Bab 18: Tak Seindah Angan

35 2 0
                                    

"Tak ada salahnya berpikir akan sebuah keinginan, dan tak ada salahnya juga kecewa pada kenyataan."

_______

HARI kembali menggelap, membuat lampu di kamar itu dinyalakan. Lalu sang penghuni kembali berjalan menuju meja belajar yang dipenuhi banyak buku yang tampak baru digunakan, ia bergerak duduk di kursi, melanjutkan kegiatannya yang dimulai sejak dua jam yang lalu.

Agtama menghela nafas pelan, otaknya terasa mumet karena harus menghafal rumus-rumus yang ia duga akan ia temukan di ulangan harian besok. Akhirnya, ia memilih menutup buku matematika nya itu. Beralih mengambil biola yang berada di bawah meja.

Baru saja hendak menggesekkan violin bow pada senar, pintu kamar barunya itu lebih dulu diketuk dua kali oleh seseorang. Sontak, Agtama meletakkan biola kesayangannya itu lalu memilih beranjak menuju pintu putih, membukanya yang menampilkan seorang wanita berpakaian pelayan yang langsung membungkuk saat berhadapan dengannya.

"Anda akan makan malam bersama Tuan Kaize, mari ikuti saya."

Dugaan Agtama bahwa yang mengetuk hendak mengantarkan makam malam agaknya sedikit melenceng, karena pelayan di depannya ini hendak menjemputnya untuk makan malam. Sebenarnya, 3 hari Agtama tinggal disini ia merasa tak betah. Agtama ragu melangkah keluar sehingga ia memilih tetap berdiam diri di kamarnya, dan ternyata sarapan, makan siang hingga makan malamnya di antar ke kamar, sehingga ia benar-benar tidak perlu melangkah keluar. Tapi hari ini tampaknya berbeda, Agtama akan makan malam bersama orang asing yang katanya adalah ayah kandungnya.

Agtama memasuki ruang makan, terasa mencekam karena pencahayaan yang dibuat temaram sehingga semakin memberi kesan klasik di bangunan bergaya eropa ini. Laki-laki itu lalu bergerak duduk di kursi setelah di persilahkan pelayan di sampingnya, tuan Kaize masih belum terlihat batang hidungnya, membuat Agtama duduk tenang saat para pelayan meletakkan satu persatu makanan yang menggunggah selera.

Tak lama, kehadiran seseorang membuat tubuh Agtama menegang. Sudut bibirnya ia angkat sedikit meski tak mendapat respon apapun, hingga akhirnya pria paruh baya itu duduk di kursi utama.

Ternyata tak hanya ada Kaize, ada juga seorang wanita cantik meski telah keriput wajahnya, tentu berwajah khas orang barat dengan kulit putih dan mata birunya. Ada juga seorang perempuan dengan wajah tegas mirip Kaize. Mereka semua membuat Agtama kikuk karena merasa terintimidasi atas aura mereka.

Dari cerita yang Agtama dapat dari Rimo, adalah tentang dirinya yang merupakan anak dari pernikahan pertama Kaize dengan seorang perempuan Indonesia, Kanaya Glenn. Namun, ada satu hal yang sudah sangat melekat pada keluarga konglomerat, bahwa segalanya telah di atur. Jadi pernikahan itupun hanya didasari cinta bukannya restu dari keluarga Vicreza. Rimo juga bercerita, bahwa Kanaya membawanya kembali ke tanah air setelah mendapatkan kabar buruk bahwa suaminya akan tetap menikah dengan orang yang sebelumnya telah dijodohkan dengan, Belezza Gravel, orang yang duduk berhadapan dengan Agtama saat ini. Berarti wanita rambut panjangnya mulai memutih itu adalah ibu tirinya, pun dengan seorang perempuan bernama Armadea Vicreza yang merupakan adik tirinya.

Dan katanya, keberadaan, kondisi, dan semua tentang Kanaya belum ditemukan. Mereka tak tau apakah Kanaya masih hidup atau tidak.

Tapi lagi-lagi, Agtama tak merasakan perasaan apapun berdesir di hatinya. Ruang yang disisakan untuk kasih sayang keluarga seperti yang telah dijelaskan guru konseling, tampaknya kini telah tertutup rapat karena saking lamanya kosong.

Ia tak merasa senang bisa bertemu keluarganya, tak terharu. Segalanya begitu terasa monoton. Hal itu ada entah karena ia tak pernah mengharapkan keluarga setelah beranjak remaja, bisa juga karena ia memutuskan berada disini karena ucapan Ibu Panti; untuk mendapatkan kesuksesan.

Never LeaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang