final chapter season 1: kepergiannya

8 2 14
                                    

Vivio menggunakan pakaian manis dengan pita besar yang mengikat rambutnya, sekarang rambutnya sudah bisa di kuncir. Diapun bergegas mengambil tas selempangnya mendengar suara klakson mobil diluar rumahnya. Vio keluar dari kamarnya dengan terburu-buru. Di ruang tamu saat ini sudah ada Soobin dan ibunya sedang berbincang-bincang kecil sambil cekikikan. Vio pun menghampiri mereka berdua.

Soobin menatap gadis itu dengan lekat, Vio memberi salam kepada Soobin sambil tersenyum malu. Soobin ikut tersenyum melihat wajah cerah gadis itu. Mereka berdua pun pamit untuk bergegas menuju bandara. Perjalanan memakan waktu setengah jam, dan pada setengah jam penuh itu Soobin terus menerus mengeluh sedih karena dia akan meninggalkan pacarnya sendiri.

"Kamu kayak anak kecil aja" Soobin menatap cemberut Vio lalu memeluknya. "H-hei kamu bisa-bisanya duduk di belakang denganku sedangkan kamu menyuruh ayahmu yang nyetir" Vio mencoba mendorong Soobin agar lepas dari dengkapannya.

"Sengaja, biar bisa meluk kamu" wajahnya benar-benar merona saat ini. Bahkan ayah Choi sampai terkekeh, Vio sangat malu. "Ayah gapapa Vio, ayah lebih kasihan karena kalian ga bisa berdua lagi untuk kedepannya"

Vio menatap Soobin dengan murung "tapi ayah juga ikut dengan Soobin" ayah Choi terlihat sedang tersenyum di kaca spion. "Kalau ayah ga ikut, nanti Soobin bakal tersesat seperti anjing kehilanganan majikannya, dia belum pernah naik pesawat sama sekali. Berbeda dengan ayah yang udah sering jalan-jalan keluar negeri"

Soobin berdecak kelas, tapi masih tetap berada di pelukan Vio. "Oh jadi begitu" Soobin menatap Vio kesal "kamu percaya sama omongan pak tua itu?" Vio mengangguk polos. Lelaki itu pun memasang wajah datarnya. "Terserah kamulah"

Kini setengah jam sudah berlalu, mereka bertiga sudah sampai di bandara, mereka pun saling  berpamitan. Vio memeluk ayah Choi lalu memeluk Soobin dengan erat. Vio menatap mata Soobin dengan murung, melihat bibir Vio yang cemberut membuat dirinya sangat gemas, ia ingin sekali mencium bibir gadis itu untuk yang terakhir kali.

Ayah Soobin yang mengetahui perasaan mereka mengangguk paham. Ayah Choi memutar tubuhnya perlahan kebelakang sambil membawa dua koper miliknya dan milik Soobin. "Ayah pergi duluan yah, kopernya perlu di taruh di bagasi" Vio menoleh ke ayah Choi yang sudah cukup jauh.

Vio kembali menatap Soobin sambil tertawa kecil, "kayaknya ayah Choi ngerasa jadi nyamuk" mendengar ucapan gadis itu tawa keras langsung keluar dari mulut Soobin. Bahkan Soobin sampai berjongkok sangking tak tahannya.

Vio menarik tangan Soobin agar berdiri kembali. Soobin pun berhenti tertawa mencoba berdiri. "Kenapa Vio?" Vio tiba-tiba mengikis jarak, dan mencium bibir lelaki itu. Soobin menyeringai lebar merasakan bibirnya barusaja bersentuhan dengan sesuatu yang sudah ia dambakan sejak dulu.  "hm, kamu cukup berani cium aku ditempat umum" goda Soobin.

Vio menggigit bibirnya sambil nyengir. "Hehe, ini itu ungkapan perpisahan yang bener" Soobin ber'oh' ria "kalau gitu cium aku lagi" Vio menyipitkan matanya lantaran merasa digoda. "Aku rasa itu udah cukup" Soobin menggeleng "lakukan sekali lagi"

Vio pun mengangguk, menangkup wajah Soobin lalu mencium kembali bibir lelaki itu, satu kecupan, dua kecupan, dan kecupan terakhir.  Soobin tersenyum senang, sensasinya luar biasa. Soobin pun membalas ciuman gadis itu. Dia pun mencium kening Vio sekali lalu mengusap pucuk kepala gadis itu.

Vio merasakan perutnya seperti tergelitik, merasakan kupu-kupu sedang berterbangan di dalam perutnya. Untuk yang terakhir kalinya Soobin menunjukkan senyuman menawannya kepada gadis itu. Dia mundur perlahan, mengangkat tangan kanannya untuk melambai. "Aku pergi dulu"

Vio membalas lambaian tangan itu. Soobin pun bergegas pergi menjemput ayahnya. Kini Vio menatap punggung lelaki itu Dengan murung, sudah saatnya Vio kembali. Dia pun mengambil langkah untuk meninggalkan bandara tersebut. Menunggu di luar untuk memesan taksi online.

Namun mobil hitam itu tiba-tiba berada di hadapan Vio. Seseorang keluar dari mobil tersebut dan langsung berlari dan memeluk tubuh gadis itu dengan erat. Vio terkejut sangat merasakan tubuh lelaki itu bergetar.

"Yohan... Ada apa?" Lelaki itu adalah shen Yohan, lelaki cengeng itu menangis sambil memeluk Vio dengan erat. "Yohan, jangan nangis. Cerita dulu apa yang terjadi" tangisan lelaki itu makin kuat. Dia bahkan tak bisa membalas pertanyaan gadis itu melainkan malah menariknya untuk masuk kedalam mobil.

Vio pun menuruti lelaki itu, mobil itu bergegas pergi menuju salah satu rumah sakit besar di kota ini. Dia memarkirkan mobilnya lalu buru-buru mengajak Vio untuk masuk kedalam rumah sakit tersebut. Vio sedikit terkejut tangannya di cengkram kuat oleh Yohan. "Yohan tunggu" Yohan menggeleng dan tetap menarik gadis itu untuk segera berlari kedalam rumah sakit.

Mereka berdua berhenti kedalam salah satu ruangan. Vio membaca ruangan itu lalu masuk setelah Yohan menariknya untuk masuk. "Kenapa kamu mengajakku masuk kedalam ruangan mayat-" Vio terdiam membeku. Melihat ada Taehyun dan ibunya ada di sana dengan mata yang sama sembabnya seperti yohan. "Ibu, Apa yang terjadi?"

Ibu Lee mengajak Vio untuk mendekat ke salah satu kasur yang tertutup dengan kain putih, ibunya pun membuka kain itu perlahan. Menampakkan wajah seorang gadis yang ia kenal memejamkan matanya dengan wajah yang sangat pucat. Nafas Vio sangat berat, dia menggeleng tak percaya dengan apa yang terjadi.

"Ga mungkin... Gak..." Tangisan itu terdengar dari luar ruangan. Vio menangis dengan keras sambil menggoyang-goyangkan tubuh mayat itu. Hatinya benar-benar hancur melihat sahabatnya tergeletak tak bernyawa. Tangisan gadis itu bergema memenuhi ruangan itu. Ia tak menyangka bahwa sahabatnya meninggalkannya secepatnya itu.

"Jesselyn merelakan nyawanya demi melahirkan kedua anaknya" Vio menatap senduh Ibunya. "Dua?" Taehyun datang dengan dua bayi di gendongannya. Vio menghampiri dua bayi itu.

"Yang satu laki-laki, dna milik Yohan. Dan satunya lagi perempuan, dna miliku" Vio terisak kaget, dia mengangguk pelan. Mengelus kedua bayi itu dengan penuh kasih sayang. "Aku ga bisa jaga bayi ku, karena aku di perintahkan oleh ayahku untuk menikah dengan wanita pilihannya" Vio mengerutkan keningnya marah.

Yohan mendekati Vio, lalu memeluknya dari belakang. "Yohan ga pandai ngurus bayi... Yohan gak punya ayah ataupun ibu yang bisa bantu Yohan. Hiks... Apa kamu mau jadi ibu dari anakku" Vio tersadar dari ucapan lelaki itu seketika dia langsung mendorong Yohan. Vio menggeleng perlahan. "Maaf aku..."

Vio menatap dua anak itu, sejujurnya dia sangat khawatir dengan kedua bayi itu. Tapi mengingat bahwa dia sudah memiliki janji akan bersama dengan Soobin. Dia dengan cepat menolaknya. Mencoba mengambil keputusan, dia menghela nafasnya gugup lalu mengangguk.

"Aku bisa jadi ibu dari kedua anak ini, tapi... Aku ga bisa kalau hidup dengan mu Yohan. Karena... Aku udah jalin hubungan dengan Soobin" Yohan menunduk, lelaki itu terisak kembali. Yohan mengangguk mengiyakan ucapan Vio.

Vio menghela nafas beratnya. "Berhenti menangis, aku akan menjaga kedua anak kalian, tapi kalian harus tau diri. Mereka hidup dengan uang, jadi jika kalian masih ingin bertemu dengan mereka berdua. Berikan mereka uang untuk hidup"

Kedua lelaki itu mengangguk "kami akan menafkahi nya" kali ini mereka kompak. Mereka mengerti situasi saat ini dan mulai menjalankan hidup masing-masing. Jesselyn pun dikebumikan di pemakaman dekat daerah apartemen yang akan Vio tempati saat dirinya sudah mulai membuka kembali restoran yang Soobin berikan kepadanya.

Vio berharap semoga dia diberikan kekuatan untuk menjalani hidupnya yang berat mulai hari ini.

Tbc.

CALON BANGTIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang