Chapter 3 (Holy)

6 4 0
                                    

Resek banget saat itu mendadak hujan turun dengan derasnya, ditambah saat itu mama gak bisa jemput aku, dan terpaksa aku pulang sendiri entah gimana caranya. Namun sepertinya Tuhan mendengar keluhanku saat itu, aku melihat dia membawa motornya sangat laju, lalu dari kejauhan aku melihat dia memutar balik di sebuah bunderan, dan tepat dia mengerem motornya di depanku yang sedang duduk di halte bus.

“Chel, buruan pake jas hujan” ujarnya ditengah derasnya hujan

“K-kenapa Kak?” tanyaku ulang karena merasa kurang jelas

“Ini buruan pake, cepetan” katanya sambil menyodorkan jas hujan

“Kak gausah, aku bisa pulang sendi-” jawabku namun langsung dipotong olehnya

“GAUSAH BAWEL BURUAN PAKE!!!” sentaknya yang membuatku nurut padanya

“I-iya kak ini dipake” jawabku

Akupun memakai jas hujan miliknya, lalu segera aku menaiki motornya. Dia yang semula terlindung dari air hujan terpaksa basah kuyup karena melepas jas hujannya dan memberikannya kepadaku, sempat aku bertanya apakah ini jas hujan satu satunya atau tidak, namun dia menjawab “Gausah mikirin aku, sekarang gimana caranya kamu sampe rumah” sebuah jawaban yang sempat membuatku terdiam sesaat.

“Pegangan yang kuat” katanya

Lalu dia menarik gas dan spontan mengerem

“Arggghhh, kakak ihh jangan gitu” teriakku kaget, sambil memukul pundaknya

“Hahahaha, makanya pegangan itu yang kuat” katanya

“Pegangan itu jangan di pundak, di pinggang sini” ujarnya basah kuyup

Perlahan aku melingkarkan tanganku di pinggangnya

“Ehh kak..” tiba tiba tanganku ditarik, sehingga spontan memeluknya

“Apaa... pegangan itu di pinggang, gini aja susah amat” katanya

“i iya kak” jawabku, sambung

“Emm.... terus kakak basah kuyup gimana dong” tanyaku kasihan padanya

“Kan aku udah bilang, gausah mikirin aku, yang terpenting gimana caranya kamu sampe rumah” sahutnya

“Tapi kak... aku gaada ongkos untuk bensinnya kakak” lanjutku lagi

“Emang aku suruh kamu bayar?? ga kan.. udalah bawel mulu” sahutnya di tengah hujan.

Setelah penuh drama dan cerita di samping halte, akhirnya kami memutuskan untuk jalan, sampai kami jalan bukanya mulai mereda malah semakin tambah deras saja, apalagi diikuti suara petir yang bersaut bersautan semakin menambah suasana tegang namun ada unsur romance nya. Dimana dia selalu mengingatkan aku untuk selalu pegangan erat dengannya.

Dari kaca spion terlihat gertak gigi di mulutnya, menandakan dia sedang menahan rasa dingin yang terus menusuk dirinya, dia memaksakan dirinya berkendara dengan terus memegang setir motornya sangat kuat. Dibalik semua itu, aku yang duduk di belakangnya terus berdoa agar Malaikat Penyelamatku ini tidak terjadi hal buruk padanya.

Melihat Kak Ezra yang semakin kedinginan semakin membuatkan tidak tega meliatnya, beruntunglah saat itu ada tukang penjual somay yang sedang mangkal bersama tenda kecilnya, pikirku sejenak kita melepas rasa dingin, namun teringat dompet lagi kurus.

“Wahh ada orang jual somay” ujarku tiba tiba

“Kamu mau?” tawarnya

“Gak gak, lagian aku juga gaada duit, hujan pula” jawabku spontan

“Gaada hubungannya kan somay sama hujan” katanya

EZRA ARKASA (A Main Target For Be Mine) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang