Leah merasa bersalah, pasalnya Jervis tiba-tiba jadi terlalu baik, padahal kan mereka tak sungguhan tidur bersama. Semula Jervis memang cukup peduli walau jarang berkata-kata, tetapi kali ini kepeduliannya kentara, bahkan tak sungkan menyuarakannya; Jervis yang dulu macam hawa dingin di pagi hari sekarang menjelma sosok hangat selayaknya senja di penghujung sore. Jervis, kendati masih miskin ekspresi, tetapi kini lebih banyak bicara, ada satu-dua ulas senyum tipis juga yang ditunjukannya pada Leah. Seperti yang pernah Hasley beritahukan, tentang Jervis yang bakal berubah menggemaskan jika sudah nyaman dengan seseorang. Lucu sekali, Leah harus ekstra keras menjaga hati agar tak jatuh ke dalam pesona lelaki itu.
"Bisa berhenti menatapku tidak?" Leah yang sedang menyantap sup ayamnya merasa risih lantaran sejak tadi Jervis yang duduk di depannya tidak juga mengalihkan pandang. "Annoying sekali," gumamnya seraya menatap datar Jervis, sementara yang diprotes malah menopang dagu dan berlagak seolah tak mendengar keluhan Leah.
"Apa saat makan kau selalu seperti itu?" tanya Jervis. Ngomong-ngomong, ia tak memesan apa pun selain kopi.
Pandangan Leah terangkat dari mangkuk ke wajah Jervis, pipinya menggembung lucu saat mengunyah makanan. "Begitu bagaimana, huh?"
Tak langsung dibalas, Jervis memilih memperhatikan bagaimana lucunya pipi dan bibir Leah saat mengunyah. Selalu lucu, maunya bilang begitu, tetapi yang meluncur dari mulut Jervis malah, "Kau makan seperti orang yang tidak makan seminggu." Lantas terulur tangannya demi usap sisa-sisa kuah di sudut bibir Leah. "Kau makan seperti anak kecil. Belepotan sekali. Clumsy."
Sesaat, pergerakan di mulut Leah terhenti. Ia mulai terbiasa dengan perhatian-perhatian kecil yang Jervis berikan, tetapi tetap saja Leah masih suka tertegun. Secepat kilat wanita itu berdeham dan memundurkan kepala, lantas buru-buru menyeka bibirnya. "Aku memang kelaparan, sialan. Apa kau melupakan apa yang kita lakukan semalam? Itu menguras tenagaku."
"Aku memang lupa."
"Biar kuingatkan, kau meniduriku semalam sampai pinggangku sakit."
Dehaman Jervis memecah sunyi, ia harap itu mampu meredam ucapan Leah. Jervis melirik ke mini bar di mana Anthony tampak sedang sibuk mempersiapkan banyak hal, ia lega sebab Anthony fokus ke kegiatannya. "Jangan terlalu keras, seseorang bisa mendengarmu." Jervis menyentuh sekilas telinganya yang terasa hangat.
Mendapati semburat merah di pipi Jervis yang putih, Leah menyeringai. "Kenapa kau lugu sekali?" ejeknya. "Tapi wajahmu saat panik lucu juga."
"Stop teasing me."
"Tidak mau, kau lucu." Leah tanpa takut mencubit pipi Jervis, kemudian menepuk-nepuk puncak kepalanya sebentar. Ia cengengesan, puas sekali mendapati fakta kini Jervis berada di bawah kendalinya. Sangat penurut.
Jervis mengedip lambat di posisinya, sesaat kosong isi kepalanya. Barusan seseorang mengacak-acak rambutnya tanpa permisi? Wah, Jervis segera memalingkan wajah guna hindari jalinan tatap dengan Leah. Astaga, tidak Jervis sangka ia bisa jadi selemah ini hanya karena seorang perempuan.
Keduanya kini berada di kedai Paman Anthony—lelaki yang usianya nyaris menginjak kepala enam—pemilik satu-satunya kedai makanan di distrik satu. Leah agak kaget saat memasuki bangunan berukuran tak begitu luas dengan nuansa vintage yang berikan impresi hangat itu, lantaran disambut senyum lembut si pemilik kedai. Leah akhirnya menemukan setitik warna setelah hampir dua minggu disuguhi kegelapan di sana-sini. Paman Anthony pembawaannya sangat kebapakan, tampak dekat juga dengan Jervis, dan Leah seakan dapat melihat sosok Benjamin yang dulu di diri lelaki itu.
Ada total sepuluh bangku di dalam ruangan dan hanya bangku di pojok yang terisi; Leah dan Jervis di sana, menikmati pemandangan gerimis di luar jendela. Hari masih sangat pagi sehingga belum banyak orang di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] E N I G M A
Misteri / ThrillerHilangnya sang mama membuat Cordelia bersaudara harus menapakkan kaki di Belleza. Belleza; daerah sarang kriminal. Memaksa mereka berurusan dengan Colton bersaudara. Menguak fakta. Tragedi dan romansa tercipta. Akankah Leah dan Lily berhasil menemuk...