Detak 49 - Talak

287 23 5
                                    

Fajar dengan tergopoh-gopoh kembali ke rumahnya, dia langsung menyeruduk ke kamar dengan kasar, pintu kamar ditendangnya hingga engselnya rusak. Tentu saja Susi yang tengah tidur beristirahat jadi tersentak bangun, belum selesai perempuan itu mengumpulkan kesadarannya, Fajar telah menarik rambutnya dan menyeretnya keluar.

Susi menjerit berteriak karena kesakitan, hingga Pak Rudi, Bu Ros dan Tia yang tengah mengobrol di teras belakang terkejut dan cepat menghampiri.

"Jar! Apa-apaan kamu?" Teriak Pak Rudi.

"Diam pak! Ini masalah rumah tanggaku!" Lantang Fajar tanpa melepaskan jambakan di rambut Susi, bahkan Fajar telah menampar perempuan yang sedang menangis itu.

"Dasar jalang! Kenapa aku baru tau istriku ini seorang pelacur?" Murka Fajar, wajahnya benar-benar mengerikan saat tengah marah begini.

"Ampun bang...aku...aku khilaf" tutur Susi ditengah isak tangisnya, dia telah menduga apa yang menyebabkan kemarahan sang suami.

"Khilaf katamu? Kau rayu suami orang, kau telanjang di depannya dengan suka rela, itu yang kau bilang khilaf?" Fajar lepaskan jambakannya dengan mendorong tubuh Susi hingga perempuan itu terjerembab di lantai.

Bu Ros dan Pak Rudi saling berpandangan, Tia telah kabur karena tak cukup kuat melihat kekerasan rumah tangga kakaknya itu.

"Ampun...bang! Ampun! Aku menyesal, aku minta maaf!"

"Menyesal katamu? Asal kau tahu! Gara-gara perempuan ular sepertimu aku harus ribut dan menghajar teman baikku sendiri. Aku menghinanya, aku memukulnya, aku menyakitinya, semua karena otak ularmu itu!" Fajar berkata dengan suara yang mulai serak, lalu diapun menangis, dia terbayang kepada Amil. Baru saja maaf kudapatkan darinya dan aku telah mengecewakannya lagi. Aku membuatnya terluka dan berdarah lagi. Andai saja aku memohon ampun sekali lagi, masih maukah dia memaafkanku. Ah Amil, aku benar-benar menyesal meragukanmu. Fajar cuma dapat berkata-kata di dalam hati.

"Bang, ampuni aku!" tangis Susi meratap-ratap.

"Keluar kau dari rumah ini! Aku menjatuhkan talak kepadamu!" Ucap Fajar dingin.

Mendengar ucapan itu, meraung-raung lah Susi. Dia pun jatuhkan diri berlutut bahkan bersujud menghiba-hiba di hadapan Fajar.
***

Pintu rumah Fajar masih tertutup buat Susi yang terus menangis memohon belas kasihan di emperan rumah.

Fajar masih mengelam kaku menahan murung, jujur pikirannya sangat kalut, namun yang paling mengganggunya ialah pikiran tentang Amil, dia telah menghancurkan kepercayaan Amil yang baru saja melunak untuknya.

"Semua gara-gara istri sundal satu itu!" Geram Fajar.

Bu Ros berinisiatif membuatkannya kopi. Fajar tengah duduk merenung di atas sofa.

"Jar, biarkan Susi masuk" pujuk perempuan itu.

"Enggak! Dia sudah merusak nama baikku"

"Masih talak satu Jar, dia masih berhak kau nafkahi, dia masih berhak tinggal di rumah ini, kalian masih dapat rujuk kembali setelah masa iddah, kasihan dia sudah tidak punya siapa-siapa"

"Tapi dia sudah menggatal Mak, menggoda suami orang yang sialnya lelaki itu adalah teman aku sendiri" kesal Fajar, sekaligus pria yang kucintai. Kata-kata terakhir muncul di hatinya.

"Pokoknya ibu gak setuju kalau bercerai, itu dibenci Tuhan. Kalian harus rujuk"

Fajar melirik ibunya dengan kesal. Fajar mengalah, dia meninggalkan rumah lewat belakang agar tak dilihat oleh Susi yang terus meraung di depan rumah.

Dengan berjalan kaki Fajar menuju rumah Amil, tujuannya cuma satu, ingin meminta maaf sekali lagi. Namun begitu tiba di rumah Amil dia dilarang masuk oleh Pak Narto.

"Tolonglah pak, izinkan aku masuk, aku ingin meminta maaf pada Amil. Aku ingin meluruskan semua kesalahpahaman ini"

"Maaf pak, tidak bisa. Rumah ini sudah tertutup untuk bapak juga keluarga bapak. Apapun alasannya" tolak Pak Narto.

Fajar bergeming, dia memandang kosong ke dalam pagar, ke arah rumah megah Amil. Tiba-tiba dia berteriak.

"Amil, aku minta maaf, izinkan aku menemuimu! Aku salah, aku khilaf, aku menyesal tak mendengar penjelasan darimu terlebih dahulu. Mil aku mohon, beri aku kesempatan buat memperbaikinya lagi" Fajar berteriak berulang kali.

Hingga mengganggu ketenangan Arum yang tengah bercengkrama dengan sang suami, saudara kembar Amil yang bernama Amal.

Amil sendiri tengah tertidur di kamar, mentalnya masih labil, luka di wajahnya juga belum pulih sepenuhnya.

"Jadi itu lelaki kurang ajar yang sudah menyakiti adikku berulang kali? Awas saja akan ku patahkan kakinya" Amal bersiap keluar menemui Fajar namun Arum cepat mencegah.

"Biar adek saja bang, ingat belum ada yang tahu keberadaan Abang selain penghuni rumah ini"

"Tapi tanganku sudah gatal ingin membuat mukanya bonyok seperti dia menghajar adikku!" Geram Amal.

"Ingat bang, tahan diri, kita bisa membalasnya dengan lebih menyakitkan. Kalau bikin bonyok itu gampang, tapi yang kita perlukan kehancurannya, agar dia tahu bahwa akibat perbuatannya itu, Amil sudah banyak menderita" Arum bergegas keluar.

Begitu melihat kedatangan Arum, Fajar segera memohon.
"Rum izinkan aku menemui suamimu, aku mohon?"

"Buat apa? Mau bikin suamiku semakin sakit lagi? Belum puas bikin wajah suamiku bonyok?" Sindir Arum pedas.

"Aku mohon Rum, aku khilaf, semua karena tipuan istriku"

"Makanya jadi suami itu jangan bego! Mau saja dikentuti istri" pedas Arum.

Telinga Fajar meremang mendengarnya. Ya, dia memang bego.
"Rum, ayolah izinkan aku melihat suamimu. Aku butuh dia Rum, aku menyayangi nya" tanpa sadar Fajar mengucapkan kata-kata itu.

Arum seketika terperangah tak menyangka Fajar akan sejujur itu. Fajar sendiri masyghul sudah kelepasan bicara, tapi apa boleh buat, sudah terlanjur.

"Maaf Rum, tapi aku memang mencintai suamimu, dia kekasihku di masa lalu, sampai sekarang masih ada sayangku untuknya, aku mohon Rum!"

Arum semakin terperangah, benar-benar tak menduga Fajar akan seterbuka itu.

"Tapi suamiku sudah tak ada rasa buatmu lagi, semua sudah musnah, kepercayaannya kepada mu sudah hancurmu"

Fajar tak terima itu.
"Bohong! Amil masih mencintaiku, gak mungkin secepat itu cintanya pupus!"

Arum tertawa mengejek.
"Gak sang istri, gak sang suami, sama-sama menjijikkan, tukang goda suami orang!"

Merah legam telinga Fajar dihina seperti itu, emosinya tersulit.

"Diam kau perempuan jahanam! Amil itu milikku sejak dulu, kau merebutnya dariku, lihat saja! Aku akan merampas dia darimu!"

"Rampas? Kau pikir suamiku itu benda mati kah?"

"Diam! Aku orang pertama yang menyetubuhi suami mu, kau cuma dapat bekasku" ucapan Fajar mulai tak terkontrol, nafasnya memburu.

"Setan!" Pekik Arum.
"Pergi kau! Jangan ganggu kami lagi. Aku muak melihat mu! Pak Narto, usir orang ini! Kalau dia tak mau pergi telepon saja polisi!" Arum segera melangkah pergi.

Fajar menyumpah serapah, namun matanya membulat cerah ketika di pintu rumah itu keluar seorang lelaki, Amil. Dengan penuh harap dia memanggil nama itu, namun seketika matanya memerih pedih tatkala di depan pintu itu Amil memeluk Arum, mencium pipi bahkan bibir perempuan itu, dia abai akan panggilan Fajar

Menggelegak darah Fajar karena cemburu, dia ingin memanjat pagar namun cepat dicegah oleh Pak Narto dan Pak Undut.

"Harap pak Fajar meninggalkan tempat ini! Atau kami terpaksa pakai cara kasar!"

"Kami hitung sampai lima pak Fajar harus pergi dari sini!"

Fajar akhirnya mengalah, dengan menahan cemburu dia meninggalkan tempat itu dengan berjuta pikiran di dalam benaknya.
"Aku harus dapatkan Amilku kembali!"
"Perempuan lacur, berani sekali dia mencium bibir Amilku di depan mataku sendiri, awas saja! Akan ku robek mulutmu itu!"
***

DETAK [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang