BAGIAN 10: Tak Sedekat Itu

232 12 0
                                    

Pertandingan antara Persija vs Persebaya akan digelar esok hari. Aku sebagai pemain sekaligus anggota dalam tim bisa merasakan keseriusan di setiap latihannya. Jika biasanya kami hanya berlatih dua sesi dalam sehari, khusus untuk pertandingan ini sesi latihan ditambah satu lagi yaitu gym

Semua pemain benar-benar dicecar dengan latihan demi latihan untuk mempersiapkan pertandingan melawan Persebaya. Pelatih kami-Thomas Doll, tak ingin satu poin pun direbut. Mengingat Persija sedang punya tren permainan yang positif di beberapa pekan ini.

Oleh sebab itu, aku nyaris membatalkan janji untuk wawancara dengan salah satu media Jakarta. Naf, reporter magang yang sepertinya beda usia setahun denganku itu, bahkan sampai mengonfirmasi lagi pagi-pagi buta. Itu wajar, karena memang beberapa pesan yang dikirimnya kuabaikan dan hanya kubaca sekilas. Bukan maksudku untuk membiarkan itu semua, tapi sekali lagi waktu itu aku masih terlalu lelah dengan latihan dan tidak tahu apakah aku bisa keluar dari latihan atau tidak.

Hingga akhirnya kami semua dapat kabar jika latihan h-1 sedikit diperlonggar dengan pengurangan waktu latihan untuk sesi pagi. Kami hanya di jatah tiga jam dan setelahnya bebas hendak melakukan apa. Informasi itu kami dapatkan setelah makan malam bersama. Beruntunglah Naf kembali mengingatkan dan aku bisa memastikan untuk datang. Ya, meskipun pada akhirnya aku harus terlambat 30 menit untuk bersih-bersih lebih dulu.

Saat tiba aku hanya bisa menangkap sosok Naf yang tengah sibuk dengan kertas-kertas di tangannya. Lalu ada satu orang laki-laki yang aku tidak kenal. Mungkin usianya hampir 30-an. Saat aku datang dirinya masih sibuk mengatur tombol-tombol kamera.

"Halo, Naf... Maaf udah nunggu lama." Sang pemilik nama langsung menoleh dan kami saling berjabat tangan.

"Oiya, gapapa Mas. Ini juga kita masih persiapan," balasnya.

Lantas dirinya mengenalkan siapa yang sedang mengutak-atik kamera di depannya. Ternyata dia adalah bagian dari tim kameramen namanya Bang Fawzi. Aku tidak sempat berbincang dengannya di awal karena sepuluh menit setelahnya kami langsung take video.

Di sinilah aku melihat Naf pertama kali bekerja. Meskipun baru anak magang, menurutku dirinya cukup luwes dan bisa berbicara. Maksudku, dia pintar untuk menyambungkan satu topik ke topik yang lain, tanpa ada kesan yang kaku. Jadi, aku mengalir dan menikmati saja pembicaraan yang disetir olehnya.

Sekitar setengah jam kami ngobrol ini dan itu. Barulah saat selesai take video Bang Fawzi mendekat dan kami ngobrol berdua. "Halo Do, apa kabar? Gimana di Persija?"

"Alhamdulillah baik Bang. Sejauh ini udah mulai dibuat jatuh cinta," balasku.

Bang Fawzi yang mendengarnya langsung menyambar, "oh, baguslah kalau udah mulai bisa jatuh cinta." Tapi tatapan matanya liar, menuju ke arah seseorang yang berada di kursi lain di depan samping kami--Naf.

"Kenapa bang?" tanyaku macam anak polos.

"Ya bagus, kalau udah mulai jatuh cinta. Ini juga kan bukan pertemuan pertama juga," aku tahu Bang Fawzi sebenarnya hanya menggodaku saja.

Aku menepisnya langsung sambil tertawa, "Nggak lah bang, bukan kesana juga arahnya. Tadi kan di awal tanya soal gimana di Persija."

"Bener si, tapi kalau mulai suka Naf juga gapapa." Dia mengatakannya sambil terkekeh pula. Artinya, jangan dibawa serius bro! Semua ini hanya bercanda.

Setelahnya kami makan siang terlebih dahulu sebelum pulang. Aku juga sempat berfoto dengan beberapa orang di kafe. Selebihnya aku diajak berdiskusi kembali dengan mereka bahwa video ini nanti akan tayang di YouTube. Jadi, apakah ada bagian-bagian yang ingin aku hapus setelah apa yang telah terjadi selama bincang-bincang tadi?

"Mungkin pas saya ngomongnya belibet itu bisa dihapus aja Bang. Soalnya nggak enak aja didengernya."

"Oke, kalau lo, Naf?"

"Dari gue juga aman. Tapi, gue ga setuju sama Mas Ridho. Justru obrolan bakalan lebih hidup kalau bloopersnya nggak usah dihapus. Nggak ganggu banget juga itu."

Nah. Di sinilah kami berdiskusi cukup panjang. Hasilnya? Aku mengikuti saran Naf. Entah kenapa dia punya bakat untuk mempengaruhi orang lain yang awalnya tidak setuju menjadi setuju dengannya.

Cerita proses wawancara selesai sampai di situ. Setelahnya aku kembali ke latihan yang super serius. Sorenya aku langsung menuju tempat gym dan malam harinya kami latihan di stadion secara langsung. Esok hari kami semua sudah siap menjalani pertandingan.

Akibat dari itu aku sama sekali tidak membuka ponsel sampai pertandingan benar-benar usai. Aku sempat meminta difotokan bersama Coach Bejo dan beberapa pemain lain, tapi itu lewat kamera tim media Persija atau juga lensa kamera wartawan. Jadi, aku benar-benar off tidak membuka ponsel sama sekali.

Barulah aku aktif membuka media sosial di malam hari. Meskipun hasilnya imbang, kami semua merasa senang dan damai. Tidak terjadi keributan sama sekali di stadion selama pertandingan. Aku rasa sepakbola Indonesia sudah mau berubah.

Beberapa hari setelahnya aku juga baru sadar kalau ada kejutan lain. Video bincang santai kemarin ternyata trending 10 di YouTube. Aku lantas buru-buru menontonnya dan tak sengaja membaca beberapa komentar awal yang sedikit membuatku menghela nafas.

Netizen banyak menjodoh-jodohkan ku dengan Naf karena video itu. Banyak dari mereka yang menuliskan kalau terpukau dengan cara pembawaan Naf yang luwes dan santai. Banyak juga yang bilang Naf harusnya masuk tim jurnalis PSSI. Dan yang tak kalah banyaknya lagi, mereka memuji kecantikan Naf.

Ayolah, semua itu benar adanya. Tapi, tidak benar juga karena akan menjadi beban tersendiri untukku dan Naf. Akhirnya, aku berinisiatif untuk mengirimnya pesan singkat.

Anda

Naf

Komentar-komentar netizen
jangan dibaca.

Supaya kamu nggak terganggu.

Tapi tak sampai tiga menit pesan itu justru kutarik kembali. Mungkin aku baru sadar kalau kami tidak sedekat ini, hingga aku perlu memberikannya atensi yang berlebihan.

#Bersambung#



Mereka belum sedekat itu ternyata. Hmm...
Credit pict: rizkyridhoramadhani

MEMORABILIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang