1| Putra Mahkota Niscala

242 18 4
                                    

Setelah 3.667 tahun para Dewa meninggalkan tanah Jawa, berdiri sebuah kerajaan bernama Niscala yang wilayahnya dari Pantai Selatan hingga Karimunjawa, dari Medang hingga Kalingga, dan juga timur Jawa yang baru ditaklukan oleh Prabu yang naik tahta, dengan ibukota di Pastika yang terletak di antara gunung Lawu dan Sungai Bengawan Solo. Menjadikannya kerajaan paling luas dan paling kuat di tanah Jawa. Raja baru itu sangat bijak dalam memerintah, Prabu Radhityajaya III, dengan permaisurinya Sumitra. Namun sang raja lebih menyayangi selirnya, Kayla, karena berhasil melahirkan seorang putra. Seorang selir yang dibawa Prabu dari daerah penaklukannya.

Merasa cemburu dan putus asa, suatu hari Sumitra melakukan upacara puja pada Dewi Hariti untuk meminta anak. Selama tujuh hari tujuh malam dia bertirakat di tepi sungai Bengawan Solo, hingga akhirnya seorang bidadari turun menyampaikan pesan. Wajahnya cantik jelita dengan gaun dan selendang kuning, dialah Nawang Kencana.

"Wahai Ratu Niscala, Dewi Hariti mendengarmu," tuturnya anggun. "Kau akan segera hamil jika bercinta di malam Sukra Kliwon (Jumat Kasih). Namun dengan satu syarat, kau harus melakukan isun amukti palapa (berpuasa bumbu dan rempah-rempah) selama sisa hidupmu."

Sumitra tanpa ragu menyanggupinya. Pulanglah ia ke istana dan menyampaikan kabar gembira itu pada sang raja. Namun Radhityajaya terlihat tak begitu bersemangat. Hingga di malam Sukra Kliwon, Radityajaya tak memasuki kamar Sumitra, malah pergi menemui Kayla.

Sang Ratu yang sudah berdandan cantik, memakai perhiasan terbaiknya, gaun kesayangannya, menitikan air mata. Hatinya patah. Ingin sekali dia berteriak dan membanting barang. Tapi seorang Ratu tak pantas melakukannya. Dia hanya menangis dalam diam sambil menatap pintu kamarnya yang tak pernah terbuka sepanjang malam.

Wanita mana yang tak sakit hati diperlakukan seperti itu? Kebencian pun menetas dalam dirinya. Siasat licik direncanakan.

Di satu hari Sumitra memanggil Kayla untuk makan bersama. Meja makan dipenuhi makanan lezat. Kayla tidak curiga sama sekali, karena mereka juga sering makan bersama.

"Dimana putramu Arya Wijaya, Kayla?" lontar Sumitra lembut.

"Bersama Kakanda. Dia sangat menyayangi Arya," jawab Kayla sambil menuangkan minuman ke gelas emasnya seolah sedang memamerkan kebahagiaan.

Sumitra melirik sinis. "Anak enam tahun memang lagi lucu-lucunya," ucapnya sambil memperhatikan cincin indah Kayla. Cincin permata yang merupakan pusaka kerajaan. Konon batu permatanya adalah serpihan kecil bulan yang jatuh ke bumi. Jujur saja, dia cemburu karena suaminya memberikan harta istana yang begitu berharga pada seorang selir. Harusnya cincin itu dipakai oleh seorang Ratu.

"Benar," sahut Kayla sambil tersenyum senang, lalu meminum minumannya.

"Kau tahu apa yang paling aku inginkan, Kayla?" Sumitra tak lagi lembut, nadanya menjadi sangat tajam.

Begitu Kayla menaruh kembali gelasnya, tenggorokannya terasa terbakar. Dia bangkit dengan kuat hingga kursinya terjatuh. Dia memegangi lehernya, lidahnya juga terasa sangat kaku. Dia melangkah mundur panik.

"Suami," tukas Sumitra mantap. "Aku tidak ingin lagi berbagi kekasihku. Aku ingin cinta yang seutuhnya."

Gubrak! Kayla jatuh. Darah keluar dari mulut, mata, dan telinganya. Selir itupun tewas seketika.

***

Enam puluh hari istana berkabung. Raja tak mau duduk di singgahsananya untuk rapat negara. Dia hanya menghabiskan waktu dengan Arya Wijaya dan melamun. Patih Kebo Abanglah yang menggantikan tugasnya mengurus negara. Semua dayang dan tukang masak yang menyiapkan makanan beracun siang itu dipenggal, Sumitra tak tercium sama sekali.

Jaka Tarub dan Tujuh BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang