"Kenapa? capek? mau nyerah? terus ngeluh ke orang lain? biar apa? biar dikasihani? bukannya di kasihani, lo malah nyusahin."
- Haikal Mahendra.
Haikal menutup pintu kamarnya rapat dengan tangan yang berpegangan pada tembok. Lelaki itu berjalan menuju ranjang dengan sempoyongan. Tak mampu berdiri lagi, dia menjatuhkan tubuhnya di lantai dengan ranjang sebagai sandarannya.
Haikal memeluk tubuhnya yang menggigil, begitupun dengan kepalanya yang seperti di hantam ribuan tombak. Darah sudah mengalir dari lubang hidungnya dengan sangat deras layaknya hujan di luar sana malam ini. Wajahnya sudah pucat pasi layaknya mayat yang di hidupkan kembali.
Haikal sudah menahannya sejak tadi saat berteduh bersama Ella. Dengan sebaik mungkin, cowok itu menahan rasa sakit di depan Ella agar terlihat baik-baik saja. Syukurnya Tuhan sangat baik padanya, hingga Ella sama sekali tidak menyadarinya.
"D - digin..." lirihnya sambil memeluk tubuhnya yang mengigil hebat, bahkan bibirnya terlihat membiru sangking dinginya suhu tubuhnya.
Tangannya meraih selimut tebal yang berada di atas ranjang dengan tangan yang gemetar. Dia menyelimuti tubuh basahnya mengunakan selimut tebal itu dengan badan yang gemetar hebat.
"Mama dingin... sakit ma, sakit..." gumaman itu terdengar lirih sebelum kesadarannya mulai menghilang.
Pukul 03 dini hari, lelaki pemilik hati bak malaikat itu terbangun dengan kondisi terduduk meringkuk di lantai dingin kamarnya serta selimut tebal yang masih setia membalut tubuhnya. Kedua mata indahnya masih menyesuaikan cahaya yang masuk di indra penglihatan lelaki itu.
"Gue habis pingsan?" tanyanya pada diri sendiri. Pandangannya beralih menatap jam tangan hitam yang masih bertengger di pergelangan tangan kirinya.
"Jam 03 dini hari, mending gue sholat tahajud dulu sambil nungguin subuh." setelah mengatakan itu Haikal berdiri dari duduknya.
Kaki jenjangnya melangkah menuju kamar mandi dengan sempoyongan. Dia akan membersihkan dirinya dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat tahajut sambil menunggu waktu subuh tiba. Setelah itu, paginya dia akan pergi ke rumah sakit untuk melakukan kemoterapi yang tadi sempat tertunda.
Sebenarnya butuh banyak biaya untuk mengatasi penyakitnya, bahkan tumor otak yang ada pada dirinya tidak dapat sembuh total. Kemoterapi yang dokter sarankan hanya bisa sedikit memperpanjang umurnya. Untuk biaya itu semua dia akan mengambil sedikit tabungan kuliahnya tanpa mengurangi tabungan yang telah ia siapkan untuk Devan.
Ya, selama ini Haikal telah menabung banyak untuk biaya sekolah Devan nantinya. Bahkan dia rela kelaparan di siang hari hanya untuk mengisi tabungannya agar cepat banyak.
***
Bulan tenggelam di gantikan dengan matahari pagi yang telah bersinar terang. Hujan tadi malam membuat pagi ini terlihat begitu cerah. Awan putih yang menggantung indah di langit biru dengan burung-burung yang berterbangan menambah kesan kecerahan di pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Tanpa Jendela [END]
Teen FictionVERSI LEBIH LENGKAP ADA DI NOVELTOON, GRATIS!!! "Untukmu Haikal Mahendra, lelaki hebat yang tertawa tanpa harus merasa bahagia." - Rumah Tanpa Jendela. "Gue nggak boleh nyerah sebelum denger kata sayang dari mama papa." - Haikal Mahendra. [PEACEABLE...