ini andai wanita yang kau maksud bukan Song Hye Kyo-Sunbaenim, jadi aku lega karena akhirnya kau mungkin akan berhenti menyakiti hati perempuan lain" Min Ho menghembuskan nafas lelah setelah mendengar perkataan Suzy.
"Aku tidak pernah bermaksud menyakiti mu, kita berakhir secara baik-baik dan tidak ada yang dirugikan untuk itu. Tolong berhentilah bersikap seolah aku pria brengsek hanya karena mencintai Song Hye Kyo" Lagi kalimat menohok itu keluar dari bibir Min Ho membuat dada Suzy mencelos. Wanita itu tidak sanggup mendengar terlalu lama saat Lee Min Ho menegaskan cintanya.
"Mianhae, aku harus segera menyusul nya, jaga dirimu Suzy-ya" Tanpa menunggu respon dari Suzy, Min Ho sudah lebih dulu pergi. Pria itu setengah berlari menuruni anak tangga meninggalkan sosok Suzy yang terpaku dengan isi kepala di penuhi oleh kenangan mereka berdua.
Sementara di tempat lain, Song Hye Kyo menaiki uber yang membawanya ke The Langham hotel. Wanita itu turun dari mobil setelah mengucapkan terimakasih pada pria keturunan Afro-amerika yang cukup ramah. Pria itu memperkenalkan dirinya sebagai Matias, si supir taksi yang banyak berbicara mengenai problematika kehidupan warga New York, khususnya Manhattan. Sedikit banyak pria itu cukup mengalihkan perhatian Hye Kyo dari ingatannya tentang The Met. Hye Kyo mulai melangkah memasuki gedung hotel sebelum ekor matanya tertarik pada Empire State Building yang berseberangan langsung dengan The Langham hotel. Terakhir kali Hye Kyo mengunjungi gedung itu saat musim gugur di tahun 2019. Tepatnya saat dia mewakili brand Ralph Lauren di event New York Fashion Week. Menara antena di atas gedung itu masih di hiasi warna yang sama seperti terakhir kali Hye Kyo mengunjungi nya. Wanita cantik itu kemudian secara impulsif berbalik arah dari persimpangan Fifth Avenue menuju West 34th street di mana Empire State berada. Wanita itu seharusnya cukup memerlukan waktu satu menit untuk sampai ke pelataran gedung tapi bagi Song Hye Kyo itu seakan memakan banyak waktu. Para New Yorkers dengan berbagai macam arah dan tujuan tampak berlalu lalang dari berbagai sisi. Mereka bergerak seperti robot tanpa remot. Tidak memperdulikan kanan atau kiri semuanya hanya fokus pada diri sendiri. Beberapa kali Hye Kyo tampak sedikit kesulitan mengambil langkah. Hingga akhirnya Hye Kyo dengan susah payah telah menginjakkan kaki di Empire State. Setelah melewati pos keamanan dia langsung memesan tiket ekspress secara manual yang otomatis akan membawanya ke deck observatorium di lantai 108. Disana wanita cantik itu menarik nafas berat seolah hendak melepaskan segenap bebannnya ketika dia sudah menginjak lantai teratas. Seketika itu, pemandangan malam dari kota New York bisa dilihatnya dalam sudut 360 derajat. Begitu indah dan menakjubkan. Satu hal yang sangat menguntungkan lagi baginya karena tempat itu masih cukup sepi. Hanya beberapa turis yang tampak sibuk mengambil gambar. Hye Kyo segera melipir ke sisi kiri agar dia lebih fokus menyendiri. Dia sedang tidak ingin diganggu siapapun saat ini. Dia hanya ingin menikmati indah nya langit New York sekaligus segala hal yang ada dibawahnya. Wanita cantik itu memejamkan mata ketika angin malam berdesir menyapu permukaan wajahnya. Malam ini dia berada sangat dekat dengan langit tapi kenapa hatinya justru tidak bahagia. Ada sesuatu yang sedari tadi terasa mengganjal di dadanya sejak awal dia meninggalkan The Met. Hye Kyo masih berusaha keras menepis bayangan saat Min Ho berpelukan dengan Suzy dengan mengalihkan perhatiannya pada hal-hal lain tapi disaat yang bersamaan wanita cantik itu justru berakhir dengan meratapi kejadian itu tanpa akhir. Sudut hatinya yang lain seakan bertanya kenapa mantan kekasih Lee Min Ho harus datang dan mereka berdua akhirnya bertemu? Apakah itu takdir? Apakah Tuhan memang sengaja mempertemukan mereka atas dasar perasaan yang belum sepenuhnya berakhir? Rangkaian pertanyaan itu muncul begitu saja dalam benak Hye Kyo bagaikan pintalan benang kusut. Perlahan wanita cantik itu jadi teringat perkataan Ellen Park beberapa waktu lalu saat dia masih di Seoul.
"Pria seperti Lee Min Ho sangat manipulatif kalaupun dia tulus itu tidak akan berangsur lama. Hormon dopamin dalam otaknya akan terus berkurang setelah dia berhasil mendapatkan mu. Aku tidak akan pernah lelah berkata bahwa dia hanyalah seonggok sampah yang sangat terobsesi pada wanita rentan sepertimu" Cerocos Ellen padanya saat itu. Hye Kyo tidak pernah menganggap serius perkataan Ellen karena mulut wanita itu memang tidak pernah bisa ramah pada Lee Min Ho. Tapi fakta bahwa Lee Min Ho memang sudah menyukainya sejak bertahun-tahun, dan menyadari betapa gigih serta konsistennya pria itu dalam menunjukan cintanya sedikit membuat Hye Kyo takut untuk mengamini perkataan Ellen. Lama Hye Kyo berkutat dengan isi kepalanya semakin dia terlihat frustasi, udara segar yang di hirupnya terasa pengap karena isi kepalanya tidak bisa diajak berkompromi, bahkan dia merasa sedikit aneh ketika samar-samar dia mencium aroma woody dan white musk. Hye Kyo buru-buru mengenyahkan pikiran anehnya bahwa tidak mungkin Lee Min Ho mengetahui keberadaannya disini. Tapi yang ditakutkannya semakin menjadi ketika aroma itu tercium semakin intens berbarengan dengan derap langkah kaki yang perlahan mendekat. Hye Kyo merasakan dadanya bergolak saat tiba-tiba seseorang muncul dari belakang lalu menyematkan sebuah sweater hangat ke pundaknya.
"Angin malam bisa membuatmu sakit" Ucap Min Ho lembut menghiraukan ekspresi terkejut dari Hye Kyo. Wanita itu jelas tidak menduga dengan kehadiran tiba-tiba Min Ho.
"Aku bisa dengan mudah menemukanmu meski dengan mata tertutup" Ujar Min Ho sedikit mengulangi kalimat yang pernah di ucapkan Hye Kyo saat tatapan wanita itu seakan berkata 'bagaimana kau bisa tau aku disini'. Pria itu mengulum senyum kemudian mensejajarkan posisinya disamping Hye Kyo ikut menikmati indahnya kota New York. Berbeda dengan Hye Kyo, Min Ho baru pertama kali menginjakan kaki di Empire State. Beberapa saat lalu pria itu hampir putus asa ketika tidak menemukan Song Hye Kyo di Langham hotel. Dia takut jika wanita itu pergi sebelum Min Ho meluruskan segalanya. Tapi Tuhan seolah memberi petunjuk ketika sudut hatinya seperti berbisik untuk bertandang ke Empire State karena dia teringat bahwa wanita yang dicintainya itu sangat menyukai tempat indah untuk menyendiri ketika pikirannya sedang berkecamuk.
"Kau datang menemuiku setelah membuatnya menangis, sungguh ironis'' cibir Hye Kyo dengan wajah datar. Wanita cantik itu berbicara dengan tatapan fokus ke arah kota New York tanpa melirik Min Ho sedikitpun.
"Lebih ironis kau yang pergi begitu saja padahal kita sedang berkencan" Balas Min Ho spontan.
"Aku berusaha memberi waktu" Hye Kyo menjawab singkat.
"Waktu ku dengannya sudah lama berakhir"
"Tapi melihat gestur wanita itu aku bisa menilai bagaimana tulusnya dia mencintaimu" Hye Kyo berguman langsung ke intinya masih dengan tatapan enggan menatap Min Ho. Sedangkan Min Ho mulai tidak peduli dengan keindahan panorama di depannya dan hanya fokus pada wajah cantik disamping nya.
"Kau cemburu?" Mendengar itu Song Hye Kyo reflek menatap Min Ho dengan dahi sedikit mengernyit. Tidak menyangka jika pria disampingnya akan se frontal itu.
"Karena kalau tidak kau tidak akan mungkin pergi begitu saja dan berakhir di tempat ini. Seperti yang selalu kau lakukan saat kau merasa sedih atau energi mu terkuras habis" Belum sempat Hye Kyo menjawab Min Ho sudah lebih dulu menyela.
"Aku tidak cemburu, Kalau dia melihatku disana itu akan jauh lebih sulit untuknya" Hye Kyo menjawab sekenanya. Membuat Min Ho menghembuskan nafas lelah. Jika memang wanita ini kesal atau marah Min Ho lebih suka jika dia meluapkan nya. Tapi jika dia hanya diam seperti ini Min Ho merasa seperti diajak bermain puzzle untuk mengira-ngira apa kiranya yang sedang dia rasakan. Min Ho sudah tidak tahan lagi. Dia beringsut untuk meraih kedua pundak Hye Kyo lembut agar wajah wanita itu tepat menatap ke matanya. Hye Kyo menurut begitu saja. Dia melihat Min Ho dengan ekspresi tenang tanpa emosi. Sorot matanya sama sekali tidak mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang seolah dia pikirkan dengan serius. Hal itu justru semakin membuat Min Ho gelisah.
"Tidak ada yang tersisa dari hubunganku dengan nya" Tegas Min Ho penuh keyakinan. Sementara Hye Kyo hanya diam seolah menunggu lebih banyak kalimat dari Lee Min Ho.
"Sayang" Dari pundak Hye Kyo kedua tangan Min Ho kini beralih untuk menangkup rahang wanita cantik itu lalu menatapnya teduh.
"Faktanya aku hanya mencintaimu dan kau sudah memiliki hatiku sejak awal" Mendengar itu Hye Kyo menurunkan kedua tangan Lee Min Ho dari pipinya lalu menggenggamnya lembut.
"Jika benar kau mencintaiku sejak awal lalu kenapa kau biarkan wanita itu masuk dalam kehidupan mu? jika aku berada dalam posisinya itu terasa sangat menyakitkan" Ungkapnya berharap jawaban Min Ho bisa sedikit membuatnya tenang.
"Karena sampai saat ini kau masih seperti mimpi, dulu aku takut untuk berharap menjadi orang yang kau cintai. Karena kau begitu jauh dan tak tersentuh jadi aku hanya bisa hidup dengan kenangan mu. Hingga pada satu titik, aku mencoba membuka hati agar aku bisa melepaskan segala sesuatu tentang mu lalu hidup selayaknya pria biasa yang ketika patah hati bisa bebas untuk mencari cinta yang baru. Tapi lihatlah, betapa lemahnya pria seperti ku" Diakhir kalimatnya Min Ho tersenyum miris seolah menertawakan ketidak berdayaannya sendiri. Hye Kyo yang menyadari betapa rentannya pria di depannya perlahan maju selangkah untuk memeluk pria itu. Hye Kyo menenggelamkan wajahnya di dada bidang Min Ho yang kini balas memeluknya erat. Begitu eratnya seakan dia takut jika wanita itu akan sirna dalam hitungan detik berikutnya.

All About Minkyo CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang