Sherina tampak malas-malasan ketika dia baru saja memasuki apartment nya sendiri. Perempuan itu bahkan seperti mayat hidup ketika dia melangkah menuju sofa setelah menyalakan lampu ruangan tersebut. Rasanya energi dalam tubuhnya benar-benar terkuras habis seharian ini.
Berawal dari menghadapi sikap manja Sadam di pagi hari, menghadapi Aryo yang cerewet dan banyak mau dari pagi sampai siang, lalu menghadapi Devano yang mengajaknya banyak ngobrol di sore hari, dan terakhir ia harus menghadapi dirinya sendiri yang menahan rasa cemburu melihat kemesraan Sadam dan Flora selama double date dadakan di Pasific Place tadi.
Tentu saja, yang paling melelahkan adalah yang terakhir. Sherina tahu Sadam sengaja membawa Flora ke tempat itu. Bisa-bisanya mereka berempat harus bertemu hari ini ketika melihat aktivitas sosial media Sadam saja sudah membakar habis emosinya.
Ia terduduk di sofanya dengan pandangan jauh. Kini ia merasa terjebak oleh aturan yang dia buat sendiri. Karena apa yang saat ini ingin ia lakukan adalah pergi ke tempat Sadam dan memeluk erat lelaki itu. Agar Sadam tahu bahwa lelaki itu juga miliknya. Dan Sherina tidak suka apapun yang menjadi miliknya bisa dengan mudah dimiliki juga oleh orang lain, terutama Flora.
Tapi tidak, Sherina harus teguh pada pendiriannya sendiri saat ini untuk kebaikan bersama. Ia mencoba mengembalikan kewarasannya untuk tidak menyakiti Devano dan Flora lebih parah lagi dari ini.
Sherina menghela napas panjang saat mengetik balasan terakhir itu. Ia tahu lelaki tersebut pasti akan sangat merajuk besok. Tapi ia benar-benar sedang tidak ingin bertemu Sadam.
Devano dan Flora akan datang ke apartemennya besok pagi karena mereka berencana untuk masak bersama untuk makan siang. Akan jadi apa nanti kalau Sadam bermalam di tempatnya dan ketahuan oleh dua orang itu? Karena sudah pasti ia takkan bisa bangun pagi kalau Sadam ada di sini sekarang. Lagi pula di sisi lain, dikejar seperti itu membuat egonya meninggi dan merasa harus melakukan tarik ulur? Entahlah, pikirannya berlarian ke sana kemari.
Ia kembali membaca isi chat-nya dengan Sadam, sejujurnya, apa yang diinginkan oleh lelaki itu saat ini sama dengan apa yang kini ia rasakan juga. Menghadapi godaan lelaki seperti Sadam tentu saja membutuhkan banyak amunisi ketahanan batin yang sangat kuat. Tapi sedetik kemudian ia mengulum senyum, merasa bangga atas dua hal yang kontradiktif.
Ia bangga karena tahu Sadam begitu menginginkannya, tapi ia juga bangga karena berhasil menahan dirinya sekarang. Setidaknya untuk malam ini, ketika perasaannya begitu bergejolak.
Sekarang lebih baik ia mandi, menenangkan diri, dan pergi tidur sebelum godaan Sadam mungkin berlanjut secara tiba-tiba. Ia harus menyiapkan hati dan kesabaran yang banyak untuk besok berkumpul dengan ketiga orang yang menjadi pusat pikirannya akhir-akhir ini.
Yang pasti, ia akan pura-pura tidak lihat semua kemesraan yang akan diperlihatkan oleh Sadam pada Flora nanti.
**********
KAMU SEDANG MEMBACA
.°。✧ 𝑨𝒃𝒐𝒖𝒕 𝑼𝒔 : 𝑹𝒆𝒘𝒓𝒊𝒕𝒆 𝑻𝒉𝒆 𝑺𝒕𝒂𝒓𝒔 ˎˊ-
Fiksi Penggemar"Hai, Nama kamu siapa? Nama aku Sherina." Gadis ceria itu tersenyum sambil mengulurkan tangannya. "Sadam." Jawab anak laki-laki itu datar. Sebuah perkenalan singkat yang normal. Sebuah perkenalan normal yang akan membawa mereka pada takdir yang luar...