15| Pesta Kerajaan

64 9 0
                                    

Mendung kian tebal. Sinar matahari terhalang. Istana menyambut para bangsawan. Suara merdu gamelan menggema dari dalam aula. Di tengah-tengah sekompok penari menari tarian sakral anggun khas Jawa. Semua orang terpanah melihat betapa gemulai dan manis senyumnya. Dekor istana yang mewah dan wangi bunga memanjakan jiwa.

Satu persatu wanita-wanita ningrat datang dengan kereta kencana, mereka memakai pakaian terbaiknya, emas yang mengkilap dan bunga melati menghiasi rambutnya. Mereka berdandan secantik mungkin demi bisa memikat sang pangeran yang ketampanan dan keberaniannya membuat gadis-gadis di seluruh penjuru kota jatuh hati hanya dengan bisik-bisiknya saja. Seperti yang sedang dibicarakan oleh sekolompok gadis yang ada di sudut aula. Bergosip sambil saling memamerkan perhiasannya. Citra sesungguhnya tak suka bergosip, tapi dia harus berbaur karena juga tinggal di Keputren. Dia memilih menjadi pendengar yang baik. Diam-diam dia mencuri pandang pada sang Prabu yang duduk di singgahsananya di temani Patih Kebo Abang dan semua pejabat istana. Pakaiannya indah mengkilap, tapi wajah pucat dan kantung mata itu tak bisa disembunyikan.

"Tumenggung Lakeswara dan putrinya Anjani Purbawasesa, serta keluarganya!" Pengawal penjaga pintu mengumumkan kehadiran setiap orang penting yang tiba.

Semut Ireng dan semua kerabatnya melangkah membelah kerumunan menuju Prabu Radhityajaya. Semua orang terdiam menatap rombongan itu. Mereka mengagumi kecantikan Anjani. Untuk pertama kalinya setelah tujuh belas tahun lebih ia menginjak kembali lantai istana besar itu. Kepopuleran ceritanya bahkan hampir sama dengan Pangeran yang tidak pernah keluar istana. Semua mata tertuju padanya.

Dia berjalan anggun mengitari para penari mengekori ayahnya. Gaun hijaunya indah memeluk tubuh rampingnya dengan selendang yang dililitkan di pinggang hingga menjuntai sampai ujung gaunnya. Kelat bahu berhias zamrud hijau berkilau saat ia berjalan. Rambutnya disanggul sebagian yang dihiasi bunga-bunga emas dan sebagian lagi dibiarkan tergerai panjang dengan rangkaian melati yang menjuntai. Kecantikannya tidak ada yang bisa menandinginya di aula besar itu.

"Apa dia yang namanya Anjani?"

"Benar. Dia sangat cantik. Tapi kudengar dia enggan menikah, banyak bangsawan tampan melamarnya namun selalu ditolaknya."

"Keluarganya adalah bangsawan kelas atas. Tumenggung Lakeswara adalah orang terkaya di negeri ini. Hidup tanpa lelaki pun dia bisa."

Gadis-gadis di belakang Citra mulai bergosip lagi, mereka menemukan topik baru.

Semut Ireng dan Anjani, serta semua kerabatnya berlutut di hadapan Radhityajaya.

"Hamba dan putri hamba, serta sekeluarga memberi hormat pada Baginda Prabu Radhityajaya," ucap Semut Ireng.

Radhityajaya terlihat amat senang. Ia bangkit dan turun dari singgahsananya dan menghampiri Anjani, teman kecil Arya Wijaya. "Oh Duhai Dewi Ratih... Lihat dirimu, kamu sudah besar dan tumbuh menjadi wanita cantik. Bahkan para bidadari akan cemburu dengan kecantikan ini," pujinya dilebih-lebihkan.

Anjani bangkit dan tersenyum. "Anda sungguh terlalu memuji, Baginda Prabu," ucapnya.

"Ahahaa..." Radhityajaya tertawa. "Selamat datang kembali, Anjani. Senang bisa melihatmu kembali setelah sekian lama. Nikmatilah perjamuannya." Kemudian dia menggandeng Semut Ireng untuk bergabung di meja pelataran singgahsananya bersama Kebo Abang dan yang lain.

Anjani membaur dengan gadis-gadis lain hingga akhirnya bertemu dengan Citra.

"Oh Anjani, kamu terlihat mengagumkan," puji Citra. "Aku pikir kamu tidak akan datang."

Anjani tersenyum senang. "Aku harus datang untuk melihat wajah Raden Pandya yang termasyur itu," godanya.

Mereka kemudian tertawa bersama. Lalu Citra menggaet Anjani menjauh dari para gadis, tak ingin obrolannya di dengar.

Jaka Tarub dan Tujuh BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang