BAGIAN 26: Lagu Kebangsaan Rizky Ridho

79 6 1
                                    

Saat baru sampai rumah aku langsung disambut dengan mata berkaca-kaca Ibu. Entah apa yang sedang ada di benaknya, hingga ia memeluk dan mengelus pucuk kepalaku sangat lama.

Agaknya pelukan itu tidak akan Ibu lepaskan jika Ayah tidak memperingatiku untuk segera membantunya menurunkan koper dari mobil. Akhirnya diriku lega sekali berada di sini. Di rumah yang bisa selalu membuatku menjadi diri sendiri. Apa adanya.

Bergegas menuju mobil setelah Ibu setengah hati menyudahi pelukannya, aku langsung menyambar koper besar milikku. Kuangkat dari mobil dan menyeretnya untuk dibawa masuk ke kamar. Begitu seterusnya, tas-tas dan beberapa oleh-oleh yang sengaja aku bawa dari Jakarta untuk mereka berdua, Ibu dan Ayah.

Kusimpan barang-barang di pojok kamar. Lantas kutinggal pergi lagi ke luar untuk menuju meja makan. Suara ibu juga sudah memanggil-manggil dari arah dapur sana.

"Ayo makan dulu, Do. Ditunggu Ayah sama Pakde."

Dalam sekejap aku sudah nongol dari balik tirai dan menjumpai mereka tengah asik menyendok nasi, empal, dan segala yang dihidangkan di meja. Aku bengong sebentar untuk menelisik apakah ada sayur kenci favoritku di sana?

"Ini Ibu sudah siapkan khusus buatmu. Sayur kenci, dadar jagung, dan sambal." Ibu meletakkan beberapa mangkuk dan piring yang berisi itu semua di atas meja.

Akhirnya meja yang sudah penuh itu kian penuh. Beruntungnya, masih menyisakan tempat untuk meletakkan piring berempat di tepi-tepinya.

Kami semua makan dalam keadaan khidmat. Tapi, aku lebih yakin kalau dua bapak-bapak itu sudah kelaparan sejak menunggguku di bandara.

Sedang Bapak-Bapak itu makan, Ibu masih sibuk meladeni ini itu buat tiga laki-laki yang sudah macam orang tidak makan dua hari. Sampai-sampai piringnya masih kosong, belum mengambil sesendok nasi pun.

"Bu, makan dulu. Biar Bapak-Bapak ini meladeni dirinya sendiri. Sini, Ridho yang ambilin mau sama lauk apa?"

Ibu akhirnya menghentikan segala kesibukannya. Ia beralih fokusnya ke arahku. Tidak, tidak hanya ibu. Tapi kedua Bapak-Bapak di depanku juga begitu.

"Iya, Bu. Istirahat dulu. Makan. Mesti capek nyiapin ini semua." Timpal Ayah yang masih semangat menyendok nasi ke dalam mulutnya.

Ibu lalu duduk di sebelahku. Mengambil nasi secukupnya dan memilih lauk kesukaanya sendiri.

Sayur kenci, tempe goreng, dan sambal. Baginya, jika sudah bertemu tempe goreng, maka empal sekalipun tidak ada menarik-menariknya.

Kutuangkan segelas air putih setelahnya. Lalu, menawarkannya lauk lain, sambil berharap Ibu mau. Nyatanya, tidak. Ibu sudah cukup dengan isi piringnya. Katanya, tadi sudah lebih dulu makan. Padahal aku tahu, Ibu pasti bohong.

Kemudian, semuanya kembali fokus pada piring masing-masing. Pakde lebih dulu habis, lalu disusul ayah, dan menyisakan aku serta ibu.

Seperti kebiasaan yang diajarkannya, aku hendak membereskan semua piring kotor dan berniat membantunya cuci piring. Tapi, langsung dicegahnya.

"Sudah, gabung sama Ayahmu itu di depan. Ini urusan Ibu sama Mbak Tin," katanya.

Yasudah, aku manut saja. Kedepan dengan membawa jeruk untuk cuci mulut. Dan tahu apa yang terjadi?

"Cek...cek... satu... dua... tiga... dicoba." Suara Pakde terdengar dari sound.

Sedangkan, Ayah sibuk memutar tombol-tombol di sound. Ia mengatur sedemikian rupa agar suara bisa pas. Suara ngang-nging dari sound pun tidak terhindarkan.

"Ayo kene, Do. Karaokean." Suara Pakde menggelegar, karena menggunakan mic.

Aku sempat menggeleng dari tempatku berdiri. Berniat menolak, karena aku masih mengunyah jeruk tadi. Tapi dia terus mengajakku untuk mau bernyanyi.

"Mau lagu apa?" tanya ayah sambil mencarikan lagu-lagu.

Pakde langsung gesit menimpali. "Selendang biru, Yok. Nek ora Layang Kangen."

Aku tidak setuju dengannya. Meskipun lagu Jawa itu sedang didengar di mana-mana, aku punya satu lagu andalan.

"Bosen, lagune iku terus. Coba, Yah, play lagu kebangsaanku." Ayah kaget dan Pakde juga kaget.

Mereka sama-sama kompak bingung, "Lagu kebangsaan opo? Indonesia Raya?"

"Nasionalis banget to, Do. Mau dangdutan aja kudu Indonesia Raya sek." Pakde melayangkan protesnya.

Hadeh, mungkin mereka berdua belum tahu kalau netizen menjadikan satu lagu dangdut sebagai lagu kebangsaanku. Iya, mereka menyebutnya Lagu Kebangsaan Rizky Ridho. Mau tau lagunya?

Aku langsung melantunkan satu bait kalimatnya, "tanam tebu ditanam..."

Lagu berjudul Delima itu menjadi lagu kebangsaanku kata netizen. Mereka bisa sampai menyematkan itu karena pernah tak sengaja melihat storyku yang isinya masih karaokean dengan lagu yang sama saat TC Timnas.

Dan setelahnya, boom!

Banyak video Tiktok yang menggunggah foto atau bideoku dengan lagu Delima sebagai lagu backsoundnya. Ditambah lagi dengan caption, Lagu Kebangsaan Rizky Ridho 😂 (ya, taklupa emot ketawa itu).

"Walah, bocah lawas. Gass, play Delima, Yok!" pinta Pakde pada Ayah.

Ayah mencari-cari lagunya di YouTube yang telah disambungkan pada layar TV. Dia memilih versi karaoke dengan irama lagu khas dangdut koplo.

Diawali dengan suara keyboard yang syahdu, lalu disambung suara petikan gitar  dengan nada sama membuat intro lagu Delima makin indah untuk di dengar.

"Sekian lama..." Pakde mulai unjuk suara.

Suara seruling yang indah terdengar sebagai irama penjeda.

"Ku di rantau orang..." makin percaya diri saja Pakde menyanyi.

"Inginku cepat pulang..." sambungnya.

"Ke kampung halaman..."

Musik kian semarak dan kini giliranku untuk  unjuk bakat terpendam.

"Tarik, Do!"

"Tanam tebu ditanam.... Tanam di tanah Deli... Rinduku siang dan malam padamu kekasih..."

Suaraku terdengar pas-pasan pada mic. Tapi akan tetap kulanjutkan dangdutan ini sampai bait terakhir.

Alhasil kami semua, Aku, Ayah, dan Pakde sama-sama hanyut dalam lagu.

Kami karaokean dengan tak memikirkan suara pas-pasan yang dimiliki. Yang penting nyanyi. Meski suara sumbang dan bengek tidak karuan.

Hal itu kemudian membuat dua orang di dapur terkekeh tak henti-henti.

Ibu berkomentar, "Wes, memang mending main bola aja arek iku. Nyanyi itu bakat terpendam yang harusnya ndak perlu ditunjukkan."

***










Karaokean dulu bestie😂
Tanam tebu ditanam.... aseeek!
See u in the next chapter ya👋

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MEMORABILIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang