Setelah puas membalas ulahnya, aku pun pulang bersamanya. Selama perjalanan bisa kurasakan perban tipis yang memanjang di pipiku, sambil mengendarai motornya ia terus memegangi tanganku yang melingkar di pinggangnya hanya untuk memastikan aku aman bersamanya.
Entah mengapa dia seterpukul itu melihatku terluka, seakan akan dialah orang yang paling disalahkan atas kejadian ini. Sesekali aku memperingatkannya untuk mengurangi kecepatan motor, saat itu dia membawa motornya begitu kencang dan dengan salah satu tangan yang terus memegang erat tanganku.
Beberapa kali aku mengajaknya bicara namun tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulutnya. Terlihat dari spion wajahnya yang terlihat tegang seakan akan telah gagal menjagaku, dan juga tak henti hentinya aku terus menenangkan dia yang sedari tadi memasang wajah was was.
Setelah perjalanan yang dihiasi langit senja, akhirnya aku pun tiba dirumah dengan selamat. Dia mengandengku untuk sampai di halaman rumah dan mengetukkan pintu untukku, setelah pintu diketuk tak lama mama membuka pintu dan langsung memasang wajah terkejut setelah melihat perban tipis yang memanjang di wajahku.
“Yaampun nak.. kamu kenapa?” tanya mama terkejut
“Gapapa kok Ma, cuma luka kecil aja” jawabku enteng
“Luka kecil mana mungkin di perban sampai kaya gitu, masuk dulu” ujar mama
“Rachel beneran gapapa kok Ma” kataku sambil duduk
“Ceritain ke mama kenapa kamu sampai kaya gini” lanjut mama
“Huhh... Rachel habis berantem sama anak Ma” jawabku jujur
“Astaga nak, ngapain kamu berantem, kamu punya masalah apa sih?” sambung
“Kan mama udah bilang, gausah bikin masalah di sekolah” ujar mama
“Tolong jangan marahin Rachel tante, jujur ini salah saya gabisa jagain Rachel” celetuk Kak Ezra di depan pintu
“Ehh iya Ma, kenalin dia kakak kelas Rachel, baik banget anaknya namanya Ezra”
“Dia yang nolongin aku sama ngobatin aku juga Ma” jelasku
Aku pun menjelaskan semuanya yang terjadi pada mamaku, namun untungnya beliau bisa mengerti setelah dibantu jelasin sama Ezra. Setelah membuat mama mengerti, Kak Ezra mengajakku untuk masuk ke kamar untuk mengobati luka ku lebih intens lagi.
Pelan pelan dia membuka perban kapas yang memanjang di pipiku, lalu dia membersikan bekas minyak gosok di pipi dan disambung dengan mengoleskan obat merah bertujuan agar lukanya kering lebih cepat. Dengan penuh perhatian dia meratakan obat merah dengan kapas, membuatku tersentuh dan juga sangat dekat sampai aku bisa mendengar nafasnya.
“Sekarang dengerin aku, kalo sampai dia berulah lagi ke kamu” sambung
“Langsung aja panggil aku, biar aku habisin dia gapeduli walau cewe” ujarnya
“Kak udah dong gausah gitu” lanjutku
“Dia aja udah kurang ajar sama kamu, masa cuma diem aja” jawabnya
“Kak dia anaknya Letnan Angkatan Darat Kak” jelasku
“Lantas? Dia bisa seenaknya gitu?” tanya nya
“Aku takut kakak kenapa napa nanti diluar” sahutku
“Kamu liat muka aku ketakutan gak?? Hah??” sambungnya
“Kak Ezra please ngertiin aku” potongku
“Hey sadar, dia udah kurang ajar sama kamu, dan kamu cuma diem aja??” ujarnya
“CUKUP!! please ngertiin aku Ezra!!, kakak sayang kan sama aku?” sambung
“Semisal sayang, kamu ga perlu ngelakuin itu” jelasku memotong pembicaraan
“Baik.. kalau itu mau kamu, tapi inget kalo dia macem macem lagi sama kamu”
”Aku gaakan tinggal diem, dan satu lagi besok aku anter kamu ke sekolah. Aku balik dulu” jawabnyaSetelah mengobati kembali lukaku, lantas dia berjalan keluar dari kamarku dengan wajah yang sedikit masam, dengan sopan dia berpamitan pada mamaku yang kebetulan sedang duduk di sofa. Dia menghidupkan motornya lalu pergi meninggalkan area rumahku.
Tak lama mama segera menuju dapur untuk mempersiapkan makan malam nanti, aku mencoba membantu memasak dan sesekali juga menenangkannya untuk tidak terlalu khawatir tentang masalah tadi di sekolah. Dan tak hanya itu aku juga mendapat ceramah dari beliau untuk tidak terlibat dalam hal seperti ini lagi.
Hari sudah gelap dan persiapan makan malam juga telah siap sepenuhnya, bukan makanan mewah yang kami masak namun hanya menu sederhana yang penting mengenyangkan. Tak lama papa datang dari bekerja lebih malam dari biasanya, mungkin sangat padat kerjaannya, pikirku saat itu. Saat hendak duduk beliau memasang wajah terkejut tatkalah melihat mulai ujung mata sampai samping bibir dilapisi perban.
Papa pun tak kalah khawatir dengan mama, namun dengan jujur dan tenang aku menjelaskan semuanya pada beliau, setelah itu suasana makan malam yang tiba tiba berubah menjadi menegangkan, dapat berubah menjadi hangat kembali dalam sekejap.
Makan malam pun selesai, segera aku menuju ke kamar untuk mempersiapkan semunya untuk sekolah besok, saat hendak mensetrika seragam untuk besok telponku berdering yang ternyata sebuah panggilan masuk dari dia, si kakak kelas.
“Malam..” sapanya
“Malam juga Kak? Ada apa ya kok nelpon?” jawabku balik
“Gak ada, cuma buat pastiin kamu aman aja” jawabnya
“Huhh.. udalah kak, gausah over protective gitu, aku aman disini” sambung
“Dan please stop buat kakak nyalahin diri sendiri atas kejadian ini” sambung
“Ini semua terjadi secara tiba tiba, dan gaada yang bersalah atas semua ini” kataku
“Kecuali Kate?” lanjutnya
“Hmm.. iya dehh” jawabku
“Jadi apa sekarang aku gaboleh ngeprotect kamu lagi?” ujarnya
“Boleh kak, boleh banget malahan, tapi jangan sampai terlalu berlebihan” sambung
“Kakak over protect ke aku juga akunya malah jadi ilfil” sambung
“Dan buat kakak juga gabaik, terlalu mikirin aku secara berlebihan bisa bikin kakak stress tau gak” jelasku
“Tapi atas kejadian ini aku merasa kalo aku itu ga becus Chel jagain kamu” lanjutnya
“Huhh.. Kakak punya Tuhan kan? Apalagi Tuhan kita sama” sambung
“Kalau burung di udara aja Tuhan pelihara, apalagi Rachel atau Kakak” jelasku
“You’re right, aku terlalu protective ke kamu” balasnya singkat
“Sekarang coba nanti sebelum tidur Kakak berdoa, supaya pikiran kakak juga tenang dan ga mikirin aku yang enggak enggak” jawabku
“OK im tryin, GD Night, maaf ganggu kamu” ucapnya kepadaku
“Night too, apa aja boleh buat kakak” jawabku yang ia balas dengan tawa tipis
Telpon pun mati, kutaruh ponsel ku di sampingku lalu ku lanjutkan pekerjaanku yang sempat tertunda. Malam semakin larut, dan jam di ponselku menunjukan tepat pukul sebelas malam, mataku sudah tak kuat untuk tetap terbuka.
Disela sela ingin memjamkan mata, notifikasi chat tiba tiba masuk, lalu aku aku buka yang ternyata berisi sebuah pesan foto dari Kak Ezra yang menunjukan sedang mengendarai motor di malam hari. Entahlah mungkin dia telah menghadiri pesta makan malam keberhasilan timnya, yang tak sempat aku hadiri mengingat kondisiku saat itu.
Aku pun mengirim pesan foto juga yang menunjukan diriku yang dibungkus dengan selimut tak lupa pesan “Hati hati di jalan” aku sampaikan juga. Setelah itu aku segera mematikan ponselku lalu ku taruh di sebelahku, tak kuat menahan kantuk aku pun seketika memejamkan mata, tanpa menghiraukan balasan darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EZRA ARKASA (A Main Target For Be Mine) ✓
RomanceDear Ezra Arkasa Andai saat itu kami berdua saling menyatakan cinta, mungkin aku tidak menangis menyesal, tidak ada tangis rindu, ataupun tangis yang lain. Namun syukurnya kesedihan itu segera menghilang meskipun lama, saat setalah Tuhan memberikan...