Bab 9: Hujan

25 7 0
                                    

“Bodoh itu seperti hujan. Sering dijatuhkan tapi tetap memberikan manfaat untuk kehidupan.”

___

SEPERTI hari-hari sebelumnya, hari ini hujan kembali turun dengan deras, membuat Artala yang baru selesai dengan bunganya, terdiam menatap ke arah jendela yang menampilkan hujan deras di luar sana.

"Perginya pas hujan udah reda aja."

Artala menoleh, menatap Agtama yang kini tengah memasukkan bunga mawar ke dalam pot, lalu gadis itu mengangguk pelan dan memilih duduk kembali di sofa.

Kini netranya kembali mengikuti arah gerak seorang Agtama, lalu menyandarkan tubuh di sofa.

"Lo kerja disini sampe jam?"

"Jam enam sampe jam sepuluh." Agtama menjawab dengan senyum tipis yang terbuat saat melihat tantanan mawarnya. Cantik. Bukannya mau sombong atau bagaimana, tapi ia sendiri memang merasa ia memang pandai menata bunga.

Jika diingat-ingat pun, sepertinya Agtama adalah orang yang serba bisa. Laki-laki itu pintar, berprestasi, bisa masak, dan masih banyak hal yang bisa ia lakukan..., Mungkin itu semua bisa ia lakukan karena tuntutan untuk menjadi seorang yang mandiri.

"Lo punya pacar kak?" tanya Artala, membuat Agtama refleks menoleh ke arahnya.

"Kenapa emangnya? Tiba-tiba banget," balas Agtama lalu berjalan menghampiri Artala, duduk di sampingnya.

"Yaa lo orangnya lembut banget, pekerja keras, berprestasi.., ganteng lagi. Mustahil banget kalau belum punya pacar," ucap Artala dengan santainya membuat Agtama menarik ujung bibirnya.

"Tuh kan, sering banget senyum lagi!"

Agtama menghela nafas lalu ikut menyenderkan tubuh di sofa, dengan kepala menoleh, menatap Artala yang kini menatap langit-langit toko.

"Gak mustahil kok," ucap Agtama pelan, dan Artala tetap bisa mendengarnya meski terendam suara berisik hujan.

"Jadi lo gak punya pacar?" tanya Artala, tetapi tak dijawab apapun oleh Agtama.

"Kalau gitu, lo punya crush?"

"Crush?"

"Orang yang lo suka," lanjut Artala saat merasa Agtama tak mengerti kata yang diucapkannya.

Agtama terdiam saat mendengarnya, lalu melunturkan senyuman dan memejamkan mata.

"Ada."

"Siapa?" Artala kembali bertanya dengan penasaran, lalu berdecak saat suara hujan yang semakin mengeras karena turun semakin deras.

"Lo."

"Hah?" Artala tak dapat mendengar jawaban Agtama dengan jelas, karena suara hujan ini benar-benar sangatlah mengganggu.

"Siapa kak?" Artala kini mengeraskan suara agar Agtama bisa mendengarnya.

Agtama menggeleng pelan, "lupain aja."

Artala memutar bola matanya kesal lalu memilih mengambil ponsel di saku celananya, membukanya lalu mencari hal-hal yang bisa mengusir rasa bosannya.

Jari jemari Artala berhenti bergerak saat melihat sesuatu di aplikasi ungu miliknya, sebuah postingan dari Ciara. Berisi foto seseorang yang bisa Artala kenali meski hanya terlihat tangannya, karena jam tangan yang dipakai oleh tangan laki-laki itu.

Tatapan Artala bergulir pada caption yang disematkan oleh Ciara.

'Study date.'

Nafas Artala terasa memberat lalu jemarinya bergerak membuka sebuah aplikasi lain di ponselnya, menekan nomor Nava di kontaknya.

Never LeaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang