𝑪𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 𝑭𝒊𝒗𝒆

805 63 117
                                    

Di sisi lain, Sherina dan Devano juga sedang duduk santai di atas pasir pantai, membicarakan apapun yang terlintas di pikiran mereka. Keduanya banyak tertawa, terlebih Devano yang terlihat sangat menikmati momen tersebut. Sedangkan Sherina tetap seperti dirinya yang selalu ceria.

Devano tampak terdiam setelah sesi tawa mereka berakhir, membuat Sherina sadar lalu menengok, "Kenapa, Dev? Kok kamu tiba-tiba diem?"

Devano tersenyum canggung, "Ada yang mau aku omongin, Sher." Ucapnya tanpa berani menatap kedua mata sang kekasih.

"Ngomongin apa, Dev?"

Tampak Devano mengatur detak jantungnya dengan tarikan napas panjang. Setelah beberapa detik menenangkan diri, ia kemudian mengeluarkan sebuah kotak kecil berukuran persegi berwarna merah dari dalam saku jaketnya, mata Sherina membulat melihat kotak itu.

"Beberapa hari lalu, aku ke rumah ayah dan ibu kamu." Devano bersuara dengan pelan.

"Kapan? Kok aku nggak tau?" Tanya Sherina bingung.

"Pas hari kerja, aku sengaja ambil cuti sehari. Ayah ibu kamu minta ketemu." Jawab lelaki itu, masih setia memandangi laut di hadapannya. "Aku awalnya bingung kenapa, tapi ternyata orang tua kamu nanya keseriusan aku."

Sherina menelan ludahnya, ia tahu arah pembicaraan ini akan ke mana.

"Aku jawab kalo aku serius sama kamu, Sher. Setelah itu, ayah kamu nyuruh aku buat pergerakan kalo emang aku serius. Jadi aku nyiapin ini." Devano memberikan kotak kecil itu ke hadapan Sherina.

Devano kemudian mengubah arah duduknya menjadi ke arah gadis itu. Menatap kedua mata Sherina dengan tatapan campur aduk. Gadis itu bisa melihat ekspresi takut, canggung, sekaligus penuh harap dari sorot mata lelaki di hadapannya tersebut. "Aku nggak akan maksa kamu langsung nerima ini semua."

"Tapi.." Devano meraih tangan kanan Sherina lalu meletakkan kotak kecil itu disana, "Aku serahkan ke kamu kotak dan isinya. Kalau kamu udah siap, baru buka dan gunakan isinya, kapan pun itu. Aku nggak mau kamu merasa terbebani sekarang."

Sherina memandang nanar kotak kecil berwarna merah yang kini ada di atas telapak tangannya itu, mencoba mencerna semua ini secepat mungkin untuk bisa memberikan reaksi pada sang kekasih. Jujur, untuknya ini semua terlalu cepat. Tapi tentu dia tidak bisa mengutarakan itu secara langsung pada sang kekasih. Ia belum memikirkan pernikahan sama sekali, ia belum siap dengan apapun perubahan yang akan terjadi kedepannya nanti. Dengan Devano, juga dengan Sadam.

"Aku.. nggak tau mau jawab apa, Dev." Akhirnya Sherina mengeluarkan suara.

Devano tahu akan seperti ini reaksi yang diberikan oleh sang kekasih, dan ia sudah siap. Tapi tetap saja rasanya menyesakkan. Pria itu memaksakan diri untuk tetap tersenyum setulus mungkin. "Nggak usah dipaksain sekarang, sayang. Aku bisa nunggu."

Kemudian lelaki itu mengulurkan tangannya ke puncak kepala Sherina, mengusap pelan penuh sayang, "Udah, jangan terlalu dipikirin. Kita lagi liburan, harus have fun!" suara Devano kembali ceria seperti biasanya.

Sherina menengadahkan kepalanya untuk menatap kedua mata sang kekasih, kemudian ia tersenyum tipis, "Makasih ya, Dev."

Kemudian lelaki itu bangkit dari duduknya, ia menepuk-nepuk bagian belakang celananya menghilangkan pasir yang menempel sambil berucap, "Aku beli air kelapa dulu, ya. Kamu pasti haus, kan?"

Sherina ikut berdiri, ia mengangguk dengan senyum tipis yang terus ia paksakan muncul, "Oke, aku tunggu ya."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
.°。✧ 𝑨𝒃𝒐𝒖𝒕 𝑼𝒔 : 𝑹𝒆𝒘𝒓𝒊𝒕𝒆 𝑻𝒉𝒆 𝑺𝒕𝒂𝒓𝒔 ˎˊ-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang