Detak 56 - Bertahanlah!

683 35 34
                                    

Dua hari Fajar tak keluar rumah, dia mengurung diri di rumah sederhana itu. Efek pelecehan seksual yang dilakukan Amil dan Tiga Waria waktu itu benar-benar mengguncang hidupnya. Amil tega menjualnya sebagai penghibur para waria, dan itu benar-benar menyakitkan. Amil, pria terkasihnya itu telah mencoreng dan meruntuhkan harga diri Fajar.
"Mil, kenapa harus begini? Kenapa sampai sejahat itu hatimu padaku?" Racau Fajar mengigau, bahkan bayangan kelam itu turut menghantui tidurnya.

Ketika pagi menjelang dan Fajar telah terjaga, lelaki itu membeliak tatkala ada pesan masuk di ponselnya, pesan dari Amil. Dengan tangan gemetar Fajar membuka pesan itu yang ternyata adalah penggalan video.

"SETAN! ANJING! KEPARAT!" Maki Fajar berulang kali, dan brakkk Fajar membanting ponselnya hingga padam. Bagaimana tidak frustasi, penggalan video yang dikirim Amil ternyata rekaman video saat dirinya bersetubuh dengan tiga waria.

"AMIL! KAU HARUS BAYAR PENGHINAAN INI DENGAN NYAWAMU!" Geram Fajar.

Tengah hari Fajar keluar rumah menuju sebuah warnet, disana dia mencari-cari sesuatu di dunia maya. Dia membuka satu situs black market, mencari-cari pedagang ilegal yang mau menjual obat bius. Setelah dapat dia langsung menghubungi pedagang gelap itu dengan hape jadul bututnya yang cuma bisa buat telpon dan SMS.
"Kapan barang akan sampai?" Tanya Fajar ke pedagang gelap itu.

"Paling cepat seminggu pak, harap sabar menunggu!"  Jawab si pedagang.

Fajar pun pulang, di dalam kamarnya dia tengah mengatur-atur dan menyusun rencana untuk menculik, menyekap lalu mengeksekusi Amil.

"Waktu yang tepat ialah disaat Amil berolahraga sepeda, biasanya dia hanya sendirian gowes di jalanan kampung" Fajar yang memang hafal kebiasaan Amil sehari-hari sunggingkan senyum setelah menemukan cara buat menjalankan rencananya. Yang jelas dia butuh bantuan seseorang. Tapi siapa? Doni? Tidak mungkin, Doni sudah menolak mentah-mentah waktu itu.
"Ingat Jar, jangan gila! Membunuh itu perbuatan keji, hanya manusia primitif yang sanggup melakukannya"

"Apa yang dilakukan Amil kepadaku jauh lebih keji dari pembunuhan" bantah Fajar pada suara hatinya disaat dia teringat akan nasihat Doni.

"Baiklah, jika Doni tak mau membantu, aku bisa minta tolong dengan preman pasar yang kecanduan ganja dan sudah bolak-balik masuk penjara. Pasti mau dengan iming-iming uang" tekad Fajar dengan bulat. Kemauannya telah keras.
***

Sepuluh hari kemudian adalah hari Sabtu, hari yang tepat buat menjalankan eksekusi. Orang tua Fajar masih di kota menemani Rendi yang masih menjalani perawatan intensif. Fajar berhasil menggaet seorang preman bernama Topek. Kedua orang itu mengintai di tepi jalan tak jauh dari rumah Amil, di dalam sebuah mobil yang mereka rental.

"Kau yakin dia akan gowes hari ini?" Tanya Topek.

"Yakin, aku hafal kebiasaan anjing itu!" Sahut Fajar. Lalu senyumnya pun mengambang tatkala Amil keluar dari pagar rumahnya dengan bersepeda.

"Itu mangsa kita!" Seru Fajar pada Topek. Fajar menjalankan mobilnya.

"Kita potong jalan, pokoknya kita harus mencegat dia di jalanan kebun sawit yang sepi itu. Setelah dapat kita ringkus lalu bawa ke hutan lindung. Disana baru kita eksekusi" ucap Fajar dengan melajukan mobil.

"Kenapa tidak langsung dibunuh saja?" Tanya Topek.

"Terlalu enak baginya mati cepat. Aku ingin menyiksanya dulu. Dia sudah menghancurkan hidupku, maka dia harus rasakan semua sakit hatiku itu sebelum mampus"

"Tapi aku tak ikut membunuh kan?" Tanya Topek.

"Tugasmu cuma bawa mobil ini pulang  dan mengantarkan ku ke hutan" sahut Fajar.
***

DETAK [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang