Bagian 18. Heart

1 1 0
                                    

Malam pun tanpa terasa menjelang. Bulan di pedesaan ternyata sangat indah, udaranya juga sejuk dan menenangkan.

Tepat di teras rumah Nenek, terlihat Aya tengah duduk menyendiri seraya menatap lekat bulan sabit malam itu. Tampak yang lainnya sibuk dengan kegembiraan mereka masing-masing di halaman rumah Nenek, ya... Mereka mengadakan acara bakar-bakar daging malam ini, karena esok hari sudah harus kembali ke kota.

"Sepertinya bulan itu lebih menarik perhatian mu" Ujar Rayan yang menghampiri Aya seraya ia berikan secangkir teh hangat untuk Aya. Aya nampak merampungkan senyumnya, namun dari kejauhan terlihat Seira dan Aarav mengawasi mereka. Tapi Aarav tak cemas, ia tahu Kakaknya itu memang sosok pria yang mudah dekat dengan orang.

"Makasih Kak"

"Iya. Gimana liburanmu kali ini, menyenangkan?"

"Sangat menyenangkan. Desa Nenek, benar-benar cocok untuk healing"

"Kamu bebas berkunjung kapanpun kesini, Nenek pasti sangat senang"

"Iya Kak, nanti kapan-kapan aku akan kesini lagi"

"Iya... Ya, kalau bisa tetap datang bersama Aarav" Ujar Rayan, menimbulkan kerutan penuh tanya didahi Aya.

"Ah iya, maksud Kakak. Setidaknya aku membawa salah satu cucu Nenek kalau mau kemari?" Tebak Aya menerkah maksud dari perkataan Rayan. Rayan hanya tersenyum mendengarnya. "Kenapa Kakak jarang sekali tersenyum? Ehng... Tidak, kalian bertiga sebenarnya jarang sekali tersenyum. Sorot mata kalian selalu dingin dan sikap kalian juga"

"Entahlah, kami terlahir memang seperti itu. Tapi pada dasarnya, kami lumayan banyak bicara juga kalau bersama. Tentu, bukannya seorang introvert seperti itu. Kamu mengerti kan maksud ku?"

"Iya Kak, aku juga seorang introvert. Disini semuanya introvert bukan?"

"Betul sekali. Hanya Nenek yang tidak, Nenek orang yang begitu ramai sama seperti Bunda"

"Iya, aku setuju Kak. Mmm... Kak, apa aku boleh bertanya sesuatu?"

"Tentu, tanyakan saja"

"Maaf mungkin ini sedikit pribadi. Ehng... Tentang perjodohan Kakak dengan Seira. Kakak betul-betul terpaksa menerima atau..."

"Atau... Atau apa Aya?" Ujar Rayan meneruskan kalimat pertanyaan Aya. Aya hanya tampak menampilkan senyum teduhnya. Rayan pun lantas berlalu mengalihkan pandangannya menatap Seira yang tampak diam sendirian membakar daging.

Sejenak menghela nafasnya, Rayan pun berkata. "Bunda dan Papa tidak pernah memaksakan apapun kepada aku, Orion dan Aarav. Kami bebas memilih dan kami bebas bertindak. Jadi menurut mu, kalau aku tetap bertahan meneruskan perjodohan ini. Itu apa artinya?" Tanya Rayan yang kembali menitikfokuskan pandangannya ke Aya. Aya sejenak tertegun, bukan bingung menjawab pertanyaan Rayan, tapi terlebih karena ia menyadari, bahwa Rayan nyatanya mencintai Seira. Aya pun lantas tersenyum, begitu juga Rayan.

"Sejak kapan?"

"Aku berteman sejak kecil dengan Seira. Dari Aarav dan Orion, walau aku dan Seira sering bertengkar, tapi kamilah yang paling dekat. Aku menyukainya dari kecil, dari aku sudah mengerti apa itu perasaan. Bunda dan Papa tahu itu, itu kenapa perjodohan ku dengannya tetap aku pertahankan. Namun aku tidak ingin Seira tahu, biar saja... Sama seperti Gauri yang mencintai Orion. Cinta tidak perlu dipaksakan" Cerita Rayan panjang lebar.

"Aarav pernah cerita kepadaku, kalau Kakak adalah seseorang yang sudah berhasil membuat Seira bangkit dari kehilangan Kakaknya. Bagaimana bisa?"

"Aku hanya memberinya kasih sayang seperti biasa. Orang-orang yang tengah terpuruk, hanya butuh untuk ditemani dan dimengerti dukanya. Dan terlebih karena aku menyukainya, aku akan selalu berusaha membuatnya bahagia dan bangkit lagi"

UNREQUITED LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang