𝑪𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 𝑺𝒊𝒙𝒕𝒆𝒆𝒏

534 45 386
                                    

Aryo sedang bergaya di lepas pantai menggunakan kacamata hitam yang membuatnya merasa lebih tampan itu. Tubuhnya semakin hari semakin keling karena setiap sore hari setelah bekerja ia akan menyempatkan diri bermain air di pantai. Katanya, kapan lagi bisa berlibur sambil bekerja seperti ini di Pulau Dewata.

Namun tentu saja ucapan “berlibur sambil bekerja” membuatnya segera mendapatkan jitakan dari Bu Lita, atasannya yang tidak sengaja mendengar gurauan anak divisinya yang paling humoris itu saat makan siang. Yang benar kan harusnya bekerja sambil berlibur, bukan sebaliknya. Prioritasnya dibenerin dong, Yo.

Kembali kepada Aryo yang sedang berpose di depan kamera di pantai itu, saat ini Sherina yang sedang mengambilkan ia foto menggunakan entah kamera milik siapa. Sherina hanya menerimanya dari Aryo dan membidik kamera sesuai instruksi dia.

Setelah puas berpose di depan langit jingga itu, Aryo dan Sherina kemudian duduk di salah satu meja restoran pinggir pantai. Begitu duduk, Sherina memperhatikan sekitar restoran yang cukup ramai orang, ia mengitari pandangan lalu hati dan pikirannya seketika merasakan deja vu saat dirinya bersama Sadam di Pulau Zanzibar.

Ia menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba menghilangkan bayangan itu. Sudah cukup ia susah tidur setiap malam. Ia tidak mau pikirannya diganggu oleh bayang lelaki itu saat sedang bersama orang lain. Setidaknya ia harus bisa fokus mengobrol dengan Aryo yang duduk di hadapannya, dan kini sedang sibuk mengagumi foto dirinya sendiri pada preview di kamera yang ada di tangannya.

Aryo yang menyadari bahwa Sherina sibuk menggelengkan kepala lewat ekor matanya, memutuskan untuk berpura-pura tidak lihat. Lalu dengan tujuan tertentu, ia segera membidikkan kameranya ke arah Sherina, “Sher!” Panggilnya dan dengan cepat ia mengambil foto ketika gadis itu menengok dan tepat menatap kamera, tentu saja setelah itu Sherina langsung menutupi wajahnya dengan refleks, “Gue lagi nggak pantes difoto.”

“Kenapa sih? Background lepas pantai, Sher, bagus tau.”

“Iya pemandangannya bagus, guenya enggak.”

Aryo menatap iba Sherina yang jelas terlihat masih sangat murung itu. Sudah seminggu berlalu, tapi kesedihan di matanya masih belum berkurang sedikitpun. Meskipun selama bekerja Sherina selalu terlihat profesional dengan make up yang menutupi mata panda dan sayu itu, tapi setelah ia menghapus make up seperti sekarang, jelas terlihat lagi aura sedihnya.

“Lo setiap malem tidur berapa jam deh, Sher?” Tanya Aryo penasaran, mata itu jelas memperlihatkan kalau Sherina sulit tidur.

Gadis itu menggeleng, “Nggak tau, nggak pernah ngeh jam. Setiap malam gue cuma bolak-balik di atas kasur terus udah pagi aja.”

“Mau sampai kapan lo begini, Sher?” Aryo bertanya takut-takut.

“Nggak tau, Yo. Gue cuma ngikutin alur aja sekarang. Kalau memang semua ini mengharuskan gue untuk balik ke Bandung, gue bakal lakuin.”

“Terus kerjaan lo?” Tanya Aryo dengan nada yang naik satu oktaf karena kaget.

“Resign. Tapi ya siapa tau gue bisa secepatnya pindah ke cabang di sini. Jadi gue nggak perlu lepasin karir gue.”

Aryo tampak menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu berucap pelan dengan nada iba, “Cinta beneran bikin orang ambisius sekalipun jadi nggak berdaya, ya..”

Malamnya, Aryo mengirimkan foto Sherina yang ia dapatkan sore tadi kepada Sadam. Meskipun Sherina sudah memblokir nomor Sadam, tapi lelaki itu tetap mendapatkan semua kabar terbaru tentang gadis tercintanya lewat Aryo yang dengan sukarela membantu.

Setelah mendapatkan ucapan terima kasih dari pesan singkat yang dikirimkan oleh Sadam, ia mendapatkan pesan singkat dari atasannya untuk kembali ke Jakarta besok karena ada pekerjaan lain yang harus Aryo kerjakan di sana.

.°。✧ 𝑨𝒃𝒐𝒖𝒕 𝑼𝒔 : 𝑹𝒆𝒘𝒓𝒊𝒕𝒆 𝑻𝒉𝒆 𝑺𝒕𝒂𝒓𝒔 ˎˊ-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang