Bab 5: Perpustakaan Kota

26 8 0
                                    

___

“Lebih baik sendiri karena tak di ajak, dibandingkan ada tapi tak dianggap.”

____

SUARA bell pulang sekolah terdengar di segala penjuru Artanegara, menciptakan sorak sorai bagi para murid yang langsung bergegas keluar dari kelas-kelas mereka.

Disana, seorang Artala masuk ke dalam sebuah mobil hitam setelah Nava membukakan pintu untuknya, lalu gadis itu duduk di kursi samping kemudi.

Artala berusaha menebalkan muka saat seorang gadis ikut masuk ke dalam mobil, duduk di kursi belakang diikuti Nava yang duduk di kursi kemudi.

"Ke perpustakaan kota dulu gapapa kan Ta?" tanya Nava yang diangguki pelan oleh Artala yang membuang muka dan memilih menatap jalanan. Ia sedikit tak peduli, jika melarang pun Nava pasti akan tetap pergi bersama Ciara ..., Lalu memesankan taksi untuknya pulang. Sudah pernah terjadi beberapa kali.

Sepanjang perjalanan, Artala terus berusaha menyibukkan diri dengan bermain ponsel meski sesuatu di dalamnya sangat membosankan. Artala mengulum bibir, merasa kesal. Padahal dirinya duduk di depan agar bisa membatasi interaksi Ciara dan Nava, tapi tampaknya itu tak berpengaruh. Karena kini mereka mengobrol ria mengenai olimpiade yang akan datang.


"Kalau Arta? Pelajaran favorit lo apa?" tanya Ciara membuat Artala tersadar akan lamunannya, lalu menoleh menatap mereka berdua.

"Eum.., seni." Artala menjawab dengan jujur, ia memang menyukai pelajaran seni. Tetapi seni yang ia sukai bukanlah sesuatu yang berkaitan dengan musik, melainkan gambar, ia sangat suka melukis.

"Ah iya, Arta kan jago ngegambar, bagus-bagus loh gambarnya. Dia juga pernah lukis wajah gue, Ra."

Mendengar kata-kata penuh pujian yang keluar dari mulut Nava itu, membuat Artala mengulum bibir dengan pipi sedikit memerah. "Apaandeh, gak usah gitu kali."

Ciara mengangguk-ngangguk lalu kembali bertanya, "oh iya Ta, gue sama Nava mau jadi relawan ke panti asuhan nanti.., lo mau ikut gak?"

Senyuman Artala memudar setelah mendengarnya, "lo? Sama Nava?"

"Enggak kok, sama anak Artanegara yang lainnya. Ada belasan orang," sahut Nava dengan pandangan tetap fokus pada jalanan.

Artala terdiam lalu membuang muka, kembali menatap jalanan.

"Gimana nanti.."

___

Perpustakaan kota saat ini tidak terlalu ramai. Perpustakaan bernuansa klasik itu ia telusuri setiap rak-rak tingginya, hingga langkah kakinya semakin cepat saat melihat sebuah rak dengan judul yang menarik.

Artala menatap rak buku penuh novel itu dengan senyum riangnya, lalu mencari novel yang menarik perhatiannya.

Nava dan Ciara sibuk belajar saat ini, membicarakan hal yang sama sekali tak Artala mengerti. Dan gadis 17 tahun itupun, memilih untuk mencari buku untuk menghilangkan kebosanannya.., meski ia takut akan kedekatan mereka berdua saat tak ada dirinya. Tapi ia mencoba untuk bersikap bodo amat.

Never LeaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang