Bab 20: Something has broken

21 2 0
                                    

“Keluarga itu bagai bangunan dengan orangtua sebagai dua penopang. Jika kedua penopang itu runtuh, lantas apa yang terjadi padaku yang berdiam diri di dalamnya?”

___

TAK dapat berpikir jernih, sesaat setelah mamanya menjelaskan semuanya, Artala berlari pergi. Masih dengan seragamnya yang basah kuyup, ia berlari bak orang yang kabur dari hal yang mengerikan.

Rasa tak percaya hinggap di kepala dengan rasa pedih di hati. Sesuatu yang telah lama hancur itu kini semakin hancur, membuat nafasnya terasa sesak dengan genangan air mata yang membuat indra penglihatannya memburam. Akhirnya ia menghentikan langkah, di depan gedung apartemen tempatnya tinggal, dengan tatapan tertuju pada hujan deras di hadapannya.

"Bangsat..," umpat Artala lirih, hingga akhirnya ia luruh dan berjongkok di sana. Menunduk dan menangis terisak tanpa memperdulikan siapapun yang kini tengah menatapnya aneh.

"Sialan.."

"Kita mau bercerai, Artala.."

Hal yang ia takutkan akhirnya terjadi..,

Hal yang selalu ia pikirkan setelah mama dan papanya tak menunjukan sosok pasangan yang hangat, akhirnya akan terjadi.

Perceraian itu akan segera tiba..., kehancuran mengenai keluarga yang tidak pernah ada di daftar keinginannya meski ia tak merasa begitu bahagia.

Topeng keluarga harmonis di tiap pertemuan keluarga besar agaknya sudah tak bisa bertahan lagi, menunjukkan betapa buruknya keluarga kecil dengan seorang Artala di dalamnya.

Dengan tangan gemetar Artala mengambil ponsel di dalam ransel yang masih tersemat di punggung, membukanya dan mencari nomor yang sekiranya bisa membantunya saat ini. Harapannya saat ini.

"Kak..."

Terdengar sahutan dari seberang telepon, panik karena nada bergetar yang keluar dari mulut Artala.., semakin terdengar panik saat isakan mulai lolos dengan keras.

"Gue ancur kak..."

"Keluarga gue hancur.."

___

Sementara itu, di lain tempat kini seorang Agtama memandangi ponselnya dengan jantung berdebar tak karuan. Ia tak bisa berpikir apapun, bahkan penjelasan tentang teori relativitas pun tak lolos ke dalam telinga.

Dengan pikiran kosong, ia berdiri tiba-tiba yang tentu membuat seluruh atensi tertuju padanya. Sedetik kemudian ia tersadar, beralih menatap pengajar yang kini meletakkan spidolnya lalu menatapnya.

"Ya? Ada apa Agtama?" tanya perempuan yang berdiri di depan kelas, yang kini menatapnya dengan tidak ramah karena tindakan Agtama yang tentu dianggap kurang sopan.

"Saya.." sesaat Agtama meragu, menunduk dalam sebelum akhirnya mengangkat dagu.

"Saya ada urusan mendadak, urgent."

Entah hilang kemana seorang Agtama yang selalu menghormati setiap tenaga pengajar, tapi kini laki-laki itu berlari keluar dari kelas dengan ransel tersampir di bahu. Keluar dari gedung dekat sekolahnya itu dengan buru-buru, memasuki sebuah mobil hitam membuat pria di dalamnya merasa kaget.

Never LeaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang