30. Kehilangan

1.9K 297 149
                                    

Nangis dikit nulisnya:'

***

Dua kelopak mata yang agak bengkak itu perlahan merenggang, mengerjap beberapa kali karena penglihatannya berputar hebat. Leah menghela napas panjang, kembali membuka mata dan berangsur-angsur jelas langit-langit ruangan bercat abu-abu di atas sana. Ia melirik ke kiri, menemukan selang infusan menembus punggung tangan. Begitu alihkan tatapan ke sisi kanan, matanya seketika berkaca-kaca sebab mendapati eksistensi Jervis. Lelaki itu mengulas senyum lega, semakin erat digenggamnya kelima jari kanan Leah.

"Thanks for stay alive," gumam Jervis sambil mendekatkan tangan Leah ke dekat bibir, mengecupnya lama. Jatuh air matanya kala dengan suara nyaris hilang ia kembali berkata, "Thanks for give me another chance to see your ethereal beauty." Lelaki itu terisak tak tahu malu, tanpa suara, lalu mulai menangkupkan telapak tangan Leah ke pipi sendiri demi merasakan lagi hangatnya. Demi meyakinkan diri ini semua nyata; Leah selamat dan bisa ia dekap lagi ke depannya—selamanya.

Leah bereaksi lebih parah, kuat-kuat menggigit bibir bawah, tetapi pada akhirnya isakan lolos juga. Bulir air deras berjatuhan dari matanya. Pilu dari suara tangis tersedu-sedu Leah menyapa sudut-sudut ruangan. Leah sungguh lega mendapati fakta bahwa ia tidak kehilangan Jervis. Masih bisa membingkai eksistensinya ke dalam tatap, mendengar suaranya, rasakan hangat genggaman tangannya. Leah menarik pelan jemari yang Jervis tangkup, demi mengusap lembut puncak kepala lelaki itu. "Aku lebih berterima kasih—" Ia tercekat sesaat, "terima kasih sudah melindungiku."

Jervis menggeleng pelan, dibawanya lagi tangan Leah ke bibir, dikecupnya lagi dengan sayang. "Aku agak payah. Aku tidak menjagamu dengan benar, membiarkanmu terluka. Maaf, Leah."

Leah mendengkus keras, berlagak sebal, kontradiksi dengan matanya yang terus meloloskan bulir air. Ia tidak lagi menyahut, berikan sunyi kesempatan menyandera bebunyian. Ia menurunkan pandangan ke dada Jervis yang shirtless. "Berbaliklah, aku ingin melihat lukamu," pintanya yang langsung dipatuhi Jervis. Begitu Jervis suguhkan punggungnya yang terdapat perban berbentuk segiempat seukuran satu telapak tangan, Leah mengusap-usap bagian tepinya. "Kau ... kenapa bersikap sok pahlawan? Kau tidak berpikir panjang menjadikan dirimu tameng untuk melindungiku dari peluru. Apa kau mencintaiku sebegitunya, uh? Kalau iya, selamat, aku juga mencintaimu sebegitunya."

Jervis terkekeh, menghadapkan diri ke Leah lagi. Menggenggam tangan Leah lagi. Lekat-lekat Jervis tatap sepasang obsidian di dalam kelopak mata yang terluka itu, selalu sama, Jervis selalu menemukan keteduhan. "Leah, aku ingat sekali hari di mana kita bertemu. Kau lucu sejak awal, tapi first impression kita atas satu sama lain sepertinya kurang bagus. Di malam itu tidak terbesit sedikit pun dalam pikiranku, tentang kita yang akan terjebak situasi sekacau kemarin." Ia berhenti sesaat, mengulum bibir bawah yang kering. "Siapa sangka perempuan aneh dan cerewet ini akan menjelma jadi perempuan yang ingin kuajak untuk berbagi tentang cinta dan kehidupan. Perempuan yang tangannya ingin aku genggam seumur hidup. You're everything I prayed for."

Leah menggembungkan pipinya yang merona, sejurus kemudian mencebik demi samarkan senyum. Diam-diam Leah merutuk dalam hati, kenapa air mataku tidak bisa berhenti keluar?!

"Thanks for be the one that I can lean on. You make me realize that I don't need someone to complete me, I only need someone to accept me completely," bisik Jervis. "I only need you, Leah."

Leah terkekeh, lantas angkat tangan kanan. "Cepat pakaikan cincinnya, Jervis. Nikahi aku nanti malam, oke?"

Jervis melepas tawa kecil, mengangguk tegas. Namun, sejurus kemudian raut senangnya berubah jadi keruh lagi. Menangkap sorot sendu di mata sang kekasih, Leah kontan mengerutkan dahi, dan tiba-tiba saja ekor mata perempuan itu tertuju ke ranjang sebelah. Napas Leah untuk sesaat tersangkut di tenggorokan sebab menemukan sang adik terbaring di sana, tampak pulas dengan perban menutupi mata kanan. Luka lebam menyebar di wajah cantik si bungsu Cordelia. Usai mendapatkan kembali kesadarannya, Leah refleks bergerak untuk mendudukkan diri dan berniat mendatangi ranjang Lily. Akan tetapi badan Leah terasa remuk redam. Jervis juga dengan sigap menahannya agar tetap berbaring saja. Leah merengut sedih lagi, ancang-ancang menangis.

[✓] E N I G M A Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang