Glow in The Darkness

47 4 1
                                    


Tetes air hujan membasahi bumi malam ini. Namun, tidak membuat langkah seorang pria menjadi urung. Hal seperti ini sudah menjadi perkara yang biasa. Diliriknya arloji hitam yang melekat pada lengan kirinya dengan sekilas. Ternyata waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam. Cuaca cukup dingin kali ini namun tubuhnya bereaksi lain. Sambil menghela nafas pelan. Kemudian ia usap peluh di keningnya akibat setengah berlari setelah turun dari angkutan umum di perempatan jalan barusan. Padahal untuk menuju rumahnya masih berjarak lima puluh meter lagi. Pria bertubuh jangkung tersebut lupa membawa payung ataupun jas hujan. Lagipula basah sedikit tak akan apa-apa. Apa mau dikata, toh sejak kapan para pria mau menggunakan payung?

Pria berusia dua puluh delapan tahun tersebut menengadahkan kepalanya ke atas. Dia usap tengkuknya berulang kali. Rasanya hari ini begitu lelah daripada biasanya. Mungkin karena hari ini ia harus lembur demi mengejar target. Apa boleh buat, lagi pula lembur menghasilkan pundi-pundi rupiah di kantongnya semakin banyak. Namun sebanyak apapun gaji dan lemburnya dikumpulkan, tidak membuat dirinya mendapatkan gelar seorang sultan.

Kawasan rumah yang terletak di gang dan hanya pas ketika dimasuki mobil membuat suasana tidak terlalu mencekam ketika dilalui pada malam hari. Lagi pula, penduduk disana cukup padat karena dekat sekali dengan terminal. Sebuah dering ponsel mengalihkan atensinya. Benar saja, ternyata ada pesan masuk yang berisikan sebuah sampah. Katanya disitu tertulis bahwa dirinya memenangkan hadiah seratus juta dari salah satu online shop terkenal, siapa lagi kalau bukan Snoopie.

Cih! Kapan juga gue belanja? masa tiba-tiba dapet, ya elah!

Kemudian ia simpan kembali ponselnya ke dalam saku celananya. Langkahnya memelan saat ada sebuah pemandangan yang sedikit mengalihkan perhatiannya. Sebuah rumah sederhana yang biasa dikunjungi untuk bermain, tampak terlihat gelap gulita. Hanya sebuah lampu taman belakang yang tersisa menyala. Pria itu tahu pasti, bahwa seluruh penghuni rumah tersebut pergi sejak pagi untuk menghadiri pesta pernikahan sanak saudaranya. Tapi ada sebuah kemungkinan yang ada dalam benaknya.

Apa mungkin ada maling?

Dengan segenap keberanian yang ada, ia mencoba untuk mendekati sumber cahaya. Tidak sengaja juga ia melihat siluet seseorang ada disana. Mencoba berjalan perlahan agar tidak menimbulkan suara dan membuat sosok yang dicurigai kabur. Sebuah pemandangan yang diluar ekspektasinya.

Sejak kapan Widuri merokok?

Wanita yang memiliki panjang rambut sebahu tersebut nampak kaget akan kehadiran seorang pria yang sudah tidak asing lagi di matanya. Saat wanita itu akan menyembunyikan sisa rokok dan korek yang semula ia simpan di atas dinding sumur, tangannya dicekal oleh pria yang tiba-tiba saja datang tanpa permisi.

"Ada masalah apa sampe lo ngelakuin hal yang lo benci selama ini?" Widuri benci akan pertanyaan pria yang tidak ingin ia sebutkan alasannya.

"Kalau lo ada masalah lo bisa cerita kan sama gue? Biasanya juga gitu!" sekali lagi, Widuri masih enggan menjawab pertanyaan pria berkulit putih dan rambut hitam legam tersebut.

"Wid, you can trust me, okay? Jangan jadi nakal kaya gini Wid" Widuri sejak tadi masih kukuh untuk memalingkan wajahnya. Ia tidak mau melihat wajah pria tampan bak dewa yunani dihadapannya tersebut. Serta tetap pada pendiriannya untuk diam seribu bahasa.

"Wid, sejak kapan lo mulai ngerokok hah!? Siapa yang ngajarin lo!" Widuri tidak sanggup lagi menghadapi Sigara. Ia memutuskan masuk kedalam rumah tanpa berkata sepatah katapun.

Sigara, nama pria yang memergoki seorang Widuri merokok dibawah pohon rindang saat sedang gerimis di malam hari sendirian. Sigara yakin bahwa keluarganya tidak mengetahui hal tersebut. Mengapa Widuri berubah? Adakah hal yang Sigara lewati selama ini?

It Live!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang