Waktu semakin cepat berlalu, musim pun telah lama berganti. Manusia sibuk seperti biasanya, kota yang ramai hingga jalanan yang tak pernah sepi. Banyak yang menikmati keindahan kota Seoul pada malam itu.
Duduk dibangku seorang wanita berambut panjang menghisap rokoknya dengan sebotol kopi ditangan. Sudah jauh renungnya semenjak 30 menit terakhir, bibirnya sama sekali tak mengucapkan apapun. Wanita itu memiliki banyak beban fikiran yang ia tampung, hanya bernafas dan menghembuskan asap rokok yang bisa ia lakukan sekarang.
Nanar matanya terlihat tak bersemangat, bibirnya yang kering ia basahkan menggunakan lidah berkali-kali. Ia membuang rokok itu sebelum seseorang melihatnya.
Wanita itu adalah Lisa. Wanita yang memiliki mata dan senyuman yang indah, kini terlihat sayu tanpa adanya lengkungan dibibirnya. Mengingat bagaimana semua hal yang telah ia lalui bersama Jennie selama ini.
Lisa hanya ingin bersedih malam ini dibalkon kamarnya. Sudah 2 minggu semenjak kedatangan orangtuanya ke sekolah, Lisa dan Jennie sedikit menjaga jarak agar tak membuat Jiyong curiga. Bukan Lisa takut, hanya saja ia belum siap.
Entah bagaimana cara mengumpulkan keberanian untuk berbicara pada lelaki tua itu. Rasanya, Lisa seperti tertusuk anak panah berjauhan dengan kekasihnya setiap hari. Mereka hanya bertemu disekolah dan pulang bersama, itupun mereka harus menjaga sikap agar tidak berlebihan seperti dulu.
"Nak"
Suara berat menghilangkan semua renungan Lisa, ayahnya datang duduk disebelah Lisa. Marco ikut melihat ke depan sama seperti sang anak.
"Papa tau kamu bukanlah anak yang pengecut" Ucapnya.
Lisa meremas lututnya yang bergetar, bibirnya terkelupas akibat ia gigit sedari tadi.
"Kapan kamu berencana kerumah Jiyong membicarakan itu?" Tanya Marco.
"L-lisa.. Belum siap" Lirihnya.
"Hei, dengar.. Banyak yang akan menjadi sandaranmu, nak" Marco menenangkan.
Lisa masih saja setia dengan posisi yang sebelumnya.
"Tunggu Lisa selesai ujian, setelah Lisa dan Jennie keluar dari sekolah Lisa akan ngomong secepatnya" Ucap Lisa.
"Bukankah terlalu lama?" Marco mengusap rambut anaknya.
Lisa menggeleng.
"Lisa udah atur semuanya pa, tapi yang jadi halangan terbesar adalah diri Lisa sendiri" Ucap Lisa menunduk.
"Lisa, ingatlah selalu bahwa Jennie menunggumu bertindak" Marco tersenyum meraih wajah Lisa.
Saat itu juga Lisa memaksakan senyumannya karena sang ayah, meski ia belum yakin, tetapi ia tau ia bisa mencoba melewati ini.
"Papa"
"Ya, nak"
"Jika nanti Lisa gagal, Lisa ingin pergi jauh dari sini"
Marco tersenyum mengelus kepala sang anak, "Tentu, kamu harus tinggalkan negri ini" Ucap Marco.
Lisa memenung setelah mendapat jawaban.
"Tapi kamu harus bersiap meninggalkan Jennie" Ucap Marco lagi.
Lisa menunduk menyembunyikan wajah sedihnya saat ini. Didalam rangkulan sang ayah, ia mengeluarkan setetes airmata bening dari asalnya. Hanya perasaan sedih yang ia tampung saat ini, tidak ada keceriaan ataupun kebahagiaan didalam fikiran.
Sorot matanya tidak tahu akan memandang kemana, hanya bisa mengerjab menghilangkan air yang mengenang dipelupuk.
==
KAMU SEDANG MEMBACA
DAYS WITH YOU [JENLISA]
FanfictionJennie sangat ingin merasakan berpacaran, tapi hal itu tidak dibolehkan oleh orang tuanya. Satu hal yang terlintas dibenak Jennie agar ia diperbolehkan dekat dengan lawan jenisnya, yaitu menyatakan dirinya sebagai penyuka sesama jenis. Namun ia gaga...