Bagian 23. Sudden Shower

1 1 0
                                    

Malam begitu hening, angin sejuk menerpah tubuh tegap Aarav yang tengah berdiri sendirian di balkon kamarnya. Sorot matanya termenung sembari menatapi perpohonan yang tertanam kokoh di halaman luas rumah mewahnya.

Matanya sejenak berpaling, sesaat ia mendengar pintu kamarnya dibuka. Terlihat Rayan disana, bersama dengan Orion yang kemudian masuk kedalam dan menutup kembali pintu kamar Aarav dengan tenang.

"Ada apa?" Tanya Rayan setelah ia dan Orion sampai disisi Aarav.

"Tidak ada. Entahlah, aku hanya ingin termenung saja" Jawab Aarav, berlalu menghela nafasnya.

Kedua Kakaknya itu, tentu sangat mengenal Adik mereka. Aarav tipikal pria yang ceria, walau minim bicara jika dibandingkan dengan Orion. Aarav sosok yang hangat, namun tak sehangat Kakaknya Rayan. Jika ia melamun dan menghela nafas seperti itu, pasti ada sesuatu hal yang mengganggu pikiranya.

Ya... Sejujurnya, Aarav masih sedikit memikirkan perbincangannya dengan Aya tadi petang didalam mobil. Tentang Aya yang terus-terus mengajukan pertanyaan dan pernyataan mengenai kencan. Hems... Aarav hanya menerkah, apakah benar Aya tidak memiliki perasaan lebih dari sekadar sahabat untuknya?

"Aku lihat Bunda dan Papa membeli bunga tulip hias baru. Itu aku melihatnya, Bunda meletakkan bunga tulip itu di meja ruang tamu" Celoteh Orion, mencoba memecah keheningan.

"Iya... Bunda dan Papa seharian ini pergi bersama Om Azzam, Bu Cecil dan Bu Alma" Ujar Aarav. Rayan dan Orion pun menganggukkan kepalanya.

"O'Iya... Bagaimana dengan Gauri? Ku dengar dari Seira ia sudah mulai beraktivitas hari ini" Tanya Rayan tentu saja tertuju kepada Orion.

Orion sejenak menatap diam Kakak tertuanya itu. Berlalu melipat tangannya didepan dada bidangnya dan memgalihkan pandangannya ke halaman rumah, Orion pun lantas menjawab, "Iya... Aku rasa ia sudah baik-baik saja"

"Syukurlah. Apa ia memakan obatnya dengan baik?" Tanya Rayan kembali kepada Orion, namun Orion yang tak menyadari pertanyaan itu ditujukan kepadanya lucunya hanya tampak terdiam membisu.

Rayan tak memalingkan pandangannya menatap lekat Orion, hingga akhirnya membuat Orion tersadar, "Apa Kakak bertanya kepadaku?" Ujar Orion bertanya balik.

"Lalu, kepada siapa lagi aku bertanya?"

"Kenapa Kakak bertanya kepadaku? Aku kan mana tahu dia memakan obatnya dengan baik atau tidak?" Kesal Orion menjawab seadanya.

"Kamu, benar-benar tidak menghubunginya selama Gauri rehat di rumah? Apa susahnya sekadar bertanya, Orion?" Tegur Rayan dingin, berlalu melangkahkan kakinya meninggalkan balkon kamar Aarav dan mengambil duduknya diatas kursi yang ada didalam kamar Adiknya itu.

"Setidaknya Kakak bertanya, sesekali Kak. 5 hari loh, Kakak lewatkan begitu saja. Apa Kakak tidak memikirkannya, pasti dengan penuh harap Gauri menunggu Kakak" Timpal Aarav tak habis pikir pula, lalu ikut melangkah pergi meninggalkan balkon. Meninggalkan Orion yang kini tampak gusar dan bingung dengan pemikiran Kakak dan Adiknya itu.

Orion pun melangkah pula meninggalkan balkon kamar Aarav, menuju ranjang tidur Aarav.

"Kamu tahu rasanya cinta bertepuk sebelah tangan? Sangat melelahkan. Berjuang sendirian, namun yang diperjuangkan tak kunjung membalas bahkan tak menyadarinya. Rasanya... Seperti tengah berperang tanpa membawa senjata. Ingin mundur, tapi hati terus berharap ada keajaiban, hingga akhirnya memaksakan diri untuk bertahan dengan segala risiko yang ada" Tungkas Rayan, tentu saja Rayan sedang berada disituasi seperti itu sekarang. Mencintai Seira sejak dulu, namun hingga sekarang Seira tak kunjung menyadarinya.

Aarav yang juga merasakan cinta sepihak kepada Aya pun, ikut tertampar pula dengan perkataan Kakaknya itu. Ya... Hanya Orion yang ditakdirkan Tuhan menjadi pihak yang dicintai oleh seseorang. Namun sialnya bukannya ia tak menyadarinya, tapi... Hingga saat ini Orion terus-terusan saja membuat Gauri menunggu untuk balasan cintanya itu.

UNREQUITED LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang