"Bukankah kau tau bahwa Tuhan itu adil? lantas mengapa hatimu selalu resah memikirkan hari esok."
- Haikal Mahendra.
Bulan tenggelam digantikan dengan terbit nya matahari, pertanda bahwa pagi telah tiba itu artinya semua orang harus mengakhiri istirahat nya dan memulai aktifitas mereka bukan?
Begitu pula dengan Haikal, setelah melaksanakan sholat subuh tadi ia memutuskan untuk mencuci motor kesayangan nya. Motor besar berwarna hitam pemberian Daddy Cakra saat hari kelulusan SMP nya dulu. Dia sempat menolak namun lelaki setengah baya dari China itu memaksa untuk menerimanya.
Keluarga Cakra memang tidak memilki hubungan darah dengan Haikal, namun kasih sayang mereka terhadapnya sudah seperti kasih sayang orang tua pada anaknya. Haikal beruntung, sangat beruntung sebab dapat bertemu dengan mereka. Bahkan mereka pernah menawarkan Haikal untuk tinggal bersama di mansion keluarga Diningrat, namun Haikal menolaknya.
Memang, Haikal akui, tinggal di rumah seorang diri mampu membuat Haikal selalu merasa sepi. Kesunyian serta kesepian bahkan sudah menjadi makanannya sehari-hari. Mau bagaimana lagi, memang ini takdir hidupnya. Mau ataupun tidak, dia harus menjalankannya.
Ikhlas? entahlah Haikal juga belum bisa menjawabnya. Karena menurutnya ikhlas itu tidak langsung, ada tahap dimana kita tersiksa, terpaksa lalu terbiasa. Dan Haikal saat ini tengah berada di tahap terbiasa apa itu bisa dibilang ikhlas?
Ting Tong
"Eh den Haikal, kirain siapa atuh pagi-pagi." ucap bi Inah - asisten rumah tangga di rumah Ella.
Kedua orang tua angkat Ella jarang berada di rumah itu, tapi sekalinya mereka berada di rumah, mereka akan menyiksa anak angkatnya tanpa henti. Bi Inah lah yang selalu menjadi saksi betapa jahatnya kedua orang tua angkat Ella. Namun, apa boleh buat dia hanyalah asisten rumah tangga disini. Dia hanya bisa melindungi Ella dari kejauhan.
"Assalamualaikum bi," Haikal mencium punggung tangan bi Inah sopan.
"Waalaikumsallam masuk atuh, non Ella nya masih siap - siap den." bi Inah memasuki rumah diikuti dengan Haikal di belakang nya.
"Loh, kak Haikal udah dateng." gadis cantik yang sudah lengkap dengan seragam sekolahnya itu menuruni tangga menghampiri Haikal dan bi Inah yang berada di ruang tamu rumah nya.
"Lama ya?" tanya Ella dengan mendongak menatap manik mata indah Haikal.
Haikal tersenyum mengusap pucuk kepala gadisnya pelan, "nggak kok baru aja sampek, iya kan bi?"
"Iya non, udah atuh hayuk sarapan dulu nanti telat berangkat sekolahnya." tutur wanita baya itu dengan senyuman hangatnya.
Ella dan Haikal mengangguk mengiyakan dan berjalan beriringan menuju meja makan. Ella memang sudah mengangap bi Inah seperti ibunya sendiri. Karena memang dari kecil bi Inah lah yang merawatnya, sebab orangtua angkatnya yang lebih mementingkan pekerjaan dari pada harus susah-susah merawatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Tanpa Jendela [END]
Novela JuvenilVERSI LEBIH LENGKAP ADA DI NOVELTOON, GRATIS!!! "Untukmu Haikal Mahendra, lelaki hebat yang tertawa tanpa harus merasa bahagia." - Rumah Tanpa Jendela. "Gue nggak boleh nyerah sebelum denger kata sayang dari mama papa." - Haikal Mahendra. [PEACEABLE...