Tak kuasa menahan tangis ketika kembali dari mengantarkan Kak Ezra di bandara, ku kunci pintu kamarku dan menangis sejadi jadinya dibalik bantal, meratapi semua kegalauanku waktu. Bahkan ingat betul aku tak makan dua hari karena kegalauan itu.
Dibalik bantal aku teringat apa yang dikatakan Alena mengenai dia satu tahun sebelumnya “Buruan nyatain Chel, keburu diambil yang lain”. Kata kata itu terus menggema di kepalaku, merasa begitu menyesal rasanya tidak mengikuti kata hati, melainkan aku lebih mementingkan ego. Pikirku saat itu.
Beberapa hari kemudian aku menjalani hidupku seperti biasa, but now whitout Ezra Arkasa. Setelah kukenakan seragam sekolah, segera aku turun dari tangga dan berjalanan keluar rumah, bukannya Ezra yang menunggu di depan, melainkan papa yang yang sedang menunggu di dalam mobil.
“Biasanya Ezra lewat mana kalau kamu ke sekolah” tanya beliau, akupun menjelaskan tiap jalan yang selalu aku lewati bersamanya dulu. Memandang jalanan dari balik jendela mengingatkan ku kembali betapa serunya kepanasan, kehujanan dan kedinginan di atas motor berdua.
Setibanya aku di sekolah, akupun masuk ke kelas baru, aku duduki bangku paling kiri di barisan tengah. Tak sengaja melihat coretan stipo di meja, seperti tak asing bagiku melihat tulisannya, saat aku hendak menaruh buku dan kotak makanku di kolong meja, aku menemukan sebuah buku catatan.
Benar sekali, itu adalah miliknya, namanya tercantum jelas di depan cover buku tersebut. Aku membuka dan membaca buku itu, meski itu buku catatan sejarah biasa namun terasa berbeda bagiku. Tak kusangka bangku yang aku duduki adalah bekasnya, kuambil buku tersebut dan kusimpan baik baik.
Hari demi hari, bulan demi bulan, aku lalui tanpa hadirnya dia, saat itu dia masih sering mengirim pesan ke aku. Akupun menjalani rutinitasku seperti biasa saat sebelum mengenalnya, semua kenangan, semua kesenangan di tahun itu aku lewati bersama teman teman yang baik.
Bahkan sampai pesta kelulusan, aku tetap bersama teman temanku dan tentunya Alena. Tanpa memikirkan kabarnya yang saat itu mulai jarang mengontakku. Malam tahun baru aku rayakan bersama sama dengan teman temanku yang seperti keluarga itu, tanpa hadirnya dia.
2019 aku lulus dari Peter Angels dengan bangga, aku menenteng ijazahku dan menunjukkan ke papa dari luar mobil, sama seperti yang aku lakukan padanya saat last day dari Capernaum Hotel. “Wah tidak menyangka, papa punya dua anak yang hebat” ujar beliau “Dua? Dimana yang satu pa?” tanyaku “Sedang berjuang di Korea, hahahah” jawab papa.
Memasuki pertengahan 2019 aku dan dia benar benar lost contact. Sudah tak mengetahui lagi sedang apa dia disana dan apakah dia tidur cukup disana, saat itu aku diterima menjadi pelayan di sebuah restoran, yang membuatku semakin sibuk dan tidak sempat membuka HP.
Namun tidak lama bekerja disana, hanya sekitar enam bulan, lalu aku mengajukan resign, dan melanjutkan studiku ke jenjang Universitas. Di Universitas itulah aku bertemu dengan yang lain tak bukan adalah teman satu Gereja. Akupun bertegur sapa dengannya.
Memasuki tahun 2020, seluruh dunia seakan akan runtuh dengan mahkluk kecil tak kasat mata. Terpaksa kampus mengambil tindakan kuliah online, keadaan di tahun itu benar benar mencekam, sangat mengerikan, tidak bisa aku bayangkan suasana saat itu sangking ngerinya. Akan tetapi Tuhan seperti memberikan keajaiban padaku.
Entah mengapa di situasi yang menakutkan saat itu, aku malah semakin dekat dengan Gabriel yang telah aku sebutkan sebelumnya. Kami berdua sering berdoa bersama, mengerjakan tugas bersama, dan bertukar pesan. Meski terpisahkan oleh layar ponsel dan laptop. Suatu hari aku sedang berdiri memandangi indahnya Jakarta dari atas rooftop Gereja.
Gabriel mendatangiku lalu menyatakan rasa cinta dan sayangnya padaku, yang ternyata sudah ia pendam sejak kecil. Bagiku Gabriel adalah Ezra kedua, yang sama persis sifat dan karakternya, dia memelukku sebagai rasa terimakasih kepadaku, karena sudah diizinkan jatuh cinta. Sebenarnya Tuhanlah yang mengizinkan kita bersama Niel, ujarku dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
EZRA ARKASA (A Main Target For Be Mine) ✓
RomanceDear Ezra Arkasa Andai saat itu kami berdua saling menyatakan cinta, mungkin aku tidak menangis menyesal, tidak ada tangis rindu, ataupun tangis yang lain. Namun syukurnya kesedihan itu segera menghilang meskipun lama, saat setalah Tuhan memberikan...