Aku berlari menuju Kak Ezra yang sudah menunggu di depan, aku meminta maaf padanya karena membuatnya menunggu di waktu yang lama. Beruntungnya dia tak marah, dia hanya memaklumi hal seperti ini sebab dulu juga sering hal ini terjadi padanya saat di Hotel.
Dia memberikanku helm lalu kuambil benda itu darinya dan segera kukenakan pada kepalaku, kami pun melaju cepat meninggalkan Hotel. Di pertengahan jalan sejenak ku memandang langit malam yang berhiaskan bintang bintang, sambil merenung bahwa tak kusangka sudah tiga bulan ku lewati saat itu.
Seakan akan dia tau kondisi perutku saat itu, dia memberhentikan motornya pada sebuah gerobak Nasi Goreng di pinggir jalan. Dia memesan dua porsi nasi yang salah satunya untukku, dibawah cahaya bulan aku duduk di kursi panjang tepat di sebelahnya.
Malam semakin larut dan udara dingin semakin menusuk tulang, jam di tanganku juga menunjukkan pukul setengah duabelas kurang. Aku melipat kedua tangan pada lenganku menandakan aku sedang kedinginan, namun seperti seorang ayah yang perhatian, dia menyelimuti tubuhku dengan jaketnya.
“Kak? Kenapa kakak lepas jaketnya, malem ini dingin banget” tanyaku
“Gak kok, baju aku lumayan tebel, jadi ga perlu jaket sebetulnya” jawabnya
Merasa skeptis, akupun mengelus baju yang dia pakai
“Kak ini tipis, entar kakak masuk angin pas nyetir gimana?” ujarku
“Gak gapapa, kamu lebih membutuhkan kayanya” sahutnya enteng
“Emm, ini...” kataku sambil berusaha melepas jaket di badanku
“Eits eits, gak.. aku yang tanggung jawab atas kamu disini” sambung
“Jadi aku gamau hal buruk menimpa kamu, okey?” jelasnya
“I-iya.. okey...” jawabku polos
Singkat cerita pesanan kami selesai dimasak, setelah membayar dia berjalan ke arahku dan menjelaskan “Punya kamu ada telur dadarnya ya, yang karetnya dua” dia menambahkan telur dadar di punyaku, entah bagaimana dia tau seleraku dan lagi sedetail itu.
Seiring perjalanan pulang semakin larut juga malam, terpaan angin membuat rasa kantuk tak bisa ku tahan lagi. Beberapa kali aku tertidur di punggungnya akan tetapi dia menegurku untuk tetap terjaga, dia juga memegang erat tanganku yang melingkar dipinggangnya agar tidak terjatuh saat sewaktu waktu rem dadakan.
Perjuangannya tak sia sia saat kami sudah sampai gate perumahan, mengendarai motor dengan satu tangan bukanlah hal yang mudah menurutku. Dan membagi konsentrasi antara jalan dan membangunkanku jugalah tak mudah menurutku.
“Chel, Rachel sudah sampai” panggilnya sambil menepuk kaki ku
“Hmm? Iya iya, makasih banyak Kak” sahutku bangun dari tidur
“Maaf ya ga bawa mobil, jadinya kamu gabisa tidur nyenyak” ujar Kak Ezra
“Gapapa kok, justru aku yang ngerepotin Kakak pas di jalan” jawabku
“Gak, itu udah tanggung jawab aku” selanya
Yang ku balas dengan senyum kecilku
“Nasi Goreng kamu, dimakan yah, habis makan, mandi lanjut tidur” jelasnya
“Siap Kakak tiri, hahaha” jawabku atas ucapannya
Aku memberikan helm di kepalaku padanya, kemudian dia pamit padaku dan juga menitipkan salam pada orang di rumah ke aku. Segera ia melaju semakin menjauh, lalu dilanjut denganku yang berjalan masuk menuju rumah, aku memegang gagang pintu dan tersadar jaket miliknya masih ku kenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EZRA ARKASA (A Main Target For Be Mine) ✓
RomanceDear Ezra Arkasa Andai saat itu kami berdua saling menyatakan cinta, mungkin aku tidak menangis menyesal, tidak ada tangis rindu, ataupun tangis yang lain. Namun syukurnya kesedihan itu segera menghilang meskipun lama, saat setalah Tuhan memberikan...