2

231 28 3
                                    

"dia benar-benar membawanya ke rumah kalian?!"

Lia mengangguk pelan dengan tenangnya menatap keluar jendela yang kini menampilkan taman cafe tengah diguyur hujan itu. Terlihat menenangkan. Lia sangat suka musim hujan.

"Setelah kak Yuta mengatakan hal itu, aku langsung bersiap untuk pergi. Dan yah, kami bertemu, tak sesuai pikiranku jika meetingnya akan berjalan lama. Tapi aku senang, setidaknya aku melihat siapa yang akan menemaniku di rumah itu..." Jawab Lia terkekeh pelan yang membuat Yuta heran.

Jujur saja, mungkin orang tahu Lia adalah pemimpin perusahaan Neo group, warisan dari papanya yang sudah tiada itu. Sebagai anak tunggal tentu itu adalah kewajibannya. Membuatnya dikenal sebagai wanita yang dingin, cuek dan kadang menyebalkan. Tapi tidak bagi Yuta dan orang-orang yang mengenalnya sejak lama pasti tahu bagaimana sifat gadis itu dulunya yang berbanding terbalik dengan sekarang.

Keberadaan Yoojin tentu membuat Yuta khawatir akan kondisi rumah tangga kedua sahabatnya itu.

"Bagaimana jika mereka kelewatan, Li?"

"Maksudnya?" Tanya Lia dengan alis berkerut.

"Bagaimana jika mereka kelepasan dan Yoojin...hamil?" Tanya Yuta ragu, takut menyakiti Hati Lia nanti.

"Tinggal minta mereka menikah, selesai..."

"Lia—"

"Kak... Kak Johnny hanya menganggap ku sebagai adiknya. Tak lebih. Jadi jangan berharap dia akan peduli dan memikirkan perasaanku. Membawa gadis club' ke rumah saja dia sudah pernah..." Ucap Lia santai yang membuat Yuta kaget luar biasa. Bisa-bisanya Johnny Setega itu pada istrinya, ya meskipun mereka menikah karena perjodohan tanpa cinta bahkan setelah tiga tahun pernikahan mereka. Tapi kan setidaknya pikirkan perasaan satu sama lain,kan?

"Hah... Aku tak tahu lagi harus bicara apa, Li. Johnny yang memang kantung hormon, sedangkan kau yang batu es..." Ucap Yuta menggaruk tengkuknya yang tak gatal namun membuat Lia tersenyum tipis.

"Tak usah dipikirkan. Intinya terimakasih kak Yuta sudah memberi tahuku. Setidaknya aku tak perlu mendengar suara laknat mereka hari ini di rumah..." Ucap Lia bangkit dari duduknya membuat Yuta menoleh dengan alis berkerut.

"Mau kemana?"

"Ke kantor..."

"Kau bilang libur hari ini..."

"Bosan libur..." Jawab Lia santai lalu pergi begitu saja membuat Yuta lagi-lagi harus menghela nafas panjang.

"Ini pernikahan tergila yang pernah aku dengar. Bisa-bisanya mereka masih mempertahankannya padahal tak ada rasa..."
































































Jam 11 malam Lia baru kembali ke rumah. Bukan dari mana, dia memang terlalu asik mengerjakan berkas yang bahkan bisa ia kerjakan besok. Memberi waktu untuk pasangan baru itu tentunya.

"Baru pulang?"

Lia yang tengah sibuk dengan ponselnya langsung menoleh pada sofa ruang keluarga dimana sudah nampak Johnny duduk disana dengan pencahayaan layar tv.

"Menurutmu?" Tanya Lia datar tanpa dosa.

"Dari mana saja kau jam segini baru pulang?" Tanya Johnny sama datarnya tapi jelas dari intonasi suaranya pria itu tak suka dengan kejadian ini.

"Aku rasa tanpa perlu aku jawab juga kau tahu aku dari mana..."

"Club'?"

"Iya..."

"Bisakah kau menjawab pertanyaanku dengan benar kali ini, Julia Suh?!" Tanya Johnny dengan suara yang lebih berat dan lebih penuh penekanan terutama saat menyebut nama Lia.

"Hah? Julia Suh? Itu nama siapa?" Tanya Lia tanpa dosa dengan satu alis terangkat dan senyum mengejeknya.

"Kau—"

"Sudah kau pindahkan barang-barangnya? Dia tinggal disini juga atau tetap di kontrakannya?" Tanya Lia memastikan namun dia nampak tenang sekali. Aneh memang. Jangan tanya bagaimana mereka bisa tetap bertahan dengan dinding tebal antara mereka selama ini. Tak ada yang tahu. Bertanya pun tak ada yang menjawab.

"Dia akan tinggal disini. Keberatan?" Tanya Johnny melirik Lia dan wanita itu nampak menaikkan bahunya acuh sambil mengangguk pelan.

"Like I say before. She's yours. It's not my business..." Jawab Lia santai lalu melanjutkan langkahnya hendak menaiki tangga namun suara Johnny membuatnya berhenti melangkah lagi.

"Masakan aku sesuatu. Aku lapar..." Lirih pria itu yang membuat Lia urung dari rencana awal dan berbelok ke arah dapur begitu saja tanpa menoleh pada pria itu. Cukup ia memasak, dan setelah jadi, sajikan. Selesai seperti biasa.

Entahlah. Johnny memang seperti itu sejak mereka menikah. Tak mau makan masakan diluar rumah jika tak mendesak sekali seperti jam makan siang contohnya atau sedang business trip. Bahkan masakan pelayan pun dia enggan makan.

Lia dengan santainya mulai memakai epron lalu mengeluarkan bahan dari kulkas sementara Johnny sudah berpindah duduk ke meja makan yang ada di sebelah dapur memperhatikannya tanpa suara. Lia itu membosankan. Lihat saja sekarang. Pulang bekerja lembur saat hari liburnya dan diminta memasak. Bukannya mengeluh lelah atau malas dan melakukan perdebatan mungkin. Dia malah senang-senang saja disibukkan. Seperti tombol on off pada dirinya sudah rusak saja.

Tak ada pembicaraan sama sekali sepanjang kegiatan memasak meskipun Lia tahu Johnny disana. Ia memasakkan sup ayam ginseng dengan teman kimchi dan gyeran-mari juga nasi hangat lalu ia hidangkan di depan suaminya itu.

"Sup ginseng?"

"Penambah energi. Supaya besok kau tak kelelahan setelah malam ini..." Jawab Lia santai sambil melepas epronnya dan pergi begitu saja meninggalkan Johnny dari sana. Masalah cucian, besok juga bisa dibereskan pelayan.

Melihat kepergian Lia, Johnny hanya bisa menghela nafas panjang. Bukan seperti ini yang dia mau. Jujur saja, ia rindu masa dimana semua ini belum menjadi masalah. Dimana jika ia berkunjung ke rumah Lia, gadis itu akan dengan semangatnya memasak sambil berbicara banyak hal bahkan saat ia makan sekalipun. Ia jujur rindu masa itu.

"Tak bisakah kita bersikap selayaknya  dulu?"




















.
.
.














sorry (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang