Firman masih berdiri mematung di tempatnya, kehadiran Aisyah yang keluar dari apartemen Ajeng benar-benar mengejutkannya. Sesaat kemudian lelaki itu tersentak, dengan tergesa dia mengejar sang istri yang sudah berlalu.
"Sayang, tunggu!" Firman berjalan cepat, tangannya terulur hendak menggapai lengan Aisyah. Namun sayangnya Aisyah semakin melebarkan langkahnya hingga Firman kesulitan.
"Sayang, berhenti. Aku bisa jelasin!" ucap Firman dengan tegas. Belum sempat tangan itu menggapai lengan sang istri, Aisyah sudah lebih dulu masuk ke lift membuat Firman hanya bisa terdiam menatap pintu lift yang sudah tertutup.
"Aisyah pasti semakin membenciku." Firman bergumam lirih, kepalanya menunduk dengan tatapan nanar pada lantai keramik yang memantulkan bayangannya.
"Enggak, aku enggak bisa membiarkan Aisyah membenciku." Firman menegakkan kepalanya, lelaki itu lalu menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Senyumnya terbit saat melihat sebuah pintu yang terhubung dengan tangga darurat, tanpa berpikir panjang lelaki itu berlari menuju pintu itu dan membukanya kasar.
Nafas yang tersengal, kaki yang terasa hampir patah, serta keringat yang mengucur deras di keningnya tak lantas membuat Firman mengehentikan larinya. Tak peduli selelah apa dirinya, dia harus segera mengejar istrinya dan memastikan kalau Aisyah tak meninggalkannya.
Sesampainya di lantai satu, Firman menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, berharap kejadian seperti di sinetron juga terjadi padanya dan ia dapat menemukan keberadaan sang istri. Namun sayangnya, hingga satu menit terlewati, kedua netranya tak juga menemukan istrinya.
Firman membungkuk, ternyata dia sudah terlambat. Keajaiban seperti di sinetron ternyata tidak datang menghampirinya. Lelaki itu berpegangan pada kedua lututnya, dadanya naik turun dengan nafas yang tersengal, tubuhnya benar-benar lemas dan gemetar karena harus berlari dari lantai sebelas hingga ke lantai satu.
"Aku harus pulang sekarang, Aisyah mungkin saat ini juga sudah dalam perjalanan." Firman bergumam lirih, setelah merasa nafasnya sudah kembali teratur, lelaki itu beranjak pergi dari sana.
Firman memasuki mobilnya, dengan tergesa dia memakai sabuk pengaman dan melajukan mobilnya membelah jalanan yang padat karena bertepatan dengan jam karyawan pulang.
Firman menyandarkan tubuhnya saat mobil di depannya tak kunjung melaju, bila dalam keadaan normal, jarak apartemen dan rumahnya hanya kisaran lima belas menit, namun lihatlah yang terjadi sekarang, sudah lebih dari sepuluh menit mobilnya terjebak macet.
"Haus banget, badan gue juga masih gemeteran," gumam Firman. Lelaki itu lalu membuka dashboard dan mengambil sebotol air mineral yang selalu dia sediakan di sana.
Firman mengelap bibirnya yang basah lalu meletakkan botol minum di kursi sampingnya. Helaan nafas lega berhembus dari bibirnya saat melihat mobil di depannya mulai melaju hingga akhirnya dia terbebas dari kemacetan.
***
Aisyah duduk di teras belakang rumahnya dengan secangkir teh madu di tangannya. Suara teriakan yang memanggil namanya tak ia hiraukan dan memilih menyesap tehnya dengan anggun.
"Sayang, kamu di sini?"
Aisyah menolehkan wajahnya sekilas dan meletakkan cangkir tehnya di atas meja. Perempuan itu mengulas senyum tipis pada suaminya yang baru datang dengan nafas terengah dan wajah panik.
Dia lalu menunduk, melihat jam yang melingkar di tangannya. "Cepat sekali, padahal belum ada lima menit aku sampai di rumah," ucap Aisyah dengan suaranya yang tenang. Tak tampak sedikitpun kemarahan di wajah dan tatapannya membuat Firman semakin gusar.
Baginya akan lebih baik kalau sang istri memarahinya, berteriak padanya atau bahkan memukulnya daripada harus bersikap setenang itu di hadapannya padahal ia tahu kalau hatinya terguncang.
Firman menarik nafasnya dalam, lelaki itu lalu melangkah ke hadapan istrinya dan bersimpuh. Tangannya meraih jemari Aisyah dan menggenggamnya lembut, ada rasa hangat saat istrinya tak menepis genggaman tangannya.
"Aku enggak akan pernah bosan untuk meminta maaf sama kamu karena memang aku sebersalah itu sama kamu." Firman menunduk, di dekatkan ya punggung tangan Aisyah ke bibirnya lalu diciumnya lembut.
Sedangkan Aisyah memilih untuk diam dengan ketenangannya walau sebenarnya hatinya bergemuruh. Dia membiarkan Firman melakukan apapun yang ingin di lakukan dan mengatakan apapun yang ingin dikatakan karena baginya semua hal itu tidak akan merubah apapun. Dia tetap terluka dan dia tetap kecewa.
"Tolong dengerin aku, akan aku jelaskan kenapa aku sampai kembali menjalin hubungan dengan Ajeng." Firman menghentikan ucapannya sejenak, menarik nafasnya dalam-dalam untuk mengumpulkan keberaniannya. Netranya menatap kedua mata sang istri yang datar, sungguh itu lebih menyakitkan dari pada di tusuk oleh ribuan pisau.
"Saat kamu mengetahui perselingkuhan aku yang pertama, aku sudah benar-benar memutus komunikasi dengan Ajeng. Tapi ada hati di mana aku terjebak kembali hingga akhirnya hubungan itu kembali terjalin dan membuat aku tidak bisa lagi lepas."
Aisyah menatap Firman dengan dalam, menunggu kelanjutan yang akan diucapkan Firman.
"Kamu ingat enggak waktu teman-teman kuliah ku ngajak aku berkumpul, saat itu kamu enggak mau ikut dan memilih tetap di rumah."
Aisyah terdiam, mengingat kembali waktu yang ditanyakan oleh suaminya. Perlahan kepalanya mengangguk saat ingatan itu datang.
"Yang kamu enggak pulang dan bilangnya nginap di apartemen salah satu teman kamu, kan?" tanya Aisyah.
Firman mengangguk cepat. "Iya benar, tapi yang sebenarnya terjadi...."
"Kamu nginap di apartemen Ajeng?" tanya Aisyah memotong ucapan Firman.
Lelaki itu mengangguk dengan helaan nafas gusar, kali ini ia dapat kembali melihat kekecewaan di kedua netra istrinya.
"Jadi waktu itu kamu berbohong? berpura-pura mengajak aku agar aku tak curiga namun rupanya kamu menemui perempuan itu?" tanya Aisyah dengan kekehan sinisnya.
"Enggak, bukan seperti itu kejadiannya, Sayang. Tolong dengerin dulu," pinta Firman dengan tatapan penuh harap.
Aisyah terdiam, namun tak berapa lama kepalanya mengangguk pelan membuat Firman tersenyum dengan helaan nafas lega.
"Aku benar-benar bertemu teman-teman aku, hanya saja setelah kami bertemu di kafe mereka ngajak pergi ke club, di sanalah aku bertemu dengan Ajeng. Dia mabuk parah, dan saat itu dia hampir dilecehkan oleh lelaki hidung belang yang ada di sana, aku merasa kasihan dan akhirnya memutuskan untuk nyamperin dia dan membawanya pulang. Dan...."
"Dan selanjutnya kamulah yang memakan dia setelah berhasil menyelamatkannya dari pria hidung belang?" kamu tahu enggak sih Mas, kamu bahkan lebih bajingan dari lelaki hidung belang itu. Dan lagi, bukankah kamu sudah berjanji saat memintaku untuk menjadi istri kamu dulu kalau kamu enggak akan pergi ke tempat seperti itu lagi, lalu kenapa kamu ingkar?"
Firman menunduk, apa yang dikatakan Aisyah memang benar adanya. Dulu, demi menikahi istrinya dia menjanjikan untuk berhenti dari dunia malam, kebiasaannya dahulu. Seharusnya dia bisa menolak ajakan teman-temannya, namun bila saat itu dia menolak apa yang akan terjadi pada Ajeng?
Firman mengusak rambutnya gusar, satu sisi dia menyesali namun sisi lainnya dia justru mensyukuri. Bagaimanapun rasanya pada Ajeng tak serta Merta hilang saat sang istri mengetahui kebusukannya.
Aisyah tersneyum getir, melihat reaksi Firman dia paham apa yang kini ada di pikiran lelaki itu. Tak ingin mendengar pembelaan dari suaminya, Aisyah memilih beranjak berdiri dan menghela langkah menjauhi Firman. Namun saat baru empat langkah kakinya berjalan, Aisyah menghentikannya.
"Awalnya aku ingin tetap berpura-pura bodoh dan tidak tahu apa-apa, tapi ternyata semua itu sulit dan terlalu menyakiti."
Firman mendongakkan wajahnya, menatap sendu punggung Aisyah yang terlihat rapuh.
"Sekarang, semua terserah kamu. Aku sudah terlalu lelah," lanjut Aisyah. Dia lalu kembali melanjutkan langkahnya dan meninggalkan Firman yang menggelengkan kepalanya dengan air mata yang menetes di pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selaksa Luka Aisyah
RomanceAisyah tak pernah menyangka, diusia pernikahannya yang baru menginjak satu tahun harus mendapatkan suaminya selingkuh. Bukan dengan orang baru, tetapi dengan sang mantan tunangan yang telah mencampakkan suaminya. Aisyah tak mengerti, mengapa bisa se...