Awal Mula Penderitaan Zilia

158 18 0
                                    

Sang Surya sudah menampakkan dirinya, burung sudah berkicau ria, hiruk pikuk dunia sudah mulai terdengar. Di rumah kontrakan tua, berlindung anak manusia cantik yang masih terbungkus oleh selimut.

Triiing....

Terlihat tangan kecil dan putih bersih meraih alarm di nakas samping tempat tidur. Selesai mematikan alarm, Perlahan wanita itu bangkit sambil menormalkan penglihatan dan kesadaran, mengucek mata Karena silau terkena pantulan sinar matahari yang masuk dari jendela. Perlahan ia bangkit dan berjalan mendekati jendela lalu membukanya . Ia menengadahkan kepala menantang matahari sambil menghela napas.

"Tuhan... selamat pagi. oh maaf sudah hampir siang ya, maaf kan aku hari ini terlena dengan tidurku. Apakah kamu marah padaku tuhan? maaf kan aku, aku minta maaf". Gumamnya sambil menyatukan kedua tangan berharap Tuhan mengampuninya.

Ya, dialah pretty Elizabeth Brazilia, keluarganya dulu memanggil dia dengan sebutan zilia. Wajahnya cantik putih seperti boneka, rambut ikal, badan kecil, mata sedikit sipit, dan tidak terlalu tinggi.

Tiap Pagi zilia menyerahkan senyumanya kepada sang pencipta, bukan karna zilia tak mau berbagi senyuman dan sapaan ke orang, hanya saja orang-orang di sekitar selalu tidak pernah menganggap dirinya ada.

"Tuhan, pagi ini aku lelah". zilia menundukan kepala, mengepal  jari menandakan emosi nya sedang tidak baik-baik saja.

Namun, sedetik kemudian ia tersadar bahwa perkataan yang baru saja ia lontarkan membuktikan dia lemah.

"Stop zilia, kenapa kamu seperti ini!". Sadar zilia menampar pipinya kecil.

"Berhentilah bersikap lemah zilia! Kamu harus kuat! Kamu harus tetap hidup zilia! Demi papa dan mama, demi kakak, demi adik mu!!. kau hanya di beri kesempatan hidup sekali oleh tuhan!" Gumamnya memejamkan mata sambil memegang dadanya.

Bukan tanpa alasan zilia bersikap putus asa. Pagi hari zilia harus ke kampus untuk melanjutkan mimpi keluarga menjadi seorang ahli IT, sorenya ia harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidupnya hingga larut malam. Ia bekerja di sebuah caffe tidak jauh dari kampus tempat ia belajar.

Zilia awalnya bukan lah gadis biasa, ia adalah anak konglomerat dari keluarga yang memiliki bisnis yang cukup besar. Bisnis keluarga zilia bukan hanya satu, namun memiliki banyak perusahaan, baik di bidang property, toko oleh-oleh, restaurant, dan bisnis elektronik. Dari semua bisnis yang di geluti, sudah terlihat bahwa zilia bukan lah gadis sederhana. Hingga musibah 6 tahun lalu merubah hidup seorang zilia. Gadis yang di penuhi dengan kasih sayang berubah menjadi gadis yang malang. Zilia sekarang berumur 20 tahun hidup sebatang kara dimana tidak ada kemewahan dan kenyamanan.

6 tahun yang lalu, kecelakaan yang menewaskan kakak laki-laki saat menemaninya bermain merubah setengah hidup zilia. Orang tua zilia kehilangan penerus laki-laki satu satunya. Keluarga dari ayah zilia menyalahkanya, namun ayah dan ibu zilia selalu membela, dan mengatakan bahwa yang terjadi adalah kehendak yang maha kuasa. Saat itu zilia masih memiliki pelindung, yaitu orang tua nya.

Selang setahun kemudian zilia memiliki adik laki- laki yang lucu dan menggemaskan, secerca harapan keluarga kembali setelah lahirnya anak laki-laki. Bukan berarti orang tua zilia tidak menghargai anak perempuan, bagi ayah dan ibu zilia, laki-laki dan perempuan sama saja. Namun melihat fisik zilia dulu yang sangat lemah tidak memungkinkan untuk memegang kuasa sebesar itu.

Kebahagiaan yang mereka rasakan ternyata tidak bertahan lama, selang sebulan kelahiran adik zilia, musibah yang lebih besar terjadi. Musibah ini terjadi selang setahun kepergian kakak zilia yang menewaskan ayah, ibu, dan adik kecil yang baru di lahirkan, hanya zilia yang selamat saat itu. Kecelakaan kali ini benar benar merubah kehidupan zilia, pandangan masyarakat, terutama keluarga dari ayah dan ibu zilia, dia dianggap sebagai anak sial.

"""""

Zilia berjalan mengambil bingkai photo yang terletak disamping alarm, dipandang dalam photo itu, terlihat raut kesedihan diwajahnya. Ia berlalu menuju sebuah kursi kayu disamping jendela sembari membawa bingkai dalam pelukanya. Ia duduk di kursi dan kembali melihat photo itu. Zilia ingin menangis, tapi air matanya tidak mau keluar, hanya sorot mata yang menandakan bahwa ia benar-benar terluka.

"Papa, mama, kakak, dan halo adik manis..." Gumam zilia sambil mengusap satu persatu wajah di photo tersebut. photo kakak zilia juga di edit sehingga photo itu menjadi keluarga utuh.

"Hari ini adalah hari kepergian kalian. Hari dimana kalian semua meninggalkan ku... Ini semua salah ku, salah ku yang memaksa kalian mengikuti keinginan ku".

"Di hari ini Kakak pergi karna aku, aku yang memaksa kakak untuk pergi, padahal aku tau, kakak lelah pulang dari kantor". Lirih zilia sambil mengusap wajah kakaknya di photo.

" Papa, mama, adik kecil...aku juga yang memaksa kalian untuk pergi waktu itu, hanya karna aku ingin menunjukan pada kalian bahwa aku menang lomba menari tradisional. Aku mau kalian mendampingiku untuk menerima medalinya,  Tapi apa yang ku dapat, bukan medali, tapi duka yang sangat besar". Lirihan zilia semakin pelan, air matanya keluar, namun wajahnya tidak berekspresi. wajahnya kaku, tatapanya dingin, tidak ada suara tangisan yang keluar dari mulutnya, hanya air mata yang menetes.

Hanya Ingin HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang