BAGIAN 11: Kenapa? (Naf POV)

237 14 0
                                    

"Jadi berangkat sama Nia?" tegur Pak Han yang terlihat sudah siap memakai kaos Jersey serta jaket kulit biasanya. Kelihatannya dirinya juga akan nonton bola sore ini.

Aku mengangguk mengiyakan pertanyaannya, "iya, Pak. Nanti Mas Bayu katanya juga mau nyusul kalau udah selesai tugasnya."

Saat Aku cerita akan nonton bola di stadion bersama Nia di grub kemarin, Mas Bayu langsung memutuskan untuk ikut. Dia tidak ingin meninggalkan dua ciwi-ciwi 'penghuni surga' kesayangannya, katanya.

"Bayu itu baru selesai liputan jam empat. Apa nyampe waktunya? Kalian nggak bareng saya aja?" Pak Han nampak serius menawarkan itu. Kami berdua saling lirik dan akhirnya mengangguk bersama.

Selama perjalanan Pak Han lebih banyak mengajak ngobrol kami. Mulai dari menanyakan liputan, tulisan, sampai pada akhirnya menjurus spesifik pada rubriku.

Dia mengapresiasi hasil liputan yang viral kemarin. Liputan yang dikemas dalam bentuk bincang santai itu menurut Pak Han cukup membuat rating media naik. Selain itu, tentu keuntungan lain menyertai bersamaan dengan viralnya bincang santai dengan seorang kapten Timnas yang sedang melejit namanya--Rizky Ridho.

"Aku yakin itu faktor bintang tamunya sih, Pak. Mas Ridho..." Komentarku atas segala pujian yang diberikan.

"Pasti, itu pasti. Tapi, Naf kamu juga bagian penting di liputan itu. Jadi, saya harap setelah ini kamu lebih bisa berprogress lagi... ." Aku hanya tersenyum menanggapi.

Sampai di tempat, Pak Han tak banyak bicara, hanya satu saja pesannya setelah menukarkan tiket di loket. "Saya harus bertemu seseorang dulu di lobby. Jadi, kalian masuk dulu ke dalam. Nanti diantar sama Yasmin." Setelahnya dia memisahkan diri dari aku dan Nia.

"Dengan Kak Naf dan Kak Nia? Bisa ikuti saya Kak, ke tribun VIP lewat gate 1 di sebelah kanan," ucap Yasmin dengan jelas.

Akhirnya kami hanya mengikuti di belakangnya hingga sampai di kursi tribun VIP dengan aman. Yasmin pergi dan mulailah aku bergosip dengan Nia.

"Ni, aku kira kita bakal di tribun biasa atau nggak di lapangan bareng sama tim media lain tau. Ternyata di kasih di VIP," jelasku panjang lebar.

"Sama kali Naf, gue juga mikir bakal ditaruh di lapangan sama wartawan bola lain. Taunya malah dikasih VIP. Please, jadiin Pak Han Pemred abadi!" Selorohnya.

Ini memang kali pertamaku nonton bola secara live di stadion. Jadi, ada banyak hal yang mungkin remeh temeh bagi kalian, tapi bagiku rasanya luar biasa.

Stadion yang luasnya entah berapa hektare ini, seakan terlalu sempit ketika sudah terisi oleh puluhan supporter yang hadir. Tak ada satupun kursi kosong, bahkan di VIP hanya menyisakan beberapa saja. Artinya, tiket terjual semua alias sold out.

Stadion ini rasanya juga terlalu gemuruh dan ramai oleh nyanyian-nyanyian supporter yang liriknya begitu asing bagiku, namun semangat mereka bisa aku rasakan. Tak kupungkiri hal itu membuat bulu-bulu halus disekujur tubuhku meremang. Aku merinding dibuatnya.

Tak lama setelahnya, saat supporter kian gemuruh menyanyi para pemain terlihat mulai masuk lapangan. Aku menangkap sosok yang tak asing, setidaknya untuk beberapa pekan terakhir. Aku melihat dengan jelas Ridho menjadi salah satu pemain yang ada di barisan. Ya, Tuhan... bahkan aku lupa kalau pertandingan sore ini antara Persija VS Persita. Jelaslah ada Ridho di sana.

Kemudian peluit pertama berbunyi cukup nyaring dan cukup panjang. Sejak peluit pertama berbunyi itulah banyak sekali pertanyaan-pertanyaan di benak yang tidak mungkin aku tanyakan pada Nia. Karena pastilah dia juga tidak punya jawabannya.

Misalnya, mengapa dari awal Ridho selalu bertahan di area kotak depan gawang? jikapun dia maju, pasti tidak melebihi garis tengah lapangan.

Selain itu, mengapa dirinya juga tidak bisa sebebas Rio Fahmi atau Riko Simanjutak yang tiba-tiba bisa di depan atau juga tiba-tiba di belakang? Tapi, terlepas dari itu terkadang senyumku terbit tanpa kusadari tatkala Ridho berhasil merebut bola dan menggagalkan gol yang akan tercipta. Dari situ aku melihat Ridho sangat keren saat bermain bola.

"Ridho mainnya bagus ya?" Aku mengangguk. Mungkin Nia sepaham denganku kali ini, tapi tunggu, mengapa suaranya menjadi ngebass begini? Gawat.

Saat aku menoleh ke sumber suara ternyata sosok tinggi besar Mas Bayu sudah datang. Di punggungnya masih bergelayut tas backpacker yang selalu dibawanya kemanapun saat liputan. Itu tandanya dia benar-benar langsung kemari setelah bertugas.

"Eh, Mas Bay! Sendirian?" Aku menanyakannya karena dia benar-benar sendiri tanpa ada seorangpun yang membuntutinya. Dia lalu menyalamiku bergantian dengan Nia dan memberikan dua botol air minum pada kami. Tahu saja kami sudah kehausan daritadi.

"Jadi gimana pertandingannya?" Pertanyaan menggoda yang sengaja sekali dilontarkan karena kami tidak bisa menjawab.

"Naf menikmati, Mas. Daritadi senyum-senyum sambil ngeliatin nomor 74." Nia memang temanku yang paling sok tahu di dunia. Jadi, dirinya harus mendapat hadiah cubitan manja dari ku.

Setelahnya mas Bayu duduk di kursi yang agak berjarak dari kami. Meski begitu, aku masih bisa melihatnya sempat membuka laptop untuk mengetikkan sesuatu sekitar lima menit. Astaga, sepadat itukah rubrik Nasional yang diikuti Mas Bayu? Haruskah aku beruntung ada di rubrik olahraga yang bisa sedikit lebih santai saat ini?

Maka, setelahnya aku kembali fokus ke lapangan. Meski tak paham jalannya pertandingan aku turut bersorak ketika yang lainnya bersorak. Turut berdiri sambil gemas setengah mati ketika pemain gagal mencetak gol. Turut meringis dan merasa khawatir saat terjadi benturan antar pemain. Dan semuanya bisa aku ekspresikan saat ini.

"Gila, ngebet banget deh nomor punggung 10 buat cetak gol ke gawang Persija." Komentar Nia.

"Bener banget. Beberapa pemain juga mainnya kasar, wasit niup prat-prit-prat-prit-prat-prit mulu dari tadi," imbuhku sambil arah mata tertuju pada kemelut di tengah lapangan.

Jika tidak salah, aku mendengar dari beberapa orang di sini jika ini adalah sepak pojok atau corner kick. Yang membuatku sedikit deg-degan adalah gawang Persija yang terancam. Entah mengapa aku ikut merasakan tidak rela jika gol benar-benar terjadi. Setelah melihat susah payahnya para pemain Persija, termasuk Ridho yang jatuh bangun di lapangan. 

Tak lama tendangan dari pojok melesat bak busur panah, namun melengkung sedemikian rupa. Bola itu mendarat persis di kepala pemain yang bisa langsung disundul dan mengarah ke gawang.

Hap!

Andritany berhasil menepisnya. Namun, bola kembali menjadi rebutan di kotak depan gawang. Aku melihat jelas Ridho sedikit berduel dengan pemain lawan. Mereka saling tarik menarik dan serobot bola. Sampai akhirnya salah satu dari mereka harus terjatuh dan meringis kesakitan di tengah lapangan.

Prittt!

Kartu kuning buru-buru keluar--pelanggaran.

"Naf, itu Ridho!" Ucap Nia lirih sambil menunjuk sosok yang sudah tergeletak mengerang kesakitan.

#Bersambung#



Huwaaaa kira-kira Ridho kenapa ya??? Stay tune for the next chapter ya gaisee💛

Credit pict: fin.co.id

MEMORABILIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang