03. Nasib

20 2 9
                                    

POV Lee Vivion:

Sekali lagi, Namaku Lee Vivion. Umurku sekarang 16 tahun, kelas 11 dan aku bersekolah di SMANRASA.

Aku termasuk bisa dipanggil gadis pintar. Nasibku selalu baik, aku hidup berkecukupan, sangat cukup malah hingga berlebih-lebihan. Banyak pria yang menyukai ku, temanku ada di mana-mana. Dan aku tak perlu mengemis cinta kepada siapapun, itu kerennya aku.

Aku bahagia sekarang, terlebih lagi saat mendengar ibuku akan menikah lagi. Jujur aku senang, selama ayah meninggalkan kami berdua, hidupku membaik, ibu mulai perhatian kepadaku.

Walaupun masa kecilku tidak bahagia, pengalaman masa kecilku sangat buruk. Lebih tepatnya aku dulu kurang kasih sayang orang tua. Tapi syukurlah kekanak-kanakan ku hanya keluar saat bersama sahabatku, dia adalah Jesselyn, orang yang pertama kali aku temui saat SD dulu dan sampai sekarang kami berteman dekat.

Hari ini aku datang terlambat karena hujan. Seragam ku hampir basah seluruhnya. Tapi untungnya nasib baik berada di pihakku, ternyata masih banyak yang belum datang karena musim hujan ini. Aku menghela nafas lega lalu duduk di bangku milikku.

Aku menatap jendela yang menampilkan hujan, orang-orang yang berlarian untuk berteduh dan Jesselyn yang sedang di... Apa yang mereka lakukan kepada Jesselyn?

Mataku menyipit, untuk melihat gadis itu apakah benar Jesselyn atau bukan. Ternyata benar itu dia, kenapa siswa siswa itu mengerumuninya seolah sedang memarahi Jesselyn.

Aku melihat sekitar kelasku, sepertinya ini akan jam kosong. Aku pun langsung bergegas turun untuk mendatangi Jesselyn yang berada di gerbang sekolah.

"Lo mau ke mana?" Seseorang memberhentikan ku saat aku hampir saja melewati lantai yang licin. Aku tersenyum syukur kepadanya "mau ke gerbang sekolah"

Siswa itu adalah Hueningkai, dia lalu meminjamkan ku sebuah payung berwarna putih sambil berkata "hati-hati, lantainya licin"

Aku mengangguk dan segera pergi meninggalkan tempat itu. Deruh nafasku sedikit memburu karena aku terus berlari. Kakiku berhenti saat aku sudah berada di hadapannya. Aku sungguh terkejut saat melihat pergelangan tangannya penuh darah, matanya berair. Aku langsung menghampirinya.

"Lo gak papa Jes?" Tanyaku benar-benar khawatir. Tapi apa yang aku lihat. Jesselyn menunduk dan tidak mau melihat ku. Para kerumunan siswa-siswa itu meninggalkan kami berdua.

Aku menggenggam pergelangan tangannya yang basah karena darah bercampur air hujan. "Ayo jangan disini, kita berteduh dulu!" Ucapku sambil teriak karena sangking berisiknya hujan.

Tapi Jesselyn masih tidak bergerak dari tempatnya. Ia masih menunduk dan tidak mau menatapku. Aku mendekat kepadanya, menyentuh pundaknya.

"Jes-" ucapku berhenti saat tiba-tiba dia berkata.

"Gak usah sentuh gue!" Mataku membola. Aku pun mengangkat kembali tanganku yang berada di pundaknya.

Kini tangisnya mulai terdengar di telinga ku. Aku benar-benar bingung, aku terdiam. "Hidup gue... Selalu sial setelah berteman dengan Lo, mulai sekarang jangan sapa gue lagi. Gue minta jarak antara kita"

Hah... Ada apa ini "kenapa? Jelaskan dulu, Lo ada masalah apa? Jangan langsung menyimpulkan seperti itu-"

"Pergi!" Bentaknya kepadaku. Dadaku sesak, aku berjalan mundur lalu berlari meninggalkannya sendiri di bawah hujan yang deras. Tapi aku meninggalkan payung putih itu di sampingnya. Tapi itu tidak berguna, ia bahkan tidak menoleh pada payung itu dan melangkah pergi keluar dari gerbang meninggalkan sekolah.

Aku gak bisa ninggalin dia sendiri. Aku berputar arah bergerak menuju Jesselyn namun tanganku di tarik oleh seseorang. Aku langsung menoleh.

"Ngapain Lo hujan-hujanan di sini?" Tanyanya bingung.

CALON BANGTIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang