"Nggak semua orang punya obat dan penguat dalam hidupnya, tapi semua orang bisa menjadi obat dan penguat dalam hidup seseorang."
- Haikal Mahendra.
Lelaki berjaket kulit hitam legam berlogo Peaceable itu berjalan di lobby apartemen menuju parkiran untuk mengambil motornya. Wajah pucat terlihat jelas di dirinya pagi ini, setelah kejadian semalam dimana darah keluar begitu banyak dari hidungnya hingga mengenai celana jeans nya.
Sebenarnya dia sudah sering mimisan seperti itu, tapi kejadian semalam lah yang lebih parah dari mimisan sebelum-sebelumnya. Dimana biasanya saat mimisan dia selalu mengusapnya dengan sapu tangan, maka darah dari hidungnya itu akan berhenti mengalir. Beda halnya dengan kejadian semalam, dimana saat dia sudah menghapusnya berkali-kali darah itu masih tetap menetes tanpa henti.
Di tengah langkah lemasnya Haikal sesekali memijat pangkal hidungnya karena merasa pusing yang amat luar biasa. Andai tidak ada pertandingan basket hari ini, mungkin dia akan beristirahat sebentar. Tapi apa boleh buat, dia harus tetap beraktifitas hari ini karena dia harus mengikuti pertandingan basket yang di adakan di sekolahnya. Pertandingan basket antar sekolah memang di adakan setiap 1 tahun sekali, lebih tepatnya sebelum ujian akhir di laksanakan.
"Kal." suara familiar itu terdengar jelas di telinganya, dengan spontan dia menolehkan kepalanya ke belakang dimana sumber suara itu berada.
Haikal bisa melihat dengan jelas disitu sudah ada lelaki berwajah imut yang memiliki kesabaran setipis tisu di bagi 1000 tengah berjalan menghampirinya.
"Mau berangkat lo? tungguin, gue mau ambil jersey basket gue dulu." ucap Rey kepada Haikal.
Haikal menyatukan kedua alisnya, "lha lo dari mana?"
"Nginep di rumah Papa, dan jersey gue ketinggalan lupa kalau hari ini tanding basket." jelas Rey.
Haikal mengangguk, "buruan dah, telat ntar."
Rey berdehem singkat dan berjalan menuju unit apartemen nya guna mengambil jersey basketnya.
Setelah kepergian Rey, Haikal termenung. Dia merindukan kehadiran kedua orang tuanya. DIa juga ingin seperti Rey yang bebas menginap di rumah Mama atau pun Papanya. Tapi takdir mereka berbeda, mungkin takdir masih begitu baik dengan Rey, tapi takdir Haikal sedang tidak berpihak kepadanya.
Jangankan untuk menginap untuk sekedar menemui orang tuanya saja dia di larang. Mereka bilang 'Haikal kamu tidak perlu menemui mama dan papa, nanti biar mama dan papa aja yang nemuin kamu' tapi kapan, kapan mereka akan menemuinya.
Apa harus menunggu dia tiada?
Ting!
Suara notifikasi dari ponselnya berhasil membuyarkan lamunan lelaki itu, dengan cepat Haikal merogoh saku celananya. Mengambil benda pipih yang dia beli hasil jerih payahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Tanpa Jendela [END]
JugendliteraturVERSI LEBIH LENGKAP ADA DI NOVELTOON, GRATIS!!! "Untukmu Haikal Mahendra, lelaki hebat yang tertawa tanpa harus merasa bahagia." - Rumah Tanpa Jendela. "Gue nggak boleh nyerah sebelum denger kata sayang dari mama papa." - Haikal Mahendra. [PEACEABLE...