5

160 24 1
                                    

Lia terdiam setelah membuka pintu ruang kerja Johnny dan pria pemilik ruangan itupun nampak kaget dengan kehadiran Lia disana. Apalagi posisinya agak... Ambigu?

"Li—"

Ucapan Johnny terpotong kala Lia memberi kode dengan satu jari di depan mulutnya memintanya untuk diam. Karena ia bisa tebak Yoojin sedang tidur sekarang. Tidur di pangkuan Johnny seperti koala sambil pria itu bekerja dan nampak mengusap lembut rambut panjang gadis itu.

Johnny pun terdiam juga. Dia tak tahu harus bagaimana tapi kenapa dia harus panik? Kan dia sendiri sudah mengenalkan Yoojin sebagai sugar baby-nya pada Lia. Jadi seharusnya bukan hanya hal sekecil itu yang sudah mereka lakukan dan Lia pasti tahu itu.

"Mama menitipkan ini. Masakan mama. Dia sekolah tadi?" Tanya Lia pelan sambil melihat jam tangannya karena ini baru jam 12 kurang. Belum jam bubar sekolah.

"Hhmm... Ada rapat jadi dia pulang awal..." Jawab Johnny yang diangguki oleh Lia.

"Jika dia sudah sangat lelap, pindahkan saja ke ranjang. Bisa pegal badannya nanti. Aku pergi dulu..." Ucap Lia hendak pergi namun ditahan oleh Johnny dengan meraih tangannya.

"Kau...ke rumah mama tadi?" Tanya Johnny ragu yang diangguki oleh Lia.

"Mereka bilang, mereka sudah memintamu supaya kita datang. Tapi sepertinya kau lupa. Jadi aku datang setelah mama menelfon sekalian mengajak mereka cek kesehatan tadi..."

"Hasilnya?"

"Baik. Hanya saja tensi darah papa sedikit menurun karena papa jarang minum air putih. Aku sudah meminta papa untuk wajib minum 2 liter air sehari. Mama dan pelayan juga akan mengingatkannya..." Jelas Lia sambil melihat tangan Johnny pada kepala Yoojin. Menahan supaya kepala gadis itu tak berguling kesamping. Manis sekali kelihatannya. Sampai ia tak sadar kalau Johnny tengah menatapnya.

"Terimakasih..."

"Hhmmm??"

"Terimakasih sudah memperhatikan mama dan papa juga..." Ucap Johnny tulus menatap Lia.

"Mereka mertuaku. Sudah seharusnya begitu. Aku pergi dulu, akan ada meeting sebentar lagi. Jangan lupa dimakan masakan mama. Kasihan kalau rusak..." Ucap Lia yang diangguki oleh Johnny lalu wanita itupun keluar dari ruang kerja Johnny begitu saja dengan wajah santainya membuat Johnny menghela nafas panjang.

"Entah...aku merasa bersalah sekali rasanya..."































































Lia tak benar-benar ke kantor. Iya, tadi rencananya memang ada meeting pegawai tapi Lia membatalkannya dan memilih datang ke suatu tempat yang jujur saja sudah lama sekali sejak terakhir kali ia datang kesana.

Makam sang papa.

Meskipun ia tak pernah datang setidaknya setelah pemakaman sang papa, tapi mamanya sering, dan ia juga meminta orang khusus merawat makam papanya. Sebenci apapun dia pada sang papa, tetap saja pria itu adalah papanya.

"Bagaimana perasaanmu melihat anakmu seperti ini? Kau bahagia? Ini yang kau inginkan, kan?"

Angin panas berhembus padahal sedang musim hujan. Aneh memang. Seaneh kehidupannya yang tak pernah normal baginya.

"Jangan katakan kau bersedih. Aku tak percaya itu. Kau berhasil membuatku ada di titik ini dan menjadikanku seperti ini. Jadi nikmatilah hasil karyamu..." Ucap Lia meletakkan buket bunga putih yang ia beli asal.

"Seberapapun mama memintaku untuk tak membencimu, tapi keadaanku sekarang membuatku tak pernah bisa untuk tak menyalahkan ini semua padamu. Entah aku harus bersyukur atau mengutuk hidupku..."

Lia terdiam saat ia merasa sinar matahari tak menimpa kulitnya lagi dan bersamaan dengan bayang seseorang memegang payung untuknya.

"Kau sudah melakukan yang terbaik..."

"Kau terlibat disini,kan?"

"Aku hanya iseng..."

"Kerja bagus. Aku makin sadar posisiku..." Jawab Lia datar yang membuat pria itu menarik sedikit senyumnya.

"Maaf tapi aku harus menyadarkan mu untuk mundur segera..."

"Aku memang ingin mundur. Tapi rantai yang mengikatku masih kuat..."

"Haruskah aku turun tangan?"

"Jika kau melakukan sesuatu yang membuat mama atau mertuaku terluka, akan aku potong burungmu itu untuk jadi santapan anjing liar..." Ancam Lia namun intonasinya tetap datar membuat pria itu terkekeh pelan.

"Kau ada di tempat yang salah, Lia. Aku hanya ingin menunjukkan padamu bahwa ada tempat yang lebih baik..."

"Padamu?" Tanya Lia melirik pada pria itu.

"Iya...itu salah satunya dan yang paling terbaik..." Jawabnya terkekeh lagi.

"Dasar gila..." Ucap Lia seraya pergi meninggalkan pria yang menatapnya namun tak berniat mengejarnya sedikitpun. Dia hanya asik tertawa pelan lalu setelah Lia pergi dengan mobilnya, ia berbalik lagi dan menatap makam papa Lia dengan raut wajah yang berubah seketika.

"Seharusnya kau tak sekejam itu padanya. Jadilah tak ada doa dari anak baik untukmu. Tapi jika nanti dia aku dapatkan, akan aku perbaiki dia dan membuatnya setidaknya mau mendoakan mu supaya mendapat tempat yang layak disana..."








.
.
.




















sorry (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang